Marco, 2013
"Hai, Marco. Long time no see." Itu dia. Salah satu manusia yang paling gue sayangi, sahabat sekaligus saudara gue yang... kenyataannya dan gak bisa gue pungkiri kalau dia... berubah menjadi iblis. Ini bukan dia. Jelas bukan dia. Ini... salah gue dan si bego Gleen yang meninggalkan dia. Gue mengubahnya menjadi iblis.
Dia menyandarkan tubuhnya pada pohon besar di taman. Ia mengenakan topi hitam dan masker, tapi tanpa mengenakan itupun gue tahu siapa dia. "Dri..." kata gue lemas.
Gue pergi ke taman gak lain karena gue abis kabur dari sekolah. Tapi, gak gue sangka kalau gue... akan bertemu dia sekarang. Gue bahkan bingung mau ngomong apa.
Dia mengangkat sedikit topinya, "makasih untuk yang terakhir kalinya." Dia menyipit. Gue tahu dia sedang tersenyum. Tapi... gue juga tahu kalau itu hanya senyum palsu.
Gue tersenyum getir. "Entah sampai kapan gue akan melindungi lo, Dri. Tapi, gue pikir Gleen juga akan melakukan hal yang sama."
Terakhir kali, gue melihatnya di rumah Samuel sebelum akhirnya gue terjebak di sarang monster, rumah sakit jiwa.
"Aku tahu," katanya. "Kalian menyayangiku dan Friska. Tapi, kupikir kita akan bertemu lagi. Aku hanya menyapamu saja." Dia hendak melangkah pergi.
"Adela yang membuat lo melampiaskan kemarahan lo ke Gleen?"
Dia menghentikan langkah kakinya, kemudian menoleh.
"Lo jatuh cinta sama Adela?" Gue memang tahu soal Adela, sebelum gue masuk rumah sakit jiwa. Gue pernah melihat Adrian, dengan wajah yang sama seperti gue dan seorang cewek cantik, tertawa bersama. Tawa Adrian saat itu tulus dan saat itu pula gue tahu, Adrian jatuh cinta. Itu pertama kalinya gue menemukan dia dengan wajah yang... sama seperti gue. Dari situ gue tahu, dia punya rencana besar di masa yang akan datang untuk menghancurkan Gleen. Sebelumnya, dia menemui gue saat Gleen masih SD. Dia mengenakan pakaian putih biru, masih belum mengoperasi wajahnya. Gak gue sangka... dia semakin terobsesi untuk menghancurkan Gleen.
Dia berdecak, "kamu semakin cerdas saja ya, Co. Sayang, itu bukan karena Adela. Yah meskipun saat itu aku memang marah dan akhirnya membunuh mereka untuk melampiaskan sesuatu di hatiku yang menyesakkan, tapi rencanaku untuk memasukkan Gleen ke rumah sakit jiwa sudah ada bahkan sebelum aku bertemu Adela."
"Kenapa, Dri?" Gue mengepalkan tangan gue. "Lo masih sedendam itu?" Suara gue bergetar. "Gue harus apa supaya lo berhenti benci pada kami?"
"Mati," katanya dingin.
Sial. Gue bahkan sedikitpun gak bisa memukul dia. Wajah gue merah menahan amarah.
"Semesta saat ini sedang berpihak padaku. Aku akan membunuh lagi. Apa kamu bisa menghentikanku? Mereka semua terkumpul di satu tempat yang sama, aku tidak perlu repot mencari mereka lagi."
"Dri!" Bentak gue. Gue mencengkram kerah lehernya. "Berhenti dengan semua permainan lo! Kalau lo benci gue dan Gleen atau Leo, jangan libatkan orang lain!" Kata gue dengan nada tinggi.
Dia hanya tertawa.
"Kalau begitu, hentikan aku. Apa kamu bisa? Ah tidak. Sembuhkan lukaku, Marco. Bisa?"
Gue menunduk, melonggarkan cengkraman tangan gue.
"Gak bisa. Gak ada yang bisa," katanya lagi.
"Apa dengan membunuh, luka lo sembuh?" Gue menatapnya nanar.
"Ini bukan hanya tentangmu dan Gleen atau bahkan Leo. Kamu gak tahu apa yang mereka lakukan pada Adela. Lukaku memang gak sembuh setelah membunuh mereka. Tapi, setidaknya aku ingin Adela tidur dengan tenang di sana. Kamu tahu? Bahkan adiknya Adela aja, Lily, ninggalin dia. Gak adil kalau semua orang yang menyakitinya dan membuatnya pergi bisa bahagia, kan? Lily mengingatkanku pada kamu yang ninggalin aku dan Friska."
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Time (Dahulu Kala)
Mistero / Thriller[COMPLETE, TERSEDIA DI GRAMEDIA, SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS]Dongeng memiliki sisi gelap, terutama bagi mereka yang tak suka akhir bahagia. Mereka membuat dongeng sendiri. Namanya Gleen Warren Rajendra. Tampan, jenius, introvert, cold, namun begitu...