Something in The Hearts

545 63 3
                                    

Here's the next chapter

Thank you for you who keep reading my story. You save my spirit to keep writing...

Hontouni arogatou gozaimasu...

Disclaimer and warning still the same...

So, here your story....

-------

Meski disuruh untuk tidak menunggu, tapi tetap saja sulit rasanya bagi Gempa untuk memejamkan mata malam itu. Mungkin sudah terbiasa atau memang karena rasa khawatirnya yang selalu berlebihan membuat ia tidak bisa menutup mata tanpa memastikan kalau sang kakak pulang ke rumah dengan selamat. Ya, ia akui ia memang agak berlebihan. Tidak salah jika tadi Taufan sempat meledeknya sebagai istri yang ditinggal suami. Meski rasanya sedikit menyebalkan, tapi mau bagaimana lagi? Nyatanya ia memang berharap kalau Halilintar akan berhenti bekerja begitu keras hanya untuk dirinya dan adik-adiknya dan lebih memilih untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama mereka. Karena bagaimana pun bagi Gempa hanya sang kakaklah satu-satunya tempatnya untuk bergantung setelah kepergian kakek mereka. 

"Kau belum tidur?", Gempa menolehkan kepalanya ke sumber suara dan menemukan Taufan berdiri di anak terakhir tangga sambil menatapnya dengan heran. "Ini sudah hampir tengah malam loh.."

"Aku belum mengantuk. Kak Taufan sendiri?"

Gempa merasakan sofa yang didudukinya bergoyang ketika Taufan ikut mendaratkan diri di sebelahnya. "Insomnia.", jawabnya singkat. Kemudian tangannya meraih remot televisi dan mencari-cari acara malam yang sekiranya menarik. Lagipula, ia ingin tau kira-kira seperti apa program TV yang ada di Malaysia. Apakah sama menariknya dengan yang di Jepang atau jauh lebih menarik lagi?

"Kak Taufan benar-benar sudah bersikap layaknya di rumah sendiri ya...", komentar Gempa tanpa sadar. Bahu Taufan tampak menegang, kemudian ia tertawa canggung sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"Yahh maaf... hehehe... Itu kebiasaan burukku. Aku terlalu cepat beradaptasi sehingga terkadang membuat orang jengkel denganku. Karena itu...", Taufan menyatukan kedua tangannya lalu berkata dengan nada menyesal, "Maafkan aku..."

Merasa kalau ucapannya telah menyinggung perasa Taufan membuat Gempa spontan merasa tidak enak. Padahal maksudnya bukan begitu. Ia sebenarnya hanya kagum dengan seberapa cepat Taufan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Terlebih Taufan menghabiskan sebagian besar hidupnya di negri Sakura Jepang, jadi agak mengherankan juga melihatnya sangat cepat terbiasa dengan lingkungan yang terbilang asing baginya. Padahal belum genap 2 hari ia tinggal di rumah mereka, tapi ia sudah bersikap seakan-akan ia sudah tinggal lama di rumah itu bersama mereka. 

Mungkin ini terdengar bodoh, tapi entah kenapa saat memikirkan hal itu entah kenapa Gempa merasa kalau jika hal itu adalah sebuah kenyataan, maka rasanya tidak buruk juga. Pasti menyenangkan. 

"Bu..bukan begitu maksudku. Aku hanya kagum dengan kecepatan adaptasi Kak Taufan. Kak Taufan bilang kalau kakak berasal dari Jepang kan?", ucap Gempa berusaha mengubah topik. Taufan mengangguk riang. "Ya, aku dari Jepang. Tapi aku yakin kalau aku lahir di tempat ini. Meski ibu tidak pernah cerita sih. Tapi aku tau saja. Bilang saja firasat seorang anak pada tanah kelahirannya."

"Jadi Kak Taufan orang Malaysia yang tinggal di Jepang?", anggukan penuh semangat menjadi jawabannya. Setelah itu ia kembali fokus pada tayangan televisi yang tengah menampilkan sebuah berita terbaru. Awalnya Taufan agak penasaran, namun begitu tau siapa orang yang menjadi pusat pemberitaan itu, tiba-tiba saja ia tersentak kaget sampai berdiri dari sofa yang didudukinya. 

"Apa yang mereka lakukan disini?"

'Dan kenapa tengah malam begini mereka menayangkan infotaiment? Memangnay siapa yang mau menonton?', batin Taufan bertanya-tanya.

Missing StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang