Wira

81 16 4
                                    

Jakarta, 2014

"Aku tau kalian semua capek, tapi tolong fokus lima menit lagi yaa," kata salah satu cowok volunteer yang sedang berdiri di depan sambil tersenyum dan melihat ke sekeliling ruangan, memamerkan giginya yang putih dan rapih. Tangan kirinya melambaikan lima jarinya kepada penonton mensinyalkan lima menit lagi.

Ia pun kembali menjelaskan tentang tata aturan pertukaran pelajar selama di negara tujuan. Bagaimana kita tidak diperbolehkan untuk minum minuman keras, merokok, menyetir mobil, dan bla bla bla. Materi yang ia sampaikan sudah hatam di luar kepalaku. Yang aku lakukan hanya memandangi wajahnya dan tangannya yang terus melambai-lambai kesana kemari saat dia berbicara. 

Sesekali saat dia menunggu slide berganti, ia menyibak rambut pendeknya dengan tangannya membuat kedua matanya yang besar dan bulat terlihat jelas.

Lima menit pun berlalu, sesuai dengan janjinya sesi pun berakhir dan semua orang berhamburan keluar untuk coffee break. Energiku yang sedari tadi sudah tinggal sisa-sisa pun memilih untuk memejamkan mata.

Tanpa terasa beberapa menit kemudian aku benar benar terlelap dalam tidur. Baru mulai masuk ke dalam tidur yang dalam aku tiba-tiba merasakan sebuah senggolan sebuah benda di tanganku.

"Makan?" kata suara yang datang dari depan wajahku.

Aku membuka mataku dan mendapatkan sebuah senyuman lebar dan sebungkus roti yang disodorkan di depan wajahku. Setelah dua detik memproses situasi yang sedang terjadi aku beranjak duduk dengan tegak dan mengucek mataku.

"Eh-eh gapapa kok kak," kataku kepada sosok yang ternyata adalah si cowok volunteer yang tadi memberikan presentasi di depan.

Dia hanya balas tersenyum dan menaruh roti itu di pangkuanku dan duduk di kursi sebelahku. Ia lalu menyeruput kopi yang sedari tadi ia pegang di tangan kirinya. Aku hanya bisa melongo masih setengah tertidur belum bisa memproses keadaan ini secara seratus persen.

Setelah kecanggungan yang berlangsung sekian lama, aku pun membuka bungkusan roti pemberiannya dan mulai memakannya.

"Eh dek kamu anak bogor kan?" tanyanya duluan, berusaha memecah es yang terasa diantara kami.

"Hmm..iya," kataku setelah mengunyah roti pemberiannya.

Matanya terlihat jauh lebih menawan dari dekat. Jika diperhatikan kornea kirinya masuk ke dalam sedikit daripada yang kanan, membuat matanya terlihat sangat unik.

"Eh sori," katanya, membuyarkan aku dari matanya.

"Wira," katanya lagi sembari menyodorkan tangan kanannya di depan tanganku.

Kubalas jabatannya dan sembari tersenyum kubalas.

"Anya"

"Kak Wira anak Bogor juga?" tanyaku polos.

Dia balas mengangguk membuat helai-helai rambutnya turun ke dahinya menutupi sebagian dari matanya. Namun di bibirnya tersungging senyum manis yang sama menawannya dengan matanya.

"Iya, aku Bogor - Korsel  juga kayak kamu," lanjutnya

"So, kalau mau tanya apa.. feel free to ask me. Kalau kamu merhatiin tadi aku fresh-returnee kok masih sueger pisan," katanya dengan logat sunda yang terdengar dibuat-buat di frasa terakhir yang dia ucapkan.

Aku tertawa lepas dan sedikit merasa malu karena usahanya yang lucu. Manusia ini rasanya bisa mengembalikan lagi energiku yang sudah tersedot habis hahaha.

"Eh btw aku lebih suka dipanggil abang, lebih akrab aja gitu kesannya"

"Iya Bang Wira Hahaha"

"Udah makan-makan yang banyak" katanya sembari mendorong roti yang ada di tanganku ke arah mulutku.

Sabtu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang