5

464 17 1
                                    

Malam semakin mencengkam. Bahkan suasana desa ini benar-benar sepi seperti tak berpenghuni. Agatha masih haus akan permainannya. Ia merasa bingung bagaimana ia bisa menikmati permainan sedang ia sama sekali tak menemukan sosok manusia disepanjang jalan sempit Riquewihr. Semua penduduk menutup pintunya. Bahkan hampir 90 persen wisatawan telah meninggalkan desa tersebut akibat dari penemuan mayat Clare pagi tadi. 

"Agatha?" 

Agatha menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Agatha menoleh dan terlihat Loriz berseta seorang pria di belakangnya. Agatha tersenyum dan menghampiri keduanya.

"Loriz? Apa yang kamu lakukan malam-malam seperti ini?" Tanya Agatha heran sambil menyembunyikan kembali pisau lipat disakunya.

"Seharusnya aku yang menanyakan seperti itu. Ini sudah hampir tengah malam kamu masih diluar saja. Ehm,,iya aku hampir lupa kenalin ini Roux, Putra tungga nyonya Laurent. Roux ini Agatha." Kata Loriz.

Agtaha mengangguk begitu juga Roux. 

"Kita baru saja pulang dari rumah sakit. Lebih baik kamu kembali pulang suasana desa kali ini masih belum aman." Pinta Loriz.

"Ehm.. iya. Aku memang akan segera kembali pulang." 

Loriz mengangguk dan tersenyum. Mereka berdua kemudian meninggalkan Agatha. Agatha memandang Roux dari belakang. Tatapan Agatha penuh kebencian tentuanya ia juga akan menargetkan Roux masuk kedalam permainannya.

"Kamu juga harus mati sepetri ibumu." Lirihanya.

Agatha melanjutkan langkahnya untuk kembali kerumahnya.

************

Roux masih enggan untuk bicara ia masih saja memandang langit. Loriz yang melihatnya segera menghampirinya dengan membawakan dia segelas wine.

"Pihak polisi pasti akan menemukan pembunuh ibumu." Ucap Loriz kaku menenguk Winenya.

"Aku tak habis pikir bagaimana ada seseorang yang tega membunuh wanita tua seperti ibuku?" Lirihnya.

Roux mengambil wine dari tangan Loriz lalu meminumnya. Ia tiba-tiba teringat akan sosok wanita yang ia jumpai tadi. Agatha entah mengapa mengingatkan akan masa lalunya terlebih lagi dengan kalung yang ia kenakan. Roux ingat jika ia pernah memberikan kalung tersebut pada Calorine saat ia berulanng tahun pada saat usianya 12 tahun. Namun setelah kejadian itu Calorine harus berurusan dengan polisi karena pembunuhan yang ia lakukan.

"Ehm,, bagaimana dengan Caloeina. Apakah dia telah bebas?" Tanya Roux menatap Loriz.

Wajah Loriz mendadak lesu hingga membuat Roux heran. 

"Dia telah meninggal. Pihak rumah sakit menemukan ia bunuh diri menggantung dikamarnya." Lirihnya.

Mendengar kabar itu Roux terkejut. Terlebih semenjak dirinya pindah ke Rome. Meski sebenarnya ia pernah menemui Calorina di Rumah sakit. Saat usianya masih 15 tahun namun terlihat Calorina sangat membencinya terutama mamanya. Roux sendiri tak mengerti alasan dari Calorina membencinya hingga tak mau menemuinya kembali.

"Bunuh diri?" Roux masih tak percaya.

Loriz mengangguk dan menunjukkan surat kabar yang dimuat saat itu. Roux membacanya perlahan lalu meletakkan kembali koran tersebut.

*************

Penyewa kamar dirumah Agatha hanya tinggal satu orang saja. Seorang turis asal Amsterdam. Sementara para pekerja Agatha telah kembali kerumahnya. Agatha terpaksa karena kondisi rumahnya yang sepi dari penyewa.

" Malam ini sangat sepi."

Agatha di kagetkan oleh suara yang berasal dari belakangnya. Ia membalikkan tubuhnya sambil mematikan rokoknya. Luna, penyewa kamarnya sudah berada dibelakangnya dengan menggunakan mantel miliknya.

"Iya, Entahlah sejak kejadian tadi pagi semua turis memutuskan meninggalkan desa ini. Bagaimana denganmu?" Tanya Agatha.

"Aku akan kembali ke Amsterdam esok. Pekerjaan sudah menungguku." Jawabnya.

"Ehm.. Bagaimana jika kita merayakan perpisahan kita. Kamu satu-satunya penyewa yang masih bertahan hingga membuatku merasa senang." Ucap Agatha. " Kebetulan aku baru saja memasak hidangan spesial." Lanjut Agatha.

"Tentu dengan senang hati." Jawab Luna penuh semangat.

Agatha mengajak Luna untuk mengikutinya. Tentu Agatha hanya mengelabuhi Luna dengan begitu ia bisa menyiksa serta membunuhnya. Agatha mengarahkan Luna untuk menuruni anak tangga memasuki ruangan rahasia Agatha. Agatha telah menyulap sebagian tempatnya menjadi ruangan makan. Tentu dengan hidangan yang sudah disajikan olehnya.

"Silahkan duduk. Aku akan mengambilkan minuman untuk kita." Ucap Agatha lembut.

Luna hanya mengagguk dan menikmati cemilan yang telah disediakan oleh Agatha. Luna sendiri terlihat mengabil beberapa botol Wine tak lupa ia menambahkan bubuk obat dan memasukkannya kedalam salah satu botol.

"Permainan akan segera dimulai" Batinnya.

Luna menyambut Agatha dengan sneyum dan tetap sambil mengunyak menikmati makanan didalam mulutnya. Agatha meletakkan dua botol Wine didepan Luna serta didepannya.

"Makanan ini sangat enak." Puji Luna.

"Tentu. Silahkan menikmatinya." Ucap Agatha lalu menuangkan wine kedalam gelasnya lalu meminumnya.

Luna benar sangat menikmati hidangan dari Agatha. Menurutnya makanan yang dibuat Agatha sangat lezat hingga membuatnya terus memuji kepandaian Agatha. Namun entak mengapa tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas hingga ia meletakkan kembali sendok dari tangannya. Luna kemudian menyenderkan tubuhnya kekursi. Ia melihat Agatha masih menikmati Winenya dengan sesekali tersenyum.

Agatha bangkit lalu meninggalkannya namun kembali lagi dengan membawa jebakan beruang. Luna tak mengerti dan membiarkannya. Namun Luna terkejut saat Agatha tiba-tiba mengikat kedua tangannya serta kakinya. Tubuh lemas Luna membuatnya tak berdaya untuk berontak.

"Lebih baik kita menonton film. Dan sepertinya aku akan membuat lagi Film yang sama." Ucapnya lalu menyalakan dvd didepannya. Pandangan Luna masih kabur hingga ia juga tak menyadari jika Agatha telah memasang sebuah jebakan beruang  yang dipasang di kepala menjepit kedua sisi rahang.

Film dimulai dari Seorang wanita tua yang terikat dikuliti hidup-hidup oleh seorang wanita muda. Suara jeritan terus terdengar hingga wajah wanita muda itu terlihat yang tak lain adalah Agatha. Sontak Luna yang kesadarannya mulai  kembali nampak terkejut dan panik saat menyadari jebakan beruang telah terpasang diwajahnya. 

"Hahahhahahaahahah. Tapi kamu tau..Kamu akan menjadi pemeran dalam film ini." Bisik Agatha ditelinga Luna.

Luna menggeleng dan sesekali menelan ludah. Ia sama sekali tak menyangka jika Agatha merupakan seorang pembunuh serta Psikopat yang kejam. Luna mencoba melepaskan jebakan ini namun sayang Agatha telah membuang kuncinnya. Agatha telah memasang Timer serta membuang kunci hgembok yang terpasang di bagian belakang kepala Luna. Sembari menunggu timer habis Luna memberikan hiburan tersendiri pada Luna. Kedua kaki Luna dimasukkan kedalam sebuah kotak berisi penuh kaca-kaca tajam. Hingga membuat beberapa kaca tembus kepunggung kaki Luna.

Agatha nampak senang meski ia tak mendengar suara jeritan dan hanya melihat darah yang keluar dari kaki Luna. Menurut Agatha itu sudah hambir cukup. Menanti detik-detik terakhir mata Luna menatap Agatha seraya memohon untuk melepaskannya. Namun Agatha tak mengubrisnya. Agatha hanya tersenyum menanti detik-detik terakhir kematian Luna.

" Tiga....Dua....Sa.....tu"

Timer habis seketika Trap itu terbuka memisahkan kedua rahang Luna. Darah mengucur deras diiringi tawa Agatha.

****************



PsycopatheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang