Kenzo POV
Hari yang membosankan. Daddy mungkin sedang berencana untuk membunuhku. Bagaimana tidak? Dari tadi pagi aku sudah harus ikut rapat bersama para direksi dari kantor-kantor cabang serta dilanjutkan dengan inspeksi langsung ke lapangan. Dan lihatlah, pukul sembilan malam semuanya baru tuntas. Terkadang aku merutuki nasibku. Kenapa harus aku yang terlahir sebagai seorang kakak, kenapa bukan Kenneth?
Untuk memupus rasa lelahku, aku memutuskan untuk pergi ke D'Jackies. Malam Rabu pasti sangat sepi disana. Awalnya aku berencana untuk pergi bersama Benji, sahabatku sedari kecil. Tapi, anak itu sepertinya sedang sibuk berkutat dengan anak-anaknya. Mobil-mobil mahal yang berejejeran di garasi rumahnya. Well, sendiri juga tidak masalah.
D'Jackies adalah sebuah kafe yang berada di daerah Kemayoran. Lumayan dekat dari apartemenku. Aku sendiri tahu D'Jackies dari Senna. Tunanganku yang setahun lalu memilih menyerah pada sakitnya. Ya Tuhan, bahkan sampai saat ini rasanya aku masih sangat tidak rela melepaskannya. Terlalu sesak rasanya.
Setelah memesan menu biasa, aku langsung menuju ke salah satu tempat duduk yang biasa aku dan Senna tempati sambil membawa dua cangkir kopi hangat. Tapi, langkahku terhenti ketika melihat ternyata seorang gadis telah mengambil tempat milik Senna. Aku tidak marah, hanya penasaran karena setahuku banyak orang berkata bahwa itu adalah bangku angker. Sialan mereka.
"Lo lagi," sapaku pada gadis Bob Dylan itu.
Kanya menoleh sambil melepas earphonenya. Dia tersenyum tipis sambil mengambil secangkir kopi dari tanganku.
"Pede banget lo ngambil punya orang." kataku.
"Makasih,"
"Ya Tuhan."
Kanya terkekeh. "Nanti gue ganti deh. Lagian baunya enak jadi ngiler gitu," katanya sambil memfokuskan kembali matanya pada novel karya Anthony Trollope yang judulnya The Way We Live Now itu. Aku ingat bahwa itu adalah salah satu novel kesukaan Senna.
Senna dan Senna.
"So, lo nyamperin gue kesini cuman penasaran sama playlist gue kali ini 'kan?" lihatlah gadis tengil ini. Dengan senyum percaya dirinya dia menyerahkan sebelah earphonenya padaku.
"Kali ini apa?" tanyaku mulai memasang earphonenya ke telinga kananku.
"Not really oldies like usual. Elvin Presley," jawab gadis itu sambil dengan nikmat menyeruput kopinya.
"One Night, hm?" kataku sambil tersenyum.
Kanya langsung mengangguk antusias kemudian turun dari kursinya dan dia menarik tanganku untuk ikut berdansa bersamanya. Wait, gadis ini gila. Walau memang D'Jackies sedang sepi tapi tetap saja beberapa pengunjung menatap kami sambil geleng-geleng kepala. Ya. Kalau aku di posisi mereka pun aku akan memikirkan hal yang sama. Weirdos.
"Pernah dengar kalimat 'fuck what they think', kan?" bisik gadis itu.
"Lo nyuruh gue mikir fuck what they think, juga?"
"Because nobody dies a virgin," tambahnya.
"And life fucks all," sambungku.
"Kurt Cobain. Simple. But, it sounds so good, kan?" katanya sambil mulai memutar-mutarkan tubuhnya sesuai dengan alunan One Night With You dari Elvis Presley.
Aku hanya tersenyum karena aku sadar bahwa sekarang ini aku sudah gila saat mengikuti Kanya ke podium.
Weirdos.

KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody's Me
Roman d'amourKehilangan seseorang yang berarti membuat kita sadar kalau memang hidup itu datang dan pergi. Hari-hari yang dijalani dengan tawa dan senyum ternyata tidak menjamin bahwa memang seseorang itu bahagia. Seorang Anya yang suka dengan lagu Elvis Presle...