15. Menuju patah hati

38 4 0
                                    

Ini bukan tentangku dan Radi. Ini, tentang aku dan orang yang ku panggil dengan nama Kak Arka. Kak Arka, kita adalah teman. Tapi, apa kamu tak mau lebih dari itu?

                           -Ais-
-
-
-

"Oh ya, Syah. Besok ke rumah saya ya?" ajak Kak Arka yang ada didepan kelas Aisya.

"Buat apa kak?" tanyaku penuh tanya pasalnya tidak biasanya Kak Arka mengajaku pergi apalagi makan malam.

"Saya undang kamu makan malam. Sama Mama saya juga ada. Pokoknya kamu datang ya? Saya buat surprise buat kamu." jawabnya disertai senyum khasnya padaku.

Kalian pasti tau apa reaksiku. Yak sekarang wajahku merah padam.

'Surprise? Buat aku?'

"Bisa Syah?" tanya Kak Arka memastikan.

"Bi..bisa Kak." jawabku gugup.

"Kamu kenapa Syah? Kok mukanya kayak lagi blushing gitu?" tanya Kak Arka sambil menyentuh keningku dengan telapak tanganya yang besar.

"Ng..ng..ngak kok Kak, aku masuk dulu ya Kak? Bye." kataku sambil melepaskan tangan Kak Arka dari keningku, tanpa ba-bi-bu, aku langsung masuk ke kelas yang hanya beberapa meter jaraknya dariku.

Kulihat dari kaca jendela wajah Kak Arka kebingungan, dan dia pun pergi."

'Kyaaa ini pasti ada apa-apanya nih. Sampe diundang makan malam segala ada Mamanya lagi.' batinku kegirangan sambil meloncat-loncat, biarlah semua teman-temanku yang ada di kelas menganggapku tidak waras.

***

"KYAAAAAAA." teriak Anwar di taman sekolah. Saat ini adalah istirahat kedua.

Semuanya sudah ku ceritakan pada Anwar, teman curhatku ini. Semua, tentang makan malam itu. Dan kalian tadi baru saja membaca reaksi Anwar, yak teriak-teriak di taman sekolah, untung tempat ini sepi.

"Lu kaget kan?" tanyaku setelah puas mendengar reaksi Anwar.

"Lu tega banget sih, Neng." kata Anwar di luar perkiraan.

"What? What do you mean, Anwar?"

"Maksud gue? Maksud gue loe tega banget sih, Neng. Loe ngelupain Radi, Neng. Dan loe lebih milih si Arka."
Jawab Anwar dengan nada tinggi.

Tanpa ba-bi-bu dia pun langsung pergi dan meninggalkanku yang duduk sendirian di bangku taman yang terbuat dari besi.

Sebelum dia melangkah lebih jauh dia sempat mengatakan,

"Noh, makam tuh si Ketua osis." katanya sambil menunjuk Kak Arka yang ternyata tak jauh dariku.

Aku masih diam membeku.

"Hei," sapa seseorang dengan senyum khasnya, siapa lagi kalo bukan Kak Arka.

Aku masih diam membeku, gara-gara sifat Anwar tadi yang membuatku bingung.

"Kok diem?"

"Eeh, i..iya Kak, bukan apa-apa kok." jawabku disertai senyum palsu.

Dia hanya mengernyitkan alis. Kak Arka duduk disebelahku tidak menyisakan jarak. Mepet banget, membuatku salah tingkah.

Hening...

"Nanti jam 7 saya jemput." kata Kak Arka mematikan keheningan.

"Oh..o..oke."

NGUING NGUING NGUING

Bel berbunyi, tanda istirahat telah usai. Kak Arka segera meninggalkan taman.

"Nanti dandan yang cantik ya, Ai." kata Kak Arka sambil berlari.

Sementara, aku disini hanya tersenyum tipis.

***

Aku masih menatap tmemastikan bahwa aku benar-benar cantik malam ini. Entah sudah berapa kali aku menanyakan pertanyaan yang sama pada Bi Inah.

"Udah cantik belom, Bi?"

"Udah Non. Gimana pun Non Ais paling cantik disini." puji Bi Inah sambil mengacungkan jempol.

"Ah Bibi bisa aja. Bibi juga cantik kok."

TIN TIN

Segera ku langkahkan kakiku menuju jendela untuk mengecek keluar, dan  benar saja itu adalah suara klakson mobil Kak Arka.

Setelah berpamitan pada Ayah dan Bunda aku pun segera menghampiri Kak Arka dengan senyum yang lebar.

"Kamu cantik hari ini," pujinya.

"Cuma hari ini? Berarti aku biasanya nggak cantik dong?"

"Enggak kamu hari ini, sampai kiamat pun tetap cantik kok."

Dia membukakan pintu mobilnya, yang membuatku tersipu.

"Cantik itu nggak selamanya Kak. Nanti kalau kita udah di liang lahat, kecantikan atau ketampanan kita juga akan hilang dimakan ulat-ulat dan belatung. Kecuali, ada benerapa orang yang jasadnya tetap utuh selamanya. Misalnya orang penghafal al-quran, orang yang wafat karena melahirkan, dan lain-lain." kataku berceramah bak ustadzah.

Kak Arka hanya tersenyum sembari fokus mengemudi mobilnya.

Mobil Kak Arka berhenti tepat didepan rumah mewah yang minimalis. Satpam dirumah Kak Arka segera membukakan pintu untuk pemiliknya.

Setelah kami keluar dari mobil, ada seorang wanita yang menunggu di depan pintu besar rumah tersebut.

"Eh, Arka? Ini teman kamu?" tanya wanita paruh baya yang langsung menghampiri kami.

"Iya, Ma. Ini Aisya yang sering aku ceritain Ma." jelas Kak Arka.

Wanita paruh baya yang disebut Kak Arka dengan panggilan 'mama' hanya tersenyum sambil mangut-mangut.

"Aisya, Tante." kataku sambil mencium tangan Mama Kak Arka, menunjukan kesopanan.

"Udah yuk, masuk nggak enak disini dingin." ajak Mama Kak Arka.

***

Dari perjalan kami menuju meja makan sampai setibanya kami dimeja makan, Mama Kak Arka sudah bercerita banyak kepadaku.

"Arka tuh udah cerita banyak tentang kamu lo, nak Aisya." kata Tante yang namanya ternyata Tika ini, sambil mengedipkan mata pada Kak Arka.

"Kak Arka cerita gimana Tante?" tanyaku antusias.

"Dia cerita kalo kamu tuh cantik, manis dan katanya kamu tuh orangnya seru..." jelas Tante Tika.

Sementara kulirik Kak Arka hanya menunduk sambil tersipu.

"Eh, Arka temen kamu mana nih? Mama udah laper." rengek Tante Tika pada Kak Arka.

"Bentar lagi nyampe kok ma."

'Jadi, masih ada orang lain?' batinku bertanya-tanya.

"Assalamu'alaikum Tante Tika." sapa seseorang yang suaranya sangat familiar bagiku.

Fath.

***

TBC

Note :

Menuju patah hati💔? Jadi, kira-kira kenapa ada Fath di makan malam itu? Kenapa Fath bisa kenal dengan Tante Tika alias Mamanya Kak Arka. Apakah Aisya akan menyesal tidak mendengar kata-kata Anwar? Kita lihat saja di part selanjutnya. Di part selanjutnya kita akan mengupas jawaban-jawaban pertanyaan diatas setajam silet.

See you next time 👻

Satu RadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang