-writer's note-
Halo semuanya!!
Jujur tidak menyangka bakal banyak yang kasih good feedback dan nungguin Sabtu. Aku masih penulis yang sangat baru dan banyak melakukan kesalahan jadi, Terima kasih banyaaak sudah menyemangati an memotivasiku!!
Anyways, sudah ada beberapa chapter di draft yang akan diunggah selama liburan beberapa bulan ke depan. Terus pantengin yaa!!
-dya-
Malam itu Martin membawa aku dan Alam diantara lautan kendaraan di jantung kota Bandung. Benar kata Alam, venue secret stage Mawar memang tidak jauh dari tempat Sabtu manggung tadi. Tempatnya bisa dibilang adalah sebuah kafe/bar berukuran sedang di sebuah jalan kecil dengan lapangan parkir yang sangat sempit. Itu juga sudah dipenuhi jejeran motor serta mobil yang sudah terparkir di kanan kiri jalan. Namun, bisa dibilang acara ini hanya dihadiri oleh seklumit manusia dibandingkan dengan jumlah crowd Mawar biasanya.
Untungnya karena Martin adalah sebuah motor maka mencari spot parkir tidak cukup sulit. Setelah menyetandar Martin, Alam membuka helm full face-nya lalu mengacak-acak rambutnya yang lepek. Setelah memastikan motornya sudah terkunci dengan baik Alam memberikan gestur untuk mengikutinya dengan tangan kanannya yang membelakangiku. Aku yang sedang dalam mode fangirl mengikutinya dengan langkah ringan. Sampailah aku dan Alam di depan pintu yang dijaga oleh dua personil sekuriti berpakaian hitam dari kepala sampai kaki.
"Ya mas ada yang bisa dibantu?" kata salah satu dari mereka.
"Alam dan plus one-nya" Alam menunjuk ke arahku yang berdiri di belakang tertelan punggungnya. Mas sekuriti itu lalu mengeluarkan daftar nama di sebuah papan jalan lalu tersenyum ketika menemukan nama Alam.
"Oh iya Mas Alam dan mbaknya sudah ditunggu di belakang"
Dalam hati aku memekik kegirangan. Tapi kutahan dengan amat sulit straight face-ku. Tidak ingin terlihat norak di depan Alam bukan? Sebenarnya, semenjak album pertama Mawar keluar aku sudah menghubungi semua koneksi komunitas media partner-ku untuk mendapat akses belakang panggung ke acara mereka tetapi hasilnya selalu nihil. Padahal, aku tidak usah susah-susah mencari kalau tahu Jae dan Alam kenal baik dengan Sam.
"Kak, kok gak pernah ngasih tau kenal sama Sam?" tanyaku setengah berbisik ke telinga Alam saat salah satu sekuriti mengantar kami lewat pintu belakang.
"Kamu gak pernah nanya" balasnya dengan suara rendah.
Sialan kenapa dia memanggilku dengan 'kamu' lagi sih.
"Eh kalau Kak Alam dikenalin sama Jae kenapa Jae gak ikut dateng?" Aku mencoba mengalihkan pikiranku.
"Si Jae mamanya lagi di Bandung sama kakaknya yang kerja di Papua lagi liburan di sini"
"Loh, terus kok tadi dia malah manggung?"
"Ya...habis udah keburu di-DP sama panitia"
"Oh gitu.." balasku.
Lalu terlintas sebuah pikiran di kepalaku. Kenapa tidak menggunakan kesempatan ini untuk mencari tahu lebih banyak tentang Alam. It wouldn't hurt, would it?
"Kalo mama Kak Alam kok aku gak pernah lihat?"
"Ah.." Katanya pelan.
"Nyokap gue sama bokap udah pisah rumah lama sebenernya. Cuman mereka gak officially divorce karena males berurusan sama media. Nyokap gue sekarang tinggal di New York sama adek gue, Gladys" lanjut Alam dengan tone yang tertata diikuti dengan senyum kecil saat membahas adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu.
Teen FictionSabtu. Hari keenam dalam satu minggu. Sabtu. Setiap malam minggu.