16. KEPERGOK

1.2K 153 20
                                        


Seminggu terakhir ini, Abah dan Mama tak enak hati. Mereka khawatir terjadi sesuatu pada putri kesayangannnya, Raya Rahmadiana.

Yang mereka tahu, seharusnya sekarang Raya telah selesai ujian dan sedang liburan semester. Dan seperti janjinya awal bulan lalu, ia akan mengambil cuti dari Pro FM agar bisa mudik ke Bandung untuk waktu yang cukup. Ia juga kangen pada ponakan kembarnya, Louis dan Louisa yang sudah bisa jalan dan sedang aktif-aktifnya. Ia bahkan sudah membelikan mainan kebar untuk keduanya.

Sebulan sekali meski itu hanya sabtu minggu, Raya selalu mengusahakan untuk pulang ke Bandung. Ini bahkan sudah lebih dari 2 bulan ia tidak pulang. Bagaimana pun juga yang namanya orang tua, tetap saja khawatir.

Beberapa malam tak bisa tidur dengan tenang, Abah pun akhirnya nekat ke Jakarta. Tak perduli kalaupun harus sampai di Jakarta tengah malam atau subuh buta.

Tak di sangka saat disana, Abah memergoki Raya Mondy sedang berduaan di kamar.
Kebayang begaimana marahnya abah?

******

Mondy merasakan seluruh badannya lebih fit dan segar setelah mandi. Akhir-akhir ini ia jarang mandi pagi karena statusnya yang ‘pengangguran’.

Ia tak perlu berangkat ke kampus, tak perlu ke kantor, tak perlu ke lokasi syuting, hanya perlu antar jemput Raya sesekali, karena Raya yang meminta demikian. Jadi buat apa dia mandi pagi-pagi buta?

Masih senyum-senyum sendiri saat menatap kasur Queen Size-nya dengan sprei dan selimut yang masih berantakan.

Tak ada hasrat untuk kembali ke sana, meski usai tubuhnya bersih dan shalat subuh, taka da lagi yang  wajib dikerjakannya.  Godaan rasa kantuk mulai datang, mungkin efek bangun terlalu pagi. Ia beberapa kali menguap. Sejak menerima telpon Abah jam 3 tadi, Mondy tak tidur lagi. Jadi wajar seandainya ia ingin melanjutkan tidurnya. Tapi Mondy tak melakukan itu.

Pagi adalah saat yang tepat untuk melaksanakan aktifitas, meski udara terasa dingin menyengat, dan rasa kantuk kembali merayap. Sekali-sekali dalam hidup orang harus berani mengambil sikap melawan keadaan yang akan memanjakan dan melenakan. 

Mondy baru saja beranjak keluar untuk meminta Bik Siti merapikan sekaligus mengganti sprei dan selimutnya. Langkahnya terhenti mendengar dering telpon dari ponselnya yang masih tergeletak di atas kasur.

Gontai Mondy segera mengambil dan segera mengangkatnya, takutnya dari Abah lagi.

“Nomor tidak dikenal?” batinnya, membiarkan saja hingga nada dering berakhir.

Kurang dari 1 menit ponselnya kembali berdering dari nomor yang sama.

“Angkat aja deh. Kali aja penting,” batinnya lalu menggeser warna hijau dengan tidak semangat.

“Halo, Assalamualaikum… Mondy? Ini Mondy kan?” Sapa dan tanya si penelpon.

“Waalaikum salam. Maaf siapa ya?” Jawab dan tanya Mondy pelan.

“Ah… Syukurlah…  ini kamu Mon. Ini aku, Mbak Arini, Mbak kosnya Raya….” Arini bicara buru-buru.
“Iya mbak.” Respon Mondy.

“Mon… Raya, Mon. Lo bisa ke sini bantuin Mbak Nggak. Raya….” Suara gugup Arini, sepertinya ia begitu panik.

“Raya?” Pekik Mondy,
“Raya kenapa Mbak?” tanya Mondy ikutan panik  

“Raya keracunan.  Dia muntah dari semalam dan diare juga. Tubuhnya lemes banget. Takutnya dehidrasi jadi…..” jelas Arini terpotong oleh suara Mondy.

“Dimana Mbak?”

“Masih di kosan. Aku gak bisa bawa dia karena kondisinya lemas banget, dan lagi gak ada orang juga. Jadi aku infus di kosan. Kam……”

JANGAN SALAHKAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang