EIGHT

39 3 0
                                    

Kanya POV

Entah apa yang telah terjadi tetapi rasanya baru kemarin aku bertabrakan dengan seorang Kenzo Pandigoro di D'Jackies dan sekarang kami sudah menjadi sangat dekat seperti sekarang ini.

Aku dan Kenzo sekarang dengan asiknya mengantri di Dufan. Kebetulan hari ini weekend, Kenzo mengajakku untuk ke Dufan. Awalnya aku kaget tapi, aku tak ingin menolak karena memang sudah beberapa kali aku menghabiskan waktu akhir pekanku bersamanya. Ya, kita sudah hampir sedekat itu.

"Mau gulali?" tanyanya saat kami sudah masuk di area wahana-wahana di Dufan.

"Ice cream?" saranku padanya.

Kenzo tersenyum sambil mengacak-acak rambutku gemas. "Yaudah, ayo." ajaknya sambil menarik tanganku ke arah stand yang ada di dekat wahana kora-kora.

"Chocolate?" tanya Kenzo.

"Hum," balasku antusias.

"Mba, es krim yang ini dua," kata Kenzo sambil mengeluarkan uang selembar lima puluh ribuan dari dompetnya dan kemudian memberikan uang itu pada kasir disitu.

Aku dan Kenzo pun melanjutkan perjalanan kami mengelilingi Dufan tanpa berniat menaikki wahana-wahana di sana. Sebenarnya, aku itu nyali cetek dalam hal seperti ini. Mendengar teriakan-teriakan mereka saja sudah membuat bulu kudukku berdiri.

"Kita naik halilintar, yuk?" tawarnya.

Halilintar? That fuckin' creepy roller coster? Oh, really?

Aku langsung ciut. "Um, halilintar?" ulangku.

"Iya. Seru loh. Ayo!" sekali lagi Kenzo menarik tanganku dan ikut masuk ke dalam antrian wahana halilintar.

Aku merutuki kebodohanku karena telah menyetujui ajakan Kenzo ke Dufan. Sangat bodoh, Nya.

"Ayo, Anya. Kita dapat barisan paling depan," kata Kenzo lembut.

Oh astaga. Aku selalu meleleh dibuatnya.

Setelah sabuk telah terpasang dengan baik dan sempurna, aku masih belum bisa menormalkan detak jantungku. Ini sangat menakutkan.

"Are you okay, Kanya?" tanya Kenzo khawatir melihatku sudah pucat. Sepertinya. Aku sendiri merasa aku sudah pucat.

"Um? Baik kok," poor me.

Kenzo langsung menggenggam tanganku mencoba menenangkanku. Mungkin. Tampaknya Kenzo mulai menyadari bahwa kemungkinan besar dia telah salah mengajakku menaikki wahana ini. Tapi, tak ada lagi yang bisa dilakukannya, kereta sialan ini sudah mulai berjalan menanjak.

Astaga.

Aku menutup mataku. Itu keputusan yang terbaik. Dengan cara ini, aku dapat menghilangkan rasa takutku. Biasanya cara ini manjur.

Aku mencobanya.

Dan, tibalah saat kereta gila ini meluncur ke bawah. Aku bahkan tak mengingat apa-apa lagi karena jantungku rasanya sudah lepas dan tertinggal di salah satu rel mengerikan tadi.

Jangan tanyakan Kenzo, sedaritadi pria itu langsung mencari tempat duduk terdekat dari wahana. Dia terlihat sangat khawatir.

"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?" tanya Kenzo khawatir.

Kamu. Aku lupa cerita. Minggu lalu Kenzo mengubah panggilannya menjadi aku-kamu denganku. Awalnya aku heran tapi alasan Kenzo menurutku cukup masuk akal.

"Kita itu beda tujuh tahun. Well, aku nggak suka kalau bahas masalah umur. Tapi, intinya lebih sopan kalau kita nggak pake lo-gue." katanya saat itu.

Somebody's MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang