16. Patah Hati

36 5 0
                                    

Ini masih tentangku dan Kak Arka, Kak Arka kamu membuatku patah hati di chapter ini.

-Aisya Larasvati Nugroho-

-
-
-


"Assalamu'alaikum Tante Tika." suara yang sangat familiar ditelingaku.

Fath.

"Loh Aisya?" tanya Fath.

"Fa..fath?"

'Kenapa Fath bisa ada disini?'

Fath pun segera memeluk Tante Tika, seperti seorang anak dan ibu, akrab sekali.

"Eh Fath? Oh..ini toh yang dari tadi ditungguin Arka? Pantesan dia semangat banget nungguin kamu?" kata Tante Tika pada Fath.

Aku hanya menunduk.

"Ehem." Kak Arka berdehem.

"Mah, Fath udah dulu dong kangen-kangenannya. Aku mau menyampaikan sesuatu yang penting buat masa depanku." kata Kak Arka dengan wajah serius.

Fath masih dengan posisi berdirinya, sedangkan Kak Arka mulai berlutut dihadapan Fath.

'Sesuatu yang buruk akan terjadi.' batinku cemas.

"Mama, Aisya. Kalian jadi saksi." kata Kak Arka sambil mengeluarkan bunga mawar besar yang indah yang entah ia simpan dimana sebelumnya.

"Fath, kamu adalah wanita kedua yang mampu membuat hatiku bergetar sesudah Mamaku. Kamu adalah wanita yang membuatku tak bisa tidur karena memikirkanmu." Kak Arka menarik nafas sejenak.

"Fath, maukah kamu menjadi bidadari yang mendampingiku suatu saat nanti? Jika kamu menolaknya, jangan terima bunga mawar putih ini. Tapi jika kamu menerimanya terimalah." kata Arka dengan wajah tegang sambil menyodorkan bunga mawar putih yang dimaksud.

Sementara, Fath hanya tersenyum sambil memandangiku dengan tatapan yang sepertinya... Penuh kemenangan.

Fath mulai mengulurkan tanganya untuk mengambil bunga tersebut.

"Aku mau kok, Kak." jawabnya sambil malu-malu.

Langit rasanya mulai runtuh saat ini, lututku lemas tak mampu berjalan, untung saja aku dalam posisi duduk.

PLOK PLOK PLOK

Suara tepukan tangan dari Tante Tika,

"Ayo dong, Ais. Tepuk tangan." ajak Tante Tika.

Aku hanya menundukan kepala.

***

"Fath, ayo aku anterin pulang." ajak Kak Arka pada Fath, saat kami ada di depan rumah Kak Arka.

Sementara yang diajak hanya menganggukan kepala.

"Aisya, kamu juga dianterin ya?" kata Kak Arka padaku.

"Ah...ng..nggak usah kok. Nanti aku malah ganggu lagi."

"Enggak, kamu dianter sama sopir." lurus Kak Arka yang membuat jantungku hampir copot dan malu.

"Udahan ya Ais." kata Kak Arka sembari menarik tangan Fath, menuju mobil pribadinya.

PLUK

Tiba-tiba tangan Tante Tika menepuk pundaku dari belakang yang membuatku terperanjat kaget.

"Namanya juga pasangan baru. Pasti maunya berdua terus." kata Tante Tika sambil memperlihatkan senyumnya, senyum yang sama pada bibir Kak Arka.

Aku hanya tersenyum palsu.

***

"Disini Neng?" tanya sopir pribadi Kak Arka yang sebelumnya diberi perintah oleh Kak Arka untuk mengantarku pulang.

"Iya, terima kasih Pak."

Tanpa komando, aku langsung berlari masuk ke dalam rumah sambil mengeluarkan air mata patah hati.

"Kamu kenapa, Syah?" tanya Bunda cemas saat melihatku menangis.

Aku hanya menggeleng sambil masuk ke kamar.

DUAK

Suara pintu kamar yang ku banting menjadi pelampiasaanku.

Di balik pintu, aku langsung menangis sejadi-jadinya.

"Syah, Aisya? Kamu kenapa? Ayah sama Bunda kawatir." tanya Ayah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku.

"Nggak Yah. Aisya nggak apa-apa." jawabku meyakinkan Ayah.

Hening...

KRING KRING

Suara jam weker yang biasanya mengganggu tidurku yang nyenyak.

Aku terbangun, ternyata dari semalam aku tidur dengan posisi duduk menyender pintu.

Rasanya tubuhku tak niat untuk pergi ke sekolah pagi ini.

Aku langsung keluar dari posisiku menuju cermin besar yang biasa ku gunakan untuk mengaca.

Mataku sembab. Pasti ini karena menangis semalam. Pikirku.

Aku segera keluar dari kamar. Meminta izin Bunda dan Ayah untuk tidak berangkat sekolah hari ini. Ayah dan Bunda pun mengiyakan.

Berkali-kali Ayah dan Bunda menanyakan mengapa aku menangis semalam. Tapi aku selalu menggeleng, enggan menceritakan.

***

Radi [POV]

Aku segera mengemasi koperku. Ada banyak barang yang harus kubawa. Aku akan segera bersekolah di Malaysia, tempat Mama berada. Ya, aku memutuskan untuk ikut Mama dari pada Papa. Berkali-kali aku meyakinkan Papa untuk tinggal bersama Mama.

Berkat kerja kerasku untuk meyakinkan beliau. Papa pun mengizinkan.

'Ah, bakalan kangen nih sama Aisya.' batinku,

Jadi teringat Aisya. Ngomong-ngomong soal Aisya, jadi teringat pertanyaannya lusa kemarin.

"Emang kenapa kalo aku deket sama Kak Arka?"

DEG

Waktu itu, aku hanya diam membeku mendengar pertanyaanya.

Aku segera mengambil ponselku. Mencari kontak Aisya.

Aku terdiam,

Segera ku urungkan niatku. Aku tak ingin mengganggu Aisya dan Arka, walau aku yakin Arka hanya menganggapnya seorang adik. Tapi, bukan berarti aku tak serius dengan Aisya.

Ya, aku mencintai gadis itu. Dan aku akan berjuang keras di Malaysia, agar aku bisa sukses dan melamarnya kelak.

'Yah, pasti. Tunggu aku 6 tahun lagi, Aisya.' batinku sambil mengepalkan tangan.

***

TBC

Note :

Hallo, gays. Ini part 16 sama 17 selisih waktunya dikit banget lo. Dari aku baru aja mem-plublikasikan part 16, langsung aku nulis part 17. Tanpa ba-bi-bu aku langaung mem-punlikasikan part 17. Cepet kan? Oh ya, ini tentang Arka dan Fath. Jangan salah dengan sifat Fath yang sok suci itu. Dia tuh sebenernya jahat banget. Sumpah, aku benci banget sama si Fath👹 Tapi gaes, si Aisya menurut kalian sifatnya kayak gimana? Menurutku Aisya itu masih labil. Dia nggak tau sebenernya suka sama Kak Arka atau Radi. Maklum lah dia itu kan masih ABG, baru lulus SMP.

See you💩

Satu RadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang