Kecuali Shomad, orang-orang yang berada di dapur saling berhadapan satu sama lain. Ramdhan berdiri bersandar di tepi meja. Laila berdiri di samping kulkas dengan tangan bertumpu pada lemari pendingin itu. Sedangkan Bu Iswin berdiri membelakangi Shomad yang tengah sibuk di wastafel. Jemarinya bermain di sekitar dagu tanda wanita itu sedang berpikir keras.
"Kita cari Naura," usul Shomad cepat sembari mencuci tangannya yang penuh darah ayam di wastafel. "Zevita, panggilkan Pak Hindarto supaya keluar dari kamar,"
"Baik," jawab Zevita tegas.
Zevita kembali ke ruang tengah. Di ruang tengah itu ada dua pintu kamar. Yang satunya kamar tidur para pria, yang satunya kamar tidur para wanita yang sekarang berisi mayat Bu Rumi. Tidak ada yang berani masuk ke sana kecuali para lelaki.
"Pak Hindarto..." Panggil Zevita agak keras. Dia mengetuk-ngetuk pintu pelan. "Naura menghilang dari kamar, ayo kita cari bersama,"
"Pergi kau!" Teriak Pak Hindarto histeris. "Biarkan aku sendiri!"
"Maaf, pak," ujar Zevita lemah. Yee, biasa aja kali... gerutu Zevita dalam hati. Zevita kembali ke dapur.
"Bagaimana?" Tanya Ramdhan.
"Pak Hindarto teriak-teriak kayak orang stress," jawab Zevita sekenanya.
"Entah apa yang terjadi dengan Pak Hindarto, pasti berkaitan dengan si misterius itu," sangka Laila.
"Ya, benar. Sekarang lebih baik kita cari Naura," usul Ramdhan. "Aku ke barat,"
"Jangan berpencar!" Sahut Shomad cepat. "Jangan sampai ada anggota yang berkurang lagi,"
"Apa boleh buat. Aku ke timur," Bu Iswin menyela.
"Aku dan Zevita ke Utara..." Sambung Laila.
"Hey, hey... kenapa malah berpencar?"
"Apa kau takut, Shomad?" Ejek Ramdhan.
"Aku? Tidak. Aku cuma tidak ingin ada jatuh korban lagi. Baiklah terserah kau. Aku ke arah sisanya," ucap Shomad pasrah.
"Baiklah, ayo berangkat. Kita berkumpul setengah jam lagi dari sekarang,"
****
"Aku akan dibunuhnya... Aku akan dibunuhnya," gumam Pak Hindarto ketakutan.
Sejak tadi siang ia tidak kluar dari kamar dan hanya mengurung diri di sana. Perasaan takut akan berhadapan dengan orang yang sangat ditakutinya, dan hari sudah semakin gelap. Cara teraman untuk menghindar adalah mengunci pintu rapat-rapat supaya tidak ada orang masuk.
Dari atas pohon akasia tidak jauh dari rumah itu, seseorang tersenyum licik di balik teleskop. Ia menyetel crossbow di tangannya dengan setelan terkuat supaya dapat membidik tepat sasaran pada kepala seseorang di balik jendela.
Wah, Hindarto, tepat sekali kau duduk di sana. Aku benar-benar menyukai ekspresi ketakutanmu itu... bisik orang itu dalam hati.
Matilah!
Jlebb!
****
"Ada yang mendengar suara kaca pecah tadi?" Tanya Shomad. Para pencari Naura sudah berkumpul di ruang tengah. Sayangnya tanpa kehadiran Naura.
"Ya, aku dengar sedikit," ujar Ramdhan. Yang lain cuma geleng-geleng.
"Biasanya sih Naura kalau main-main sama crossbow..." kata Zevita.
"Jangan-jangan..." Kata Bu Iswin curiga. Shomad seperti merasakan sesuatu yang sama.
"Mas Ramdhan, apakah anda melihat crossbow saya waktu membuka pintu kamar wanita di atas?" Tanya Shomad panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Detektif Kedelapan
Детектив / ТриллерAda sebuah undangan tur detektif yang diselenggarakan oleh orang misterius! Muncul seorang pemuda berkacamata yang mampu mengalahkan Zuan dalam berbagai hal. Sayangnya, pemuda itu juga mengincar Naura, kekasih Zuan. Apakah Zuan dapat mempertahankan...