34. Marco

61.9K 6.7K 1.3K
                                    

"APA?!" Rosa membesarkan matanya tak percaya. Leya langsung menutup mulut Rosa, kemudian terkekeh canggung pada supir Rosa. Leya mendelik.

"Bisa gak sih gak lebay?" Leya menghela nafasnya. Cukup merasa risih bercerita semuanya dari awal pada Rosa sambil berbisik-bisik agar supir Rosa tak perlu mendengar dengan jelas.

"Lo suruh gue gak lebay buat cerita segila ini? Ih sumpah ya Ya'... lo tuh jahat baru ceritain gue yang bombastis begini. Ya walaupun gue rada gak percaya sih. Tapi jadinya percaya abis ngeliat muka lo yang seserius itu..." Wajah Rosa masih terlihat syok. "Tapi serius Ya', mulai sekarang gue bakal bantuin lo dengan segenap jiwa raga gue." Dengan wajah penuh penghayatan, Rosa meletakkan tangan kanannya ke dada kiri seakan-akan sedang bersumpah.

"Alay anjir." Leya menjitak kepala Rosa sambil terkekeh, "maaf ya... gue baru cerita. Gue cuma takut lo kenapa-napa setelah tahu semuanya. Dan sekarang, gue malah bingung kenapa gue ceritain ini semua ke lo. Gue cuma... lagi butuh banget temen cerita..." Leya menundukkan kepalanya menyesal.

"Its okay, gue ngerti. Udah kejawab kenapa lo sibuk sendiri sama Gleen. Dan gue ngerti banget posisi lo. Justru gue bangga Ya' jadi temen lo. Eh yang ini gak lagi becanda loh ya... gue serius. Kalau lo butuh bantuan apapun, lo bilang aja. Gue sebisa mungkin bakal bantuin kok." Rosa tersenyum manis, kemudian menepuk bahu Leya, "dan sekaligus... sebenernya gue cukup berduka atas Gleen... tapi, menurut gue kalaupun misalnya dia kepribadian ganda, gue pikir dia bukan Grimm. Tapi... gak tau juga sih Ya'. Intinya, semenyakitkan apapun kebenarannya, lo harus siapin mental buat nerima." Rosa berusaha menenangkan Leya.

"Gue bilang jatuh cinta ke Gleen."

"Oh..." Rosa sepertinya belum sadar, "WHAT?!" Rosa langsung membuka mulutnya lebar setelah sadar beberapa detik.

"Elah alay lagi haha gak jadi sedih gua." Leya lucu sendiri melihat ekspresi sahabatnya itu.

"Seriusan Ya'... lo gila? Dimana mana mah cowok duluan kali. Lo agresif banget njirrrrrr..."

"Kampret. Ya gue tuh juga gak sadar napa gue ngomong gitu. Ah udahlah gausah dibahas. Intinya gue lagi stress banget mikirin Gleen. Kenapa sih gue harus ketemu dia? Dan kenapa juga gue harus baper sama tuh orang muka triplek."

"Ganteng banget kaleee si Gleen itu. Ya cewek manapun bakal klepek klepek sama dia. Tapi ya... kalau tahu kondisi Gleen sebenarnya... mungkin kabur..."

Leya menatap Rosa sebal.

"Eh eng-engga deng hehe canda Ya'..."

"Neng udah sampe," kata supir Rosa. Rosa dan Leya baru tersadar, kemudian mereka keluar dari mobil.

"Pak, tungguin ya... kita gak lama kok," kata Rosa.

Supir Rosa hanya mengangguk sambil tersenyum.

Mereka telah berada di depan gerbang rumah sakit Harapan. Tapi langkah kaki mereka terhenti ketika dari arah lain terlihat seorang gadis yang juga ingin memasuki rumah sakit jiwa ini. Mereka berdua saling bertukar pandang dengan gadis itu sambil menatapnya aneh. Gadis itu juga menatap mereka dengan aneh.

"Ngapain lo di sini?" Kata gadis itu yang tak lain adalah Geby.

"Same question." Leya melipat kedua tangannya di depan dada, "lo juga ngapain di sini?"

"Bukan urusan lo," jawab Geby ketus.

"Same answer for your question," kata Rosa, "bukan urusan lo," jawab Rosa tak kalah ketus. Rosa membuang muka.

"Kalian mau nemuin Om Gerald?" Tanya Geby tiba-tiba tapi sama sekali tak bermaksud mengejek. Leya dan Rosa baru menyadari Geby berpenampilan seberantakan ini. Ah, bukan penampilan bajunya, melainkan wajahnya. Matanya sembab dengan kantung mata yang besar, wajahnya kusut terlihat sangat depresi. Entah kenapa seketika mereka merasa bersimpatik. Mereka lupa, Geby baru saja kehilangan Alfi. "Gue lagi gak minat sih berantem sama kalian. But, sorry tadi gue ketus. Gue cuma... gak papa deh."

Once Upon a Time (Dahulu Kala)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang