Vernon

466 40 2
                                    

Hari sudah menjelang sore, kampus sudah cukup sepi. Jam menunjukkan angka 6 dan aku sedang menunggu dosenku untuk mengesahkan judulku. Tunggu? Haruskah aku mengatakannya sebagai dosen? Atau sebagai calon suamiku?

"Pak Vernon!" Panggilku begitu melihat dia keluar dari ruang dosen membawa tasnya.

"Pengesahan judul?" Tanyanya dan kujawab dengan anggukan.

"Besok saja. Saya lelah" katanya sambil berjalan melewatiku.

Apa sih yang salah denganku? Aku tau dia terpaksa untuk menikahiku. Tapi tolong, tolong perasaan pribadi itu dibuang jauh-jauh. Aku juga mau segera lulus.

"Pak?" Panggilku. Dan dia langsung berhenti, membalikkan badannya agar menghadapku, dan menatapku.

"Sudah makan malam?" Tanyaku

Dia masih menatapku bingung

"Bagaimana kalau kita makan bersama? Saya dengar bapak juga selalu makan diluar. Bagaimana kalau kali ini bapak makan masakan rumah?" Tawarku sambil tersenyum.

"Ada apa denganmu Yoo Jiah?" Tanyanya.

Dan aku berjalan perlahan mendekatinya. Kuberanikan diri menatapa mata hazelnya.

"Anggap saja saya menyuap bapak agar mengesahkan judul saya" kataku yakin.

Dia menghela nafasnya sebentar.

"Kalau begitu tidak usah" katanya lalu kembali berjalan meninggalkanku, dia mulai mengambil kunci mobilnya.

"Anggap saja saya sebagai istri yang menjamu suaminya dengan makanan lezat disaat lelah" kataku enteng. Iyaa enteng, soalnya ngomong doang. Dan itu berhasil menbuat dia berhenti.

Tanpa mau melewatkan kesempatanku, aku langsung berjalan mendekatinya. Meraih kunci mobil yang ada ditangannya sebelumnya. Dan dia hanya melihatku yang mengambil kuncinya.

"Biar saya yang bawa mobilnya, bapak bisa tidur selama perjalanan" kataku, lalu meninggalkannya. Jika dia yang tidak mau bergerak maju duluan, maka aku yang akan maju.


Dan benar, selama diperjalanan dia tertidur di mobil. Selelah itukah pak? Aku sesekali meliriknya saat lampu merah, dia begitu tampan. Aku bersyukur memiliki calon suami seperti dia, dan akan lebih bersyukur jika dia mau membuka hatinya untukku.

"Pak" kugoyangkan sedikit badannya. Tapi ya namanya orang capek, jangankan bangun, gerak aja gak ada.

"Pak vernon" panggilku lagi. Aku menepuk pelan lengannya.

Dan dia mulai bergerak, mulai terlihat tanda-tanda akan bangun.

"Pak sudah sampai, ayo turun" kataku lembut.

Dia mulai membuka matanya dan menatap sekitar. Tanpa berkata-kata aku segera keluar dari mobil dan menunggunya.

Segera setelah dia keluar dari mobil, aku menguncinya dan mengikuti pak Vernon menuju apartemennya. Dia tidak banyak berbicara, terus diam. Aku juga jadi ikutan diam. Mau gimana lagi?

"Kamu yang buka pintunya" katanya. Mau buka gimana? Kan aku gak tau berapa kata sandinya.

"181417" bisiknya ditelingaku. Aku segera menekan angkanya. Dan violaa terbuka.

Sebenarnya aku penasaran dengan kombinasi angkanya, apa arti sebenarnya. Karna kalau diperhatikan, kombinasi angkanya bukan seperti tanggal lahir. Tapi ya sudahlah, bukan hakku untuk tau.

"Saat menikah nanti, kita akan tinggal disini, jadi sudah seharusnya kamu tau kata sandinya" dia berjalan masuk mendahuluiku.

"Ya saya tau"

AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang