Happy Reading!!!
Hari berikutnya, Kevin harus terbang ke Swedia selama dua hari. Sebelum berangkat Kevin dan Kath berbicara dengan canggung dan dingin.
"Mobil anda sudah saya pesankan untuk jam sepuluh," kata Kath, sambil heran apakah ia berkhayal melihat wajah Kevin tampak letih dan rapuh.
"Terima kasih."
"Tiket pesawat ada dalam dompet ini." Kath memberikan dompet itu, sambil melihat bahwa Kevin hanya menatapnya sekilas dan dengan hati hati menerima dompet itu seolah olah dompet itu tercemar.
"Sekali lagi terima kasih."
"Kukira semua sudah beres."
"Ya," Kevin menarik napas. "Kath--"
"Tolong, jangan," kata Kath dingin, mencengah kematian emosional yang akan dibangkitkan kembali oleh Kevin. "Aku tidak mencari suara simpati!"
"Kita tidak bisa terus menerus bersikap seperti tidak terjadi apa apa."
"Tapi memang tidak terjadi apa apa!" kata Kath. "Kau yang menginginkan semua ini, ya kan? Kita bekerja diruangan yang berbeda sekarang, dan nyaris tidak bicara sepatah kata pun kecuali jika sangat perlu. Bahkan, kau bisa mendinginkan minumanmu dengan suasana seperti ini!"
Kevin mengangguk. "Aku tau." Untuk waktu lama terjadi kesunyian yang menggelisahkan. Menyingkirkan Kath dari kehidupannya ternyata tidak semudah yang ia perkirakan. Kevin menarik napas. Memang benar, secara fisik Kath tidak lagi berada disekitarnya, namun itu tidak menghentikan kehadiran Kath yang melayang layang dengan menggoda ditepi benaknya.
Kevin telah berulang kali memikirkan hal itu dan mencapai kesimpulan bahwa mungkin mereka dapat melanjutkan hubungan mereka jika keadaan berubah. Kevin menatap wajah Kath dari dekat. "Itulah sebabnya mengapa aku sedang mempertimbangkan untuk memberikanmu promosi."
Hati Kath membeku. "Promosi?"
"Ya, benar. Asisten wakil presiden direktur pindah ke Prancis, sehingga posisi itu terbuka bagimu. Ini kesempatan yang baik sekali."
Kath memandang Kevin dengan tidak percaya. Menyadari adanya pintu yang terbanting, menutup harapan dan impiannya. Ia sudah tau, jauh dalam sanubarinya, bahwa "hubungan" mereka mungkin tidak akan berlanjut melewati titik awal, namun ia mengira Kevin cukup menghormatinya untuk tidak menendangnya dengan sedemikian kasar.
"Katakanlah sesuatu Kath," kata Kevin.
"Apa misalnya? Jangan bilang aku harus berterima kasih padamu karena telah mengatur kehidupanku tanpa berusaha berkonsultasi denganku. Mengirimku bekerja untuk pria yang hampir tidak kukenal!" cukup sudah sopan santun yang Kath pertahankan.
"Tapi Martin menyukaimu, dan dia menyukai cara kerjamu,"
Kath menatap Kevin dengan tuduhan yang terlontar dimatanya. "Apa tepatnya yang telah kau katakan kepadanya Kevin? Sehingga dia mau menawarkan pekerjaan itu tanpa mewawancaraiku?"
Kevin tidak dapat percaya apa yang tersirat dalam ucapan Kath. "Apa kau pikir aku menceritakan padanya mengenai... affair singkat akhir pekan kita?"
Jadi begitulah dia menyebutnya! Kath merasa sangat sakit hati mendengarnya. "Benarkah?"
"Tentu saja tidak!"
"Atau tanpa ragu ragu bercinta denganku diatas meja?"
Kevin menjadi pucat karena marah. "Mengapa hal itu harus kuceritakan padanya?
"Kebanggaan para pria? Sesumbar mengenai dimana kau melakukannya dan dengan siapa?" Kath mengangkat bahu. "Siapa yang tau apa yang ada di otak lawan jenis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and The Boss (END)
RomanceKathrina dimintai tolong oleh bossnya CEO dari perusahaan ternama, Kevin Clarkthon, untuk berpura-pura menjadi kekasihnya selama 3 hari saat akan menghadiri acara dirumah orangtua bos muda itu. Kevin ingin menghindar dari kejaran gadis cantik yang t...