Not Only You

537 64 5
                                    

Disclaimer dan Warning masih sama...

Terima kasih karena sudah mendukung dan mengikuti cerita ini..

Selamat membaca... :D

-------

Menurut Halilintar Gempa adalah seorang adik yang baik dan sangat dapat diandalkan. Diusianya yang baru menginjak angka 14, ia sudah mampu membantu Halilintar mengurus keempat adik mereka sekaligus mengurus beberapa pekerjaan rumah. Ia juga sangat ramah, berbanding terbalik dengan Halilintar yang cuek dan dingin. Oleh karena itu, bukanlah hal yang aneh jika Halilintar menaruh kepercayaan yang sangat besar pada sang adik karena ia yakin Gempa tidak akan pernah mengecewakannya. Tidak pernah, sampai sang adik datang padanya dengan mata berkaca-kaca menahan tangis seraya menggandeng Blaze dan Ice yang kondisinya tidak bisa dikatakan baik. Melihat hal itu membuat Halilintar seolah ditampar kenyataan bahwa sehebat apapun adiknya, ia masihlah seorang remaja labil yang baru berusia 14 tahun. Seharusnya ia tidak menaruh beban sebesar itu pada Gempa. Anak itu masih butuh waktu untuk menikmati masa remajanya.

"Kak Hali...", Halilintar keluar dari konter lalu menyambut Blaze dan Ice yang berlari ke arahnya seraya menahan tangis. Blaze bahkan sudah menangis terisak-isak di pelukannya, sementara Ice tampak berusaha keras menahan diri untuk tidak ikut menangis dengan sang kakak. Halilintar melirik Gempa yang masih diam di tempatnya seraya menundukkan wajah. Ia ingin menghampiri sang adik, namun ia tau saat ini Blaze dan Ice lah yang lebih membutuhkan dirinya. Jadi ia memeluk keduanya dengan erat seraya membisikkan kata-kata untuk menenangkan mereka. Mengelus punggung mereka dan meyakinkan bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan mereka.

"Apa yang terjadi? Kalian tidak apa-apa?", tanya Halilintar setelah merasa kalau kedua adiknya sudah mulai tenang. Blaze mengangkat wajahnya sejenak. "Kakak....". Namun hanya itu yang bisa ia katakana sebelum kemudian memeluk leher Halilintar dengan erat dan menangis lagi di sana. Tidak ingin memaksa, Halilintar kemudian menatap ke arah Ice yang tampak jauh lebih tenang. Seraya berusaha menenangkan Blaze dengan mengusap-usap kepalanya, Halilintar mengulangi pertanyaannya pada adiknya yang paling pendiam itu.

"Kak Blaze berkelahi. Lalu, Kak Gempa datang dan marah. Ice takut.... Hiks... Kak Gempa.. hiks tidak pernah marah. Tapi.. tadi... hiks.. Padahal... bukan Kak Blaze.. hiks yang salah... hiks....", anak itu berusaha menjelaskan apa yang terjadi seraya menahan isak tangisnya. Sungguh, ia tidak ingin menjadi cengeng. Namun apa yang terjadi dan apa yang ia alami membuat air mata itu mengalir tanpa ia minta.

Ahh... Halilintar paham. Dengan itu ia memeluk keduanya lagi seraya menatap Gempa yang masih betah pada posisinya.

"Gempa?", panggilnya pada sang adik. Gempa tampak tersentak, sepertinya ia habis melamun. "I..iya Kak?", nada suaranya terdengar ragu. Namun Halilintar memaklumi hal itu.

"Bisa bantu kakak menutup kedai? Kakak pikir tidak apa jika kita tutup lebih awal hari ini.". Gempa mengangguk. "Oh iya. Kau juga bisa meminta bantuan Taufan. Dia sedang menjaga Thorn dan Solar di gazebo belakang.". Sekali lagi Gempa mengangguk sebelum kemudian berlalu untuk melakukan apa yang diminta oleh sang kakak.

Halilintar menghela nafas, lalu memeluk kedua adiknya lebih erat. "Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja. Aku ada bersama kalian. Jadi, jangan khawatir."

-------

Taufan tidak tau apa yang sedang terjadi. Namun ia tahu kalau ada sesuatu yang aneh pada keluarga kecil ini. Meski begitu ia tidak ingin ikut campur karena sadar, kalau ia hanyalah orang luar bagi mereka. Karena itu, ketika Gempa memintanya untuk membantu menutup kedai dengan wajah murung yang jelas-jelas tampak tidak wajar, ia hanya bisa mengiyakan tanpa bertanya. Terlebih ia juga melihat Halilintar sedang berusaha menenangkan kedua adiknya yang sedang menangis. Dan hal itu tentu membuat rasa ingin tahunya semakin besar dan membuat dirinya mati-matian menahan diri untuk tidak mencampuri urusan keluarga mereka.

Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah kembali ke rumah. Dan Taufan sekali lagi mendapat perintah untuk menemani Thorn dan Solar bermain di halaman belakang. Melihat gelagat Halilintar dan Gempa serta Blaze dan Ice, Taufan menyimpulkan kalau mereka akan membicarakan hal yang pentin dan menjauhkan kedua bungsu adalah pilihan yang baik. Namun tampaknya, bukan hanya ia yang mencium adanya keanehan, Thorn dan Solar pun sepertinya juga merasakannya. Hal itu terlihat dari bagaimana antusiasme dari kedua anak itu tampak begitu surut dan mereka lebih memilih untuk duduk diam di bawah pohon mangga yang ada di sana daripada memainkan sebuah permainan.

"Kalian kenapa?", tanya Taufan penasaran.

"Diam kau olang jahat!!", seru Solar dengan kejamnya. Membuat Taufan merasakan ada sesuatu yang retak dalam dirinya. Lebih tepatnya hatinya.

"Hei, apa kau masih tidak bisa mempercayaiku? Aku ini orang baik loh...", katanya dengan dramatis. Namun yang didapatnya justru cibiran dan decihan yang membuat hatinya terasa semakin sakit.

"Kau pembohong!!"

"Aku tidak bohong! Lihat, apa menurutmu wajah ini bisa melakukan sesuatu yang jahat?", Taufan menunjuk wajahnya sendiri seraya menunjukkan ekspresi tidak bersalah. Meski enggan, akhirnya Solar pun tergoda untuk menatap wajah itu dan memperhatikannya dengan teliti.

"Cih! Kak Hali jauh lebih tampan!", katanya yang sungguh sama sekali tidak nyambung dengan apa yang dikatakan Taufan sebelumnya. Taufan sweetdrop mendengarnya.

"Kurasa itu tidak ada kaitannya. Tapi terima kasih karena sudah mengatakan kalau aku tampan.", ungkap Taufan seraya tersenyum lebar. Namun sepertinya hal itu justru membuat Solar semakin kesal dan spontan melemparkan batu tepat ke wajah Taufan.

"Kau menyebalkan!!", ketusnya sambil membuang wajah. Sementara Taufan hanya bisa menahan diri untuk tidak menggantung anak kecil itu pada dahan pohon manga di belakangnya. Lihat apa yang dilakukan anak itu pada wajah tampannya? Dahinya jadi benjol dan memerah. Jika ibunya di Jepang sana mengetahui hal ini pasti ibunya itu akan histeris karena wajah anak kesayangannya terluka karena ulah seorang anak kecil.

"Aku.. tidak suka.. suasana di rumah.", gumaman itu berasal dari Thorn yang sedari tadi hanya diam. Anak itu memeluk lututnya sementara pandangannya lurus ke depan. Taufan baru saja akan bertanya 'Kenapa?' ketika Thorn berkata, "Kak Gempa terlihat sedih. Kak Blaze dan Kak Ice juga. Dan Kak Halilintar.... Aku tidak suka senyumannya."

Saat itulah Taufan mengerti, jika dibalik sikap pemalunya, sebenarnya Thorn adalah anak yang observan. Ia peka dengan lingkungannya dan bisa merasakan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Meski ia tidak dapat mengetahuinya, namun ia bisa merasakannya. Anak ini punya kemampuan observasi yang bagus.

"Padahal Colar ingin main cama Kak Hali....", gumam Solar menjadi murung. Thorn diam-diam mengangguk. Dan Taufan merasa ia harus melakukan sesuatu untuk mencairkan suasana seperti ini. Namun pada akhirnya, ia tidak dapat menemukan cara apapun selain mengusap kepala kedua anak itu seraya bergumam dengan tulus, "Mungkin aku memang tidak dapat meringankan beban kalian. Tapi aku ingin kalian tau, aku ada bersama kalian. Jadi jangan khawatir."

"Mungkin kakak tidak dapat membantu masalah kalian. Tapi kakak ingin kalian tau kalau kakak ada disini, bersama kalian. Jadi, tidak perlu khawatir."

Baik Thorn dan Solar sama-sama tertegun mendengar kalimat itu meluncur begitu mulus dan sarat akan ketulusan. Tapi yang membuat mereka tertegun adalah fakta bahwa kalimat yang hampir serupa pernah mereka dengar dari orang lain.

"Kak Upan, mirip sama Kak Hali..", bisik Thorn lebih pada dirinya sendiri. Solar yang juga merasakan hal yang sama mengangguk pelan. Sementara Taufan terjebak akan rasa penasarannya akan pernyataan anak itu. Apanya yang mirip?!

-------

To be Continued

Missing StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang