Naura duduk sendiri di pos. Sekarang, pos yang terletak di dekat warung kopi 30 meter dari kampus itu jadi tempat berkencannya dengan Zuan. Hanya saja Naura harus lebih bersabar karena Zuan biasanya baru datang setelah jam sembilan lebih.
Gadis itu garuk-garuk kepala. Tadi siang dia dapat teka-teki Sudoku sepuluh petak yang sangat sulit. Sudoku dan variasinya, kata Zevita bisa bikin otak tambah encer. Tapi bagi Naura, semakin dia mencoba mengerjakan, kepalanya malah semakin pusing.
Brakkkk...!
Naura kaget bukan main. Di saat gadis itu berpikir keras, seorang pemuda berkaca mata datang dan melemparkan tasnya sembarangan di pos.
Bisa pelan-pelan nggak, sih? Gerutu Naura dalam hati. Dia tidak berani berkomentar langsung atas ulah laki-laki itu. Naura tidak pernah pintar bicara dengan lawan jenisnya selain orang yang sangat dekat dengannya.
Pemuda tadi masih enggan bersuara. Dia naik ke pos, mengeluarkan sebuah kunci untuk kemudian memasukkan anak kunci tadi ke lubang kunci di etalase. Ia sedikit kaget ketika menyadari kunci etalsenya sudah rusak.
Gawatt! Batin Naura.
"Orang yang membobol etalaseku," ucap laki-laki itu. "Mana orang yang merusak kunci etalaseku?" Dia memandang Naura penuh curiga.
"A... aku...," ucap Naura terbata-bata. Pemuda itu melihatnya dengan tatapan menakutkan. "Aku tidak tahu..."
Padahal Naura tahu siapa pelakunya.
"Ah, kurang ajar!" Ia melempar anak kunci tadi sembarangan. Kalau sudah dibobol, tidak ada gunanya lagi dia memilikinya.
Pemuda tadi duduk bersandar satu meter di dekat Naura. Dia sempat mengambil sebuah buku bertema hukum untuk dibacanya.
"Aku minta maaf," kata Naura lirih. "Aku yang merusak lubang kunci itu."
"Bukan kamu," sahut si pemuda berkaca mata tanpa menoleh. "Pasti pacarmu yang melakukannya. Entah siapa nama pacarmu itu,"
"Loh? Dari mana kamu tahu?"
"Kalau kau mengenalku, kau akan tahu dari mana aku tahu," ujar pemuda itu sombong. Ia mengarahkan jarinya pada Naura seperti hendak menembak dengan ekspresi yang dibuat-buat. Naura tersipu malu.
"Sebagai ganti maaf, boleh kutahu siapa namamu dan dari kelas mana dirimu?"
"N.. Naura Salsabila, semester V-B Pendidikan Agama Islam,"
"Owh..." Pemuda itu angguk-angguk. "Aku sih sudah semester tujuh. Kita belum pernah bertemu, barangkali karena kelasku di kampus barat sana. Abdul Shomad, Hukum Keluarga Islam, kelas VII-A"
Naura pikir Shomad sebenarnya orang yang mengasyikkan. Dari cara berjalannya, gaya bicaranya, dan tingkah lakunya benar-benar mirip dengan... Zuan!
"Emm, apakah kau... Ah, maksudku, apakah kakak detektif?" Tebak Naura. Shomad cuma angkat bahu.
Tiba-tiba datang tiga ekor hewan. Seekor burung besar mendarat di bibir pos dan menciptakan angin yang cukup kencang. Seekor monyet aneh berukuran kecil melompat sangat tinggi. Hewan itu berayun sebenar di atap pos sebelum akhirnya mendarat di dada Shomad. Ada lagi sekeor kucing loreng betina yang melompat dari jalanan ke pos itu. Ia mengambil posisi yang nyaman di pangkuan Shomad.
"Ah, heiii, anak-anak..." ucap Shomad riang. Ia mengulurkan sau tangannya demi membelai kepala si burung, dan sebelah tangannya yang lain memanjakan kucingnya. "Hari yang bagus, bukan?"
Naura melongo. Pemuda itu bersahabat dengan tiga hewan aneh sekaligus!
Masih belum cukup sampai di situ. Shomad mengeluarkan ballpoint di saku bajunya. Ia menuliskan sesuatu di secarik kertas. Ketiga hewan itu menjulurkan lehernya supaya bisa melihat apa yang ditulis Somad.
"Baiklah, siapa yang mau berangkat memesankan minuman di warung kopi itu untukku?"
Si burung mematuk-matukkan paruhnya di pundak Shomad. Si monyet angkat tangan. Si kucing mengeong agak keras.
"Jangan kamu, Pitty," ujar pemuda itu pada si burung. "Bisa geger mereka kalau ada burung besar masuk warkop. Tarsy saja,"
Si monyet kegirangan. Dia mengambil kertas tadi dan segera melompat ke arah warung kopi.
"Hei!" Seru Shomad kepada Naura saat menemukan gadis itu melihatnya dengan cara yang aneh.
"Eh, i... iya..." Naura tergagap.
"Kenapa? Teman-temanku aneh, ya?"
"A.. aku cuma belum pernah melihat hewan-hewan ini. Mereka juga sepertinya mengerti bahasa Indonesia,"
"Emm... Mereka tidak paham bahasa kita," Shomad geleng-geleng. "Bicara dengan hewan tidak jauh beda dengan bicara dengan wanita. Harus memakai perasaan supaya mudah dimengerti,"
"Hemmm, iya..." jawab Naura sambil memandangi kucing di pangkuan Shomad. Lucu, pikirnya.
"Yang tadi itu Tarsius Tarsier, kera hantu dari Sulawesi, namanya Tarsy. Yang ini Pithecophaga Jefferyi, elang Filiphina, namanya Pitty. Dan kucing loreng menggemaskan ini..." Shomad mengangkat kucingnya. "Prionailurus Bengalensis Borneoensis, atau Asian Leopard Cats dari Kalimantan, namanya Prina,"
"Kau mau menggendong kucingku? Sepertinya kau suka kucing," Shomad menawarkan kucingnya pada Naura. Kucing itu diam tanpa perlawanan.
"Waaw..." Naura menerima kucing itu dengan gemas. Ia mengayun-ayunkan kucing itu dan menciumnya berkali-kali. Shomad tersnyum melihat perilaku gadis itu. Lantas Shomad mengambil elang kesayangannya dan menaruh di pangkuannya.
"Mereka ini hewan-hewan langka, ya?" Tanya Naura sembari membelai kepala Prina.
"Ya, langka sekali, sampai aku berkali-kali ditahan polisi atas kepemilikan hewan-hewan ini. Padahal aku selalu bilang, aku tidak memelihara, tapi bersahabat dengan mereka. Akhirnya aku dibebaskan sebab rupanya mereka bertiga lebih suka bersamaku daripada di cagar alam," jelasnya. Pitty mengusap-usap paruhnya di leher Shomad hingga Somad menggelinjang. "Hey, Pitty, geli sekali... hentikan! Haha"
Tarsy sudah kembali. Dia langsung melompat ke pangkuan Naura tanpa permisi. Tentu saja Naura kaget bukan main. Shomad tertawa.
Sudah mulai terjalin sebuah keakraban di antara mereka. Banyak hal yang tidak diketahui Naura tentang spesies hewan, Shomad dapat menjelaskannya dengan mudah. Naura juga sedikit menceritakan tentang pengalamannya bersama Zuan saat memecahkan kasus Liquid Silver dua bulan yang lalu dan bahkan pemuda itu juga dapat menebak ending ceritanya.
"Aku dapat teka-teki Sudoku yang sulit, kak," kata Naura.
"Oh, kertas yang dari tadi kamu pelototin itu ya? Coba lihat."
Shomad mengambil kertas itu.
"Wah, ini sih gam..."
Belum sempat Shomad meneruskan kata-katanya, seseorang merampas kertas di tangan Shomad dari belakang. Shomad langsung menoleh.
"Segampang merayu Naura, bukan?"
"Zu, Zuan..." Ucap Naura kaget. Wajahnya menunduk dengan perasaan bersalah.
Ketiga hewan hendak beranjak dari pangkuan Shomad dan Naura. Prina sempat menggeram sebab marah.
"Santai, anak-anak," Ujar Shomad menenangkan. "Detektif Zuan tidak tertarik berkelahi denganku. Dia hanya ingin... Beradu otak denganku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Detektif Kedelapan
Mystery / ThrillerAda sebuah undangan tur detektif yang diselenggarakan oleh orang misterius! Muncul seorang pemuda berkacamata yang mampu mengalahkan Zuan dalam berbagai hal. Sayangnya, pemuda itu juga mengincar Naura, kekasih Zuan. Apakah Zuan dapat mempertahankan...