Chapter 14

6.1K 616 59
                                    

Cerita ini hanya dipublikasikan di Wattpad!

Oke selagi nganggur dan sebelum beraktivitas padet lagi buat besok, aku up lagi buat kalian pembaca setiaku ...

Selamat membaca!

---

Nick tidak tahu apa yang akan ia lakukan untuk selanjutnya. Rasa malas untuk kembali mengemudikan mobilnya menuju New York begitu tinggi. Keengganan begitu mendominasi dalam dirinya. Entah karena dia terlalu lelah atau ada rasa lain yang menahannya untuk lebih berlama-lama.

Pasalnya matanya tidak pernah lepas dari sosok Jenna. Seolah dengan selalu melihat dia dapat mengetahui adanya penyesalan atau tidak setelah apa yang mereka lakukan beberapa menit lalu. Bahkan sisa 'permainan' mereka masih kental di dalam mobil. Termasuk kemeja biru milik Nick yang masih tergeletak begitu saja.

"Kau menyesal?" Nick bertanya lirih setelah menunggu Jenna yang mana selalu menghindari tatapannya.

Jenna menggeleng sebagai jawaban, lalu berkata "tidak. Tapi sudah pasti aku merasa sangat bersalah pada Bia."

Nick mengacak rambutnya sebagai tanda frustasi. Berjam-jam dia melakukannya dengan Jenna, entah kenapa dirinya tidak mengingat Bia sedikit pun. Sosok Bia seolah tertelan jauh hingga ingatannya tidak dapat menggapainya.

"Aku sangat tahu Bia itu orang baik. Aku dapat merasakan jika berada di sampingnya. Tapi kenapa aku menjadi orang jahat di sini. Melakukan permainan di belakangnya. Aku mengkhianatinya dan kembali melakukan kesalahan dalam hidupku."

"Jadi, apa yang baru saja kita lakukan kau anggap sebagai suatu kesalahan?" rupanya Nick tidak terima jika Jenna menganggapnya seperti itu. Faktanya dia lebih peduli akan penilaian Jenna.

"Memang suatu kesalahan bukan? Aku berhubungan seks dengan calon tunangan kakakku. Itu suatu kesalahan yang tidak akan terampuni sampai kapan pun. Aku juga yakin bahwa aku telah membuat orangtuaku kecewa berat karena Daddy dan Mommy begitu menjunjung tinggi kesetiaan."

Nick terhenyak mendengar penuturan Jenna. Dia sadar bahwa nafsunya kali ini benar-benar membuatnya buta dalam segala hal. Lalu dengan gerakan pelan ia menggapai tangan Jenna. Memegangnya lengkap dengan tatapan penuh pengertian terhadap wanita itu.

"Aku bisa membatalkan pertunanganku dengan Bia. Aku akan mengakui semuanya tentang hubungan kita baik lima tahun lalu juga hari ini."

"Kau mencintai Bia, Nick. Bukan aku." Jenna mendesis marah lalu menepis kuat tangan Nick sampai terlepas begitu saja. "Kau berani berkomitmen dengannya. Seharusnya kau juga berani mempertahankan hubunganmu dengan Bia sampai akhir."

"Tapi aku tidak akan lagi bertindak layaknya pengecut Yasmine. Sudah cukup lima tahun lalu aku membuatmu menderita. Tidak untuk sekarang."

"Nick, dengar ..." Jenna menatap Nick penuh kesungguhan. "Suatu hubungan akan bertahan sampai akhir jika ada cinta. Kau dan aku tidak saling mencintai. Kau mencintai Bia dan aku mencintai diriku sendiri. Jadi, aku rasa kau tidak perlu mengakui semuanya, apalagi harus mengaku di depan semua keluarga besar kita. Aku tahu pasti bahwa mereka tidak akan pernah merestui hubungan kita sampai kapan pun karena kita ... keluarga, Nick. Keluarga. Kau harus ingat itu!"

"Kita memang keluarga, tapi kau dan aku tidak ada hubungan darah sama sekali. Kau bukan adik kandungku. Aku mohon, Yasmine. Izinkan aku untuk bertanggungjawab kali ini."

"Lalu membiarkan banyak orang sakit hati karena kelakuan kita berdua? Aku pikir itu ide buruk. Bertahun-tahun aku ingin berkumpul kembali bersama keluargaku. Sekarang aku sudah berada dalam posisi yang sangat aku inginkan. Lalu dengan seenaknya aku mengecewakan mereka dan kembali membuatku terasingkan? Tidak, Nick. Aku tidak ingin merasa sendiri lagi." Jenna menjelaskan semuanya dengan tempo pelan. Air matanya meluncur tanpa bisa ditahan lagi. Dia menangis. Menangisi segala kesalahan dan tindakannya yang hanya berdasar nafsu semata. Lantas tangannya ia angkat untuk merapikan helaian rambut Nick. Seolah dengan begitu ia dapat menyalurkan kerisauannya.

"Aku tidak akan pernah bisa melupakanmu. Melupakan kenangan kita baik lima tahun lalu juga kenangan yang kita cipta hari ini. Kau mengajariku banyak hal, Nick termasuk bagaimana rasanya menikmati suatu kenikmatan tanpa batas."

"Yasmine, ada sesuatu yang selalu mendorongku untuk selalu menyentuhmu. Hal itu baru aku sadari hari ini. Bahkan lima tahun lalu walau dalam keadaan mabuk, aku masih bisa mengingat setiap detailnya. Termasuk bagaimana aku mengambil keperawananmu. Sekarang, jelaskan padaku, bagaimana caranya lepas dari jeratmu itu? Karena rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menyangkal ketertarikan yang kau ciptakan untukku."

Kali ini Jenna terdiam. Tidak percaya akan penuturan Nick yang secara gamblang menjelaskan bagaimana perasaan lelaki itu. Mau tidak mau justru membuat Jenna tersenyum. Senyum pahit lebih tepatnya.

"Acara pertunanganmu dua hari lagi, aku yakin cepat atau lambat kau akan melupakanku. Jadi, Nick. Berjanjilah untuk berpura-pura tidak pernah terjadi apapun."

Nick menghela nafas kasar. Dipejamkan matanya guna menghalau segala kesakitan yang tercipta dari setiap perkataan Jenna. "Kau mau berjanji satu hal padaku?" tanyanya setelah terdiam beberapa detik.

"Apa itu?"

"Jangan biarkan tubuhmu tersentuh orang lain selain aku."

"Aku selalu mengingat perkataan Mommy dan Bibi Gilda bahwa seorang wanita memang seharusnya untuk satu orang lelaki. Jadi, Nick ... mungkin ini terdengar kuno tapi rasanya tidak ada lagi bagian dari diriku yang bukan milikmu."

Sebenarnya Jenna ingin mengatakan suatu kejujuran lewat kalimat yang baru saja ia lontarkan. Bahwa ia telah berada dalam posisi menginginkan seorang Nicholas Sebastian Rodney. Tapi tentu saja dia harus menutup rapat-rapat perasaannya itu. Perasaan yang dinilainya begitu terlarang.

Jenna menyadari ia telah jatuh pada pesona Nick tepat ketika lelaki itu menyebut namanya ketika berada pada puncak kenikmatan. Seolah telinganya yang mendengar terasa dibelai halus. Setiap partikel udara di sekitarnya membiusnya dengan kata cinta dan pesona. Walau dia pernah tersakiti oleh Nick, bukan berarti dia tidak menginginkan lelaki itu. Ada dorongan besar yang menuntunnya untuk jatuh secara wajar pada seorang Nicholas Sebastian.

Kembali lagi pada fakta bahwa ia harus menyembunyikan perasaannya. Jenna yakin keluarganya tidak akan pernah merestui hubungan antara dirinya dan Nick. Keluarganya telah menganggap keluarga Nick bagian dari Addison. Itu berarti Daddy atau Mommy-nya menginginkan dirinya untuk mendapat pasangan selain dari keluarga Rodney. Jika Nick dengan Bia sudah tentu berbeda karena Bia walau diangkat menjadi anak asuh, tetap saja wanita itu tidak mengubah nama marganya. Jadi, tidak ada jalan selain menyembunyikan fakta tentang hubungan dirinya dengan Nick.

"Terimakasih, Yasmine" adalah kalimat terakhir Nick sebelum lelaki itu mendaratkan ciuman panjang ke bibir Jenna.

Untuk sejenak keduanya sama-sama memutuskan melupa dalam segala hal. Karena saat ini hanya ada Jenna dan Nick di dalam mobil yang menjadi saksi bisu akan 'permainan' mereka beberapa jam lalu.

---00---

Don't copy without my permission!

Yang mau protes karena Jenna begitu mudah jatuh pada sosok Nick, silakan! Banyak yang tidak terima kenapa Jenna begitu mudahnya memaafkan-akrab-lalu sekarang melakukannya lagi dengan Nick. Ini fakta berdasarkan pesan pribadi kalian yang masuk hhehe

Tapi tentu saja kembali pada perasaan yang tidak bisa kita atur sesuka hati. Pentingnya, tanya langsung pada Jenna yang kenapa begitu mudah terpesona pada Nick yang ... berengsek.

Oke, nantikan chap selanjutnya dan selamat beraktivitas kembali!

Remembrance (#3 MDA Series) Telah Terbit! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang