1: S e n j a

631 55 6
                                    

Dinginnya malam menelan jiwa seorang gadis dalam kepekatan. Wajah manisnya hanya terlihat datar bak patung jalanan. Manik kecoklatan miliknya hanya menatap kosong jalan perumahan yang basah sehabis diguyur hujan. Nama gadis itu Senja Darelion Wijaya. Nama yang indah seperti paras sang empunya nama.

Bibir pucatnya menyesap secangkir cokelat panas kesukaannya. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Maka waktunya malam ini hanya ia habiskan di balkon kamarnya dengan duduk termenung sambil menulis sebuah cerita tentang dirinya.

Tak ada yang menarik dari kehidupan gadis itu. Hanya home schooling, bolak-balik rumah sakit, atau berkunjung ke gramedia untuk membeli buku-buku pengusir kebosanan.

Itulah Senja. Gadis kaku yang memiliki kehidupan sedatar triplek.
Sudah pukul sebelas malam, dan kantuk mulai menghampiri Senja. Dengan gerakan lambat, ia menutup laptopnya dan melangkah menaiki kasurnya. Seusai berdoa, mimpi langsung menenggelamkannya.

💦💦💦

“Pagi, Bi.” sapa Senja pada Bi Inah—pembantu yang sudah ada sedari Senja lahir.

“Pagi juga, Non. Sarapan, Non. Bibi udah masakin nasi goreng spesial pakek telor dadar kesukaannya, Non.”

“Makasih, Bi.”

Senja mulai menyantap sarapannya seorang diri. Dengan alunan lagu shadows dari Ruth yang menjadi pengisi dalam keheningan. Di meja makan yang mampu menampung sepuluh orang ini, Senja hanya seorang diri. Kadang, kakak laki-lakinya yang bernama Jingga juga menemaninya. Namun untuk hari ini, lelaki yang merupakan ketua osis di sekolahnya itu harus berangkat lebih dulu sebelum Senja terbangun.

Usai menghabiskan sarapannya, Senja menaiki tangga dan memasuki kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia memilih mandi, setelah mandi dan berpakaian, ia kembali ke bawah dengan buku-buku di tangannya.

Seorang wanita cantik sudah duduk manis di sofa putih yang terletak di tengah-tengah ruangan. Ia tersenyum ketika matanya menangkap sosok Senja.

“Pagi Miss.” sapa Senja pada wanita yang merupakan guru privatnya itu.

“Pagi juga Senja,” Wanita itu mengeluarkan sebuah map yang berisi materi. “Jadi, hari ini kita belajar materi kimia kelas 12. Sudah siap, cantik?” Senja mengangguk antusias sebagai jawaban. Pertanyaannya sekarang, berapakah usia Senja?

Gadis yang memiliki IQ di atas 130 itu adalah seorang remaja berusia empat belas tahun yang bahkan sudah menguasai berbagai pelajaran yang diperuntukkan untuk orang-orang yang usianya lebih dari dirinya. Cerdas, bukan?

Sudah empat jam berlalu, pertanda pelajarannya hari ini telah berakhir.

“Miss, apa Senja nggak bisa masuk sekolah umum aja? Senja yakin Senja bisa lewatin tes masuknya. Senja nggak bodoh-bodoh banget, kok. Tapi, Mama sama Papa kenapa nggak izinin Senja kayak Bang Jingga.” ucap Senja sambil menunduk.

Wanita yang dipanggil miss itu langsung memeluk Senja dan mengusap rambut panjang gadis itu lembut layaknya seorang ibu.

“Sayang, kamu itu cerdas. Miss juga yakin kamu bisa masuk dengan mudah. Tapi ini adalah perintah orang tua kamu, dan miss yakin mereka mau yang terbaik untuk kamu.”

“Tapi Senja bosan. Senja juga pengen punya sahabat, punya banyak temen yang bisa diajak bercanda, Senja capek sendirian.”

Langit Dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang