The Meaning Of Love

119 12 10
                                    


Part 1
MUBANK, Jakarta.

Aku tengah menghafal lirik lagu The Meaning Of Love di depan kaca. Mematut diri, melihat seperti apa tampilanku disana. Aku menelengkan muka, menilai diriku sambil bersenandung lirih. Well, kurasa semua sempurna, kata hatiku sambil menarik napas panjang tepat sebelum refrain The Meaning Of Love kunyanyikan.

Cinta, apakah arti cinta bagimu?

Aku termenung di titik itu. Mendadak wajah Dara muncul dalam ingatanku. Aku pernah dekat dengannya lima tahun silam. Sebelum aku mendaftar audisi Rising Star di salah satu teve swasta dan menjadi finalis yang mendapat pelatihan di Korea bersama ketiga finalis lainnya-Pierre, Jazz, dan Al. Dara adalah cewek kesekian yang dekat denganku. Satu-satunya orang yang bertanya apa arti cinta bagiku.

Aku menatapnya tak paham. Dara membalas dengan tatapan serius, khasnya bila ingin tau sesuatu. Main-main aku mengatakan,

"Cinta tak ubahnya kembang semusim. Ia berbunga untuk kau nikmati keindahannya di musim itu saja. Lalu jika bosan, kau bisa menggantinya di musim berikutnya."

Mata bulat itu terbelalak mendengar keterusteranganku. Dipikirnya mungkin aku akan mengatakan jawaban puitis bahwa cinta itu perjuangan tanpa henti-henti. Dan kau harus mempertahankannya sampai mati.

Oh, no! Aku tak mau berlaku sebodoh itu. Aku tak ingin kehidupanku berakhir seperti Papaku. Ia mencintai seorang perempuan, penuh kesungguhan, memaafkan kesalahannya berulang-ulang untuk kemudian ditinggalkan.

Kau mau tahu siapa perempuan itu?

Perempuan itu Mamaku, seorang perancang terkenal yang kini hidup Amerika. Mungkin kau tidak mengenalnya jika kusebutkan nama aslinya. Tapi bila kusebutkan nama bekennya Marla Godesa, kau pasti langsung manggut-manggut memahaminya.

Marla Godesa adalah model terkenal tahun sembilah puluhan. Namanya dikenal tak hanya di Indonesia, tetapi juga di manca negara. Ia punya kecantikan yang unik, yang tak di dapat pada model lainnya. Ia bermata sipit dengan rambut ikal, bermata coklat terang dengan tatapan tajam. Itulah yang membuatnya melesat bak meteor selain karena ia pintar dan pekerja keras.

Setelah menikah dengan Papaku ia memilih melepaskan diri dari karier modeling-nya dan memilih jadi perancang busana. Rancangan awalnya segera disukai orang karena simpel dan bisa dipadupadankan. Itulah yang membuat namanya melambung kemudian.

Papaku, Ikrar Hikmawan, seorang pria biasa. Pria sederhana yang berpikir bahwa kebahagiaan adalah secangkir kopi hangat dan senyuman anak istrinya saat pulang ke rumah. Tidak suka mampir ke kafe atau mendatangi pesta. Sebab rumah adalah segalanya. Ia juga tipe setia. Tidak terpikir untuk mendua walau banyak kesempatan melakukannya. Bagaimana tidak? Ia gagah, tampan, dan punya pekerjaan mapan. Konon katanya banyak perempuan mengejarnya walau tahu ia sudah punya Marla Godesa.

Sebaliknya tidak begitu dengan Marla Godesa. Bukan itu impiannya. Dalam cetak biru hidupnya ia bertekad untuk menjadi seorang desainer kelas dunia. Disegani tak hanya di Asia Tenggara, tapi juga ke seluruh dunia. Untuk itulah dia mengorbankan apa saja. Termasuk keluarga dan pria yang dicintainya.

Tentu saja Papaku tak terima. Mereka berdebat hebat karenanya. Mama berkata, ia ingin melebarkan sayapnya. Tak melulu di rumah mengurus anak, suami, dan rumah. Papa menjawab, ia mengerti mimpi-mimpi Mama. Namun Papa berharap ia tak melalaikan kewajibannya sebagai istri dan Ibu. Jangan karena kesibukan itu Mama lupa mengurus aku dan Papaku.

Perdebatan panjang itu tak mencapai titik temu. Pada akhir percakapan, Mama segera bergerak ke kamar utama. Cekatan ia pindahkan sebagian baju tidurnya ke kamar tamu dan ia memilih tidur disana ketimbang bersama suaminya, Papaku.

Sejak itu hubungan keduanya semakin renggang. Mamaku pun mulai jarang pulang. Lebih banyak berada di kantornya ketimbang di rumah kami. Mama beralasan sibuk menyiapkan pesanan. Sebagian alasan itu benar. Sebagai perancang baru yang mendapat sorotan baik media-media fashion, Mama mulai kebanjiran pesanan baju. Tak hanya dari Indonesia bahkan dari manca pun juga. Sebagian alasan lainnya adalah kebohongan. Ia mulai sering menghabiskan waktu bersama kawan-kawan barunya. Kalangan atas yang kerap mengundangnya untuk menghadiri pesta-pesta mereka. Entah pesta koktail, makan malam, syukuran, atau sekedar kumpul teman. Tapi bukan sekedar menghabiskan waktu secara biasa, Marla Godesa punya tujuan didalamnya. Ia ingin memperluas jaringan bisnis melalui pertemanannya dengan mereka.

Dari situ Mama berkenalan dengan seorang pria asing berkebangsaan Swiss. Bankir tampan, kaya, dan tentu saja punya selera yang sama dengan ibuku atas banyak hal. Baju bagus, mobil mewah, berlibur ke tempat-tempat indah yang sulit dipenuhi jika hanya jadi istri Papaku. Dan yang terpenting bisa bermanfaat untuk kepentingan bisnisnya.

Mula-mula Papaku tak mengetahuinya. Namun gosip berkembang cepat di luar, tak ayal hal itu membuat Papaku gusar. Namun ia memilih diam, memendam kesedihannya di dalam. Mamaku sendiri selalu berkelit tiap kali Papa bertanya kebenaran gosip tersebut. Bahkan dengan lantang menantang Papaku untuk mencari buktinya. Tentu saja buktinya tak ada, sebab saat Papa mengonfrontasinya, bankir Swiss tadi telah hengkang dari hidupnya. Mereka putus karena pria itu ternyata punya cinta lainnya.

Lepas dari pria itu, Mama menjalin cinta dengan seorang model Rusia yang pernah memeragakan busananya. Tak sampai lama, hanya dua bulan saja. Mamaku menendangnya karena ia merasa Vlad, si Rusia, hanya ingin uangnya saja.

Rumor kedekatan Mama dengan Vlad bukannya tak diketahui Papaku. Namun Papaku memilih untuk tidak membesarkannya demi diriku. Aku masih berumur lima kala itu.

Tetapi petualangan Mama rupanya tak berhenti sampai disitu. Eddie adalah pelabuhan berikutnya setelah Vlad. Semula Papaku tak mengetahuinya. Sampai satu ketika ia tak sengaja bertandang ke kantor Mama selepas senja, mengabarkan aku sakit dan perlu Mamanya. Papaku datang tanpa curiga. Ia diam terpaku diambang pintu kantor Mamaku, melihat dua orang sedang asyik masyuk disitu. Seorang pria asing yang dikenal Papa sebagai Eddie, sang diplomat Belanda dan satunya lagi, istri tercintanya.

Keduanya tidak menyadari kehadiran Papa sampai kemudian suara pintu yang tertutup mengagetkan keduanya. Mama segera bangkit dan merapikan bajunya, berlari menuju pintu, dan terkejut melihat punggung suaminya. Ia bergegas mengejar Papaku, tak menghiraukan panggilan kekasihnya. Terlambat, saat ia tiba di halaman depan kantornya, hanya tinggal asap mobil Papaku yang tersisa.

Gugatan cerai dilayangkan Papaku setelahnya. Media-media pun ramai mencari Papa dan Mamaku. Tak lain dan tak bukan untuk mendapatkan penyebab perceraian tersebut dari keduanya. Pada mulanya tak ada yang mau membuka mulutnya. Terlebih Papaku. Seperti apapun cecaran wartawan, hanya senyum yang ia suguhkan.

Dan pernikahan selama delapan tahun itu pun berakhir dengan keributan perihal hak asuh anak dan harta gono-gini. Media-media ramai meliputnya, lengkap dengan drama tangisan ibuku setiap kali ada wartawan mewawancarai perceraian mereka. Begitu banyak hal buruk dikatakannya, hingga Ayah tersudut dibuatnya. Seolah-olah Ayah-lah biang kerok perceraian mereka. Menghadapi itu Papaku tenang-tenang saja. Walau mungkin di dalam sana hatinya, membara Papaku tetap diam setiap kali wartawan menanyakan kebenaran beritanya.

Saat perceraiannya sudah disyahkan pengadilan agama ayahku berkata ,"Hari ini kita akan pindah, Nak..."

"Kemana, Pa?"

"Pulang ke rumah Nenek."

"Mengapa?"

"Nggak apa-apa."

"Sama Mama juga kan?"

Papa menundukkan wajah saat itu juga. Lalu berjongkok di hadapanku sambil berkata lirih ,"Mama tetap disini."

"Kok, begitu? Kenapa?" Aku memandang Papa tak mengerti.

Mata pria itu berkaca-kaca. Ia menyusut air mata di pojok matanya saat berkata ,"Mama dan Papa sudah pisah, Nak."

"Pisah, Pa? Kenapa?"

Papaku yang baik tak pernah mengatakannya. Ia menyimpan rapat kisah dukanya hingga aku dewasa. Tak sekalipun menjelekkan Mama meski orang-orang di luar sana mengatakan sebaliknya.

source images : http://pixabay.com

*Bersambung

KEEN, ONE OF A KINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang