Maldives, dua minggu setelah Mubank Jakarta.
Aku tak menyangka liburanku kesana akan mempertemukanku dengan Keyla. Gadis jangkung itu terjatuh duduk setelah aku menubruknya tanpa sengaja di lobi hotel tempatku menginap. Kala itu aku memang tergesa-gesa, hendak menyusul anggota boyband High End lainnya yang sudah berada di lokasi pemotretan. Sebab itu kewaspadaanku berkurang. Merasa tak enak, aku meminta maaf sambil membantunya berdiri. Lalu pergi setelah memastikan ia tak apa-apa.Aku sudah melupakan pertemuan itu hingga melihatnya kembali di hall hotel Jade, saat peluncuran kosmetik Zora, dimana boyband High End menjadi pengisi acaranya bersama girlband Vanilla dan penyanyi muda berbakat, Arletta. Setengah tak percaya aku memandangnya. Aku yakin gadis bergaun putih yang sedang berbincang dengan Bu Karin, CEO Zora, adalah gadis yang kutubruk di lobi hotel dulu. Tertarik dengan kemolekannya aku segera mendekat. Setelah berbasa-basi aku berusaha mengajaknya bicara. Tidak seperti gadis-gadis yang lain, ia acuh tak acuh saja. Setiap pertanyaanku dijawab pendek-pendek dan seperlunya.
Yang lebih menjengkelkan saat aku berpaling sejenak, ia berlalu tanpa pamitan. Betapa kurang ajar gadis itu! Tidak tahukah ia siapa aku? Geramku tepat ketika Al datang sembari berujar ,"Nggak nyangka ternyata brand ambassador Zora pembalap."
"Siapa?" Aku melengak.
"Yang kau ajak bicara tadi."
"Oh, ya? Memangnya siapa dia?" Aku mulai penasaran.
"Keyla Nadindra Pradipta. Putri konglomerat Yoga Pradipta, mantan pembalap tahun 80-90 an. Ia satu-satunya pembalap wanita yang masuk empat besar di Asian Formula Renault Mei tahun silam. Ia juga..."
Aku tak memperhatikan lagi apa yang Al katakan kemudian. Yang aku tahu, aku harus bisa mendapatkan dia.
***
Aku membaca ulang data-data yang kukumpulkan. Semua tentang Keyla. Ia bungsu dari tiga bersaudara. Kuliah komunikasi di Universitas Wedyatama semester 3. Hobi berkuda di kala senggang. Menyukai perhiasan etnis. Baby's breath dan mawar putih adalah bunga favoritnya. Senang menyantap masakan Jepang. Dan satu lagi yang paling penting, nomor teleponnya.
Tanpa pikir panjang aku mulai beraksi. Kupesan rangkaian baby's breath dan mawar putih untuk dia. Disertai ungkapan singkat berisi kekagumanku padanya kurasa itu bisa menjadi awal pintu masuk kepadanya.
Aku salah duga, Keyla tak terkesan. Rangkaian bunga itu diberikannya pada seorang kawan. Aku tahu dari seorang mata-mata yang telah kubayar. Aku tidak patah arang. Baru sekali, masa iya balik kanan? Aku yakin gadis itu akan takluk bila digempur terus-terusan. Seperti gadis-gadis lain sebelum dia.
Maka berlusin-lusin rangkaian baby's breath dan mawar pun kembali kukirimkan. Nasib mereka sama seperti bunga yang pertama kali kukirimkan. Layu di tempat orang lain atau justru di tempah sampahnya. Pada kiriman terakhir ia menitipkan pesan padaku lewat pengirim kembang.
Katanya ,"Terima kasih, bunganya indah. Tetapi, lebih indah bila uang yang Anda habiskan untuk membeli bunga-bunga itu disumbangkan pada yang lebih memerlukan."
Pesan itu secara fisik tidak memberi efek apa-apa. Namun, di dalam sana aku remuk seperti diinjak-injak sekumpulan kuda.
Aku perlu rehat sejenak sebelum akhirnya memulai usahaku untuk menarik hati Keyla. Kali ini tidak lagi bunga, tetapi kegemarannya yang lain yaitu perhiasan etnik. Dibantu seorang kawan yang bekerja sebagai fashion stylist aku membeli beberapa kalung-kalung etnik. Berhasilkan? Tidak! Perhiasan etnis itu kembali semua kepadaku. Utuh tak kurang suatu apa.
O, gila! Aku mulai bingung harus bagaimana. Dan Tuhan membukakan jalan meretas kesulitan itu lewat tayangan infotainment di salah satu televisi. Infotainment tersebut membahas Keyla yang kerap bersinggungan dengan kegiatan sosial dalam kesehariannya. Jika senggang ia sering terlibat dalam yayasan amal yang didirikan sang mama, Parimirma.
Kebetulan yayasan tersebut sedang menggalang dana untuk korban banjir bandang di daerah Padang. Mereka menerima bantuan apapun, mulai selimut, pakaian, sampai sembako untuk dikirimkan pada korban banjir tersebut. Maka kesanalah kaki kulangkahkan.
Kebetulan Keyla sendiri yang menerima. Sebenarnya bukan kebetulan. Lebih tepatnya telah kurencanakan. Mata-mata yang kupercaya memberitahuku kalau hari ini ia akan hadir di kantor yayasan sang Mama. Bertugas sebagai penerima bantuan seperti relawan lainnya. Demi menyempurnakan sandiwara aku bahkan pura-pura terkejut saat bertemunya.
"Lho kok kamu?" Aku menunjuk dirinya.
Sambil mengerutkan kening ia balik bertanya ,"Kamu sendiri mau apa kemari?"
Aku menyapu pandang ke sekujur ruang, baru kemudian menjawab ,"Tentu saja untuk menyumbang, masa menyanyi?"
Seloroh ringanku membuat Keyla tergelak. "Kupikir...," sambungnya diantara tawa renyah.
Selesai memberikan bantuan aku segera pulang. Tak ada lagi embel-embel lain selain pesan jika yayasan Parimirma butuh bantuan donasi, silakan hubungi aku kapan saja.
Rupanya kalimat itu manjur juga. Setiap kali mereka punya acara menggalang dana, Keyla selalu menghubungiku. Entah dia sendiri atau justru meminta tolong staf yayasan. Seringnya bertemu membuat kami dekat satu sama lain. Dari situ aku tahu ia tidak sejutek yang kukira. Ia ramah, pintar, berwawasan luar, serta menyenangkan. Benar-benar kawan yang asyik untuk berbincang.
Masalahnya, bukan itu tujuanku sejak awal. Aku ingin hubungan yang lebih dari kawan. Sayangnya tak berpikir ke arah sana. Beberapa kali coba kusuarkan sinyal tak ada tanggapan. Kenyataan itu membuatku gulana. Sungguh, belum pernah aku seperti ini demi meraih cinta kaumnya Mama.
image source : http//pixabay.com/

KAMU SEDANG MEMBACA
KEEN, ONE OF A KIND
RomanceBagi Evan Maximiliano Himawan, anggota boyband High End, cinta tak ubahnya kembang semusim. Ia akan menikmati keindahannya pada musim itu saja. Dan jika bosan ia bisa mengganti pada musim berikutnya. Hingga muncul Keyla Nadindra Pradipta dalam hidup...