Mengapa? Mengapa mereka berdua membuatku bimbang? Ah, lagi-lagi aku bingung. Aku lupa, aku tak tau apa-apa tentang cinta.
-Aisya-
-
-
-
Mataku perlahan terbuka, ah ruangan yang serba putih dan samar-samar berbau sesuatu, seperti obat.
"Udah baikan, Ais?" suara yang sangat familiar. Tunggu biar kuingat-ingat dulu. Radi yah itu suara Radi.
"Kamu tadi pingsan." suara yang berbeda, tapi sepertinya pernah dengar. Saat wajahku menoleh kearah sumber suara itu betapa kagetnya aku, itu suara Kak Arka.
"Kenapa aku bisa disini?" tanyaku sambil memegangi pelipisku yang terasa seperti ditusuk-tusuk seribu jarum.
"Kamu tadi nggak sengaja kena pukulan gue, terus kebentur meja keras banget dipelipis sama dijidat terus pingsan deh. Terus kami langsung bawa kamu ke rumah sakit." jelas Radi merasa bersalah.
***
"Maaf...." kata-kata yang keluar dari mulut Radi setelah Kak Arka pamit keluar sebentar.
"Hm?"
"Gara-gara saya kamu jadi masuk rumah sakit."
"Saya? Kaku banget sih. Udahlah Rad semua itu, emang nggak disengaja jadi kamu tenang aja. Kita kan temenan udah lumayan lama."
"Eh, kenapa kamu tadi bilangnya 'saya'? Nggak salah nih aku denger? Radi murid yang paling nakal, dan selalu bilang gue-loe ke semua orang tanpa memandang umur. Bilang ke gue pake 'saya'? Nggak salah denger gue?" tanyaku menggoda sambil bercanda.
"Ya, soalnya kan saya yang salah. Jadi, biar lebih menghormati aja." jawab Radi dengan kata 'saya' lagi.
"Yaudah, sekarang kita panggilnya aku-kamu aja." entah iblis apa yang masuk kedalam tubuh gue, gue menganjurkan Radi manggilnya aku-kamu? Yah udah terlanjur.
Dan lebih parahnya lagi, Radi mengangguk tanda setuju.
"Oh ya Syah. Tadi sebenernya aku udah telpon Mama sama Papa kamu pake HP kamu buat ngabarin kalo kamu masuk Rumah Sakit, tapi nggak aktif." kata Radi.
"Emm, mungkin lagi dipesawat soalnya tadi Mama sama Papa bilang mau ke Riau ngurus tanah disana. Mungkin sampe seminggu disana."
"Ohh, jadi kamu sendirian dirumah dong?"
"Nggaperasaanya Bi Inah, jadi nggak sendiri."
"Jadi, aku boleh dong maen kerumah kamu weekend ini."
"Boleh, tapi mau ngapain?"
"Aku mau belajar."
Mendengar jawabanya aku langsung tertawa, Radi hanya diam.
"Udah ketawanya?" tanyanya.
"Udah kok. Tapi aku bingung aja, Radi yang paling anti sama belajar, dan katanya kalo pegang buku kulitnya langsung alergi saking nggak sukanya. Sekarang mau belajar sama aku?"
"Soalnya kamu pinter."
***
Sekarang aku boleh pulang dari rumah sakit, Radi mengantarku pakai mobilnya. Dia sengaja mengambil mobinya karena kalo aku pake motor takutnya kenapa-napa, yah itulah alasanya.
"Rad?" tanyaku didalam mobilnya.
"Hm?"
"Kenapa kamu mau belajar sama aku? Kan masih banyak yang jauh lebih pinter dari aku."
"Karena guru les itu bukan cuma modal pinter doang, tapi juga harus buat muridnya nyaman."
"Dan aku.... Nyaman sama kamu." lanjutnya.
DEG
Mukaku memerah, aku pun mengalihkan pandanganku ke arah jendela.
***
Aku merebahkan diriku dikasur. Setelah ganti baju, aku pun segera keluar menemui Radi.
"Kamu nggak sibuk?" tanyaku.
"Nggak. Emang kenapa?"
"Soalnya kamu disini, mana udah sore lagi. Nggak dimarahin Bunda kamu?"
Seketika dia tertawa.
"Ada yang salah?"
"Nggak sih."
"Trus kenapa ketawa?" tanyaku lagi.
"Soalnya kamu tuh anak rumahan banget."
"Anak rumahan?"
"Iya, anak yang sepu-sepu."
"Sepu-sepu? Apaan lagi tuh?" tanyaku tak mengerti bahasa yang dia pakai.
"Sekolah-pulang-sekolah-pulang."
"What?"
Aku menyeduh teh hangat yang baru saja diantar oleh Bi Inah.
Hening...
"Eh, aku cabut ya Ais. Soalnya belum kerjain PR."
Baru saja Radi yang akan keluar dan sudah memegang gangang pintu, dia berbalik.
"Eh, Ais minta nomor telpon kamu dong, biar kalo ada pelajaran yang susah bisa tanya. Sekalian mempererat silaturahmi aja."
Aku hanya mengelus-elus jidatku yang diperban karena kejeduk meja.
'Kyaaaaaaaaaaaa'
rasanya hatiku berteriak gembira
***
TBC
See you💙❤💚💛💜
B-e-m-o-o-r-i
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Radi
Teen Fiction"Ku kira, aku mencintainya. Tapi, aku salah. Ternyata, selama ini aku mencintai sahabatku sendiri." (Aisya Larasvati Nugroho? ---- "Aku mencintainya. Walau aku tau diaencintai orang lain, yang tak lain adalah musuh bebuyutanku sendiri. Tapi, aku ci...