Author POV
Anya berjalan sambil mengendap-endap ke dalam rumahnya. Bagaimana tidak, sekarang ini sudah pukul empat pagi dan seorang anak gadis penyandang nama keluarga Hadisukmana baru pulang sejak dia pergi ke sekolah kemarin pagi. Gila. Satu kata untuk Anya. Anya tidak sering pulang pagi begini kalau bukan karena balap liar. Setidaknya, malam ini Anya kembali meraup untung yang sangat banyak. Dia menang lagi!
Anya selalu merutuki rumahnya yang terlampau besar ini. Kenapa juga kamarnya harus ada di lantai dua? Kalau dia memanjat, Reno pasti bangun dan meneriakinya maling. Itu hal yang lebih buruk lagi. Tapi, mengendap-endap lewat pintu utama juga tidak bisa dikatakan hal yang cukup baik apalagi Ayah dan Ibunya baru saja tiba dari perjalanan rutin mereka.
Anya hanya bisa berdoa semoga nasibnya baik pagi ini. Dia bisa masuk ke kamarnya dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun dan bisa tidur sebentar, itu saja.
"Apa lagi kali ini, Bonneval? Alasan apalagi untuk hari ini?" sialnya satu suara yang bahkan sangat Anya hindari itu menyapanya dengan pertanyaan yang sungguh tidak ada lagi jawaban yang bisa dipercaya oleh Leonard Hadisukmana, ayahnya.
Mendengar suara Ayahnya yang terdengar lebih seperti kepada 'apakah kamu sudah siap mati?' atau yang lebih klasik lagi 'apakah ada pesan-pesan terakhir yang ingin disampaikan sebelum ajal mendatangimu?'. Sayang sekali, kali ini Anya tidak bernasib baik.
"Pa..pa?" sapa Anya dengan pelan. Bukan seperti sapaan kedengarannya melainkan kenapa papa jam segini belum tidur?. Well, jangan dihiraukan.
"Kaget?" tanya Leo datar namun sangat terdengar tajam di telinga Anya.
"..."
"Kamu kaget saya bisa tahu ada maling masuk, hm?"
"..."
"Kenapa diam?"
Please, not again. Biarin gue naik, please. Batin Anya mulai memelas.
"Anak macam apa... salah. Anak gadis mana yang pergi pagi pulang pagi, Bonneval? Hanya kamu! Apa dari kecil saya mengajarkan kamu untuk jadi liar seperti anak tidak berpendidikan, huh? Apa kurang semua didikan saya dan Catherine untuk kamu?!" bentak Leo dalam keremangan ruang tengah.
Bahkan, dalam keremangan sekalipun Anya masih tetap bisa merasakan tatapan tajam ayahnya itu. Ayahnya benar-benar marah saat dia berbicara menggunakan kata saya pada anak-anaknya. Ralat. Ayahnya hanya berbicara dengan kata saya khusus untuk Anya. Keempat kakak-kakaknya dan satu adiknya tidak pernah mendapat murka saya dari Leo.
Anya yang dibentak hanya bisa menundukkan kepalanya yang terasa sudah sangat berat itu. Seharian dia belum tidur dan hanya makan satu kali ditambah segelas rootbeer tawaran Benji tadi saat selesai balapan.
Anya hanya ingin tidur tanpa ingin mendengar Leo memarahinya lagi. Anya memang salah, tapi, dia sangat mendambakan kasurnya sekarang.
"Apa yang tidak kami beri buat kamu? Semua fasilitas kamu punya! Jangan beralasan saya dan Catherine pilih kasih dengan kamu dan saudara-saudara kamu. Kamu sendiri yang menyebabkan semua ini. Sikap liar kamu, Bonneval. Tolong, jangan sampai buat saya berkata lebih jauh lagi yang pastinya akan menyakiti kamu."
"..."
"Saya tidak punya pilihan lain lagi kalau sampai saya tahu kamu liar seperti ini lagi."
"..."
"Mengerti, kamu?" tanya Leo seakan-akan memerintah.
Anya mengangguk patuh. "Mengerti, Pa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody's Me
عاطفيةKehilangan seseorang yang berarti membuat kita sadar kalau memang hidup itu datang dan pergi. Hari-hari yang dijalani dengan tawa dan senyum ternyata tidak menjamin bahwa memang seseorang itu bahagia. Seorang Anya yang suka dengan lagu Elvis Presle...