"Bagaimana dengan pilihan yang kuberikan?" Ujar Jaehyun seraya menata piring dengan makanan ringan di dalamnya. "Kau setuju?"
Taeyong mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dimana pembicaraan ini tertuju. Ia membantu Jaehyun mengelap beberapa mangkuk yang akan digunakan Jaehyun. Taeyong menoleh untuk bertemu pandang dengan Jaehyun.
"Pilihan?"
Jaehyun berhenti dari aktivitasnya. Kemudian mengajak Taeyong untuk duduk di meja makan. "Kemarilah, kita duduk dulu."
"Makanannya belum selesai, Jaehyun."
"Bawa yang sudah terisi. Kita duduk dulu."
Taeyong menurut. Membawa dua mangkuk besar berisi keripik dan makanan ringan lainnya. Kemudian ia duduk berhadapan dengan Jaehyun. Mata Jaehyun begitu fokus padanya. Tapi terasa lembut dan melegakan.
"Aku tau, Taeyong." Ujar Jaehyun memulai. Menautkan jemarinya ke jemari Taeyong. "Biaya hidup semakin menggila, apalagi kau belum diangkat menjadi pengajar tetap. Aku tau kau tidak baik-baik saja di apartemen itu. Aku tau kau mencoba bertahan dengan semuanya. Tapi ayolah, pikirkan lagi pilihan yang kuberikan padamu."
Taeyong mulai paham dengan arah pembicaraan ini. Ia menghela napas. Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi jika ia menerima pilihan Jaehyun.
"Jadi ini sebabnya kau mengundang ku kemari?" Tanya Taeyong sambil tersenyum tipis. "Jaehyun, aku baik-baik saja."
"Tidak. Kau tidak baik-baik saja. Aku tak bisa membiarkanmu hanya menolak lemah dan meminta waktu lagi dan lagi alih-alih biaya apartemenmu telah menumpuk. Jadi biarkan aku membantumu. Tolonglah."
Taeyong merasa tak enak. Semua ini terasa membebani Jaehyun. Ia tak mau memberatkan kekasihnya itu. Ia hanya ingin berusaha lebih keras untuk hidupnya sendiri.
"Jaehyun, aku pun laki-laki. Aku bisa mengatasinya."
"Taeyong. Mengapa kau tiba-tiba berubah menjadi seperti Mark. Aku tak mengerti mengapa hidupku dikelilingi oleh orang-orang keras kepala. Pertama anakku, kedua kekasihku. Ya Tuhan,"
Taeyong tersenyum lembut. Menggosok punggung tangan Jaehyun yang masih bertautan dengan tangannya.
Beberapa menit terasa sunyi, hanya ada suara kunyahan kripik dari mulut Taeyong. Jaehyun terdiam menunduk sambil menggigit kuku-kuku jarinya.
Taeyong menyukai kebiasaan Jaehyun itu. Ia menganggap kebiasaan kecil itu menjadikan Jaehyun lebih manis dan terkesan seperti anak-anak. Perhatiannya tidak luntur dari Jaehyun.
"Jaehyun," Taeyong membuka bicara. "Mungkin kau benar jika aku memang butuh sekali pertolonganmu."
Jaehyun berhenti menggigit kukunya, dan perhatiannya langsung tertuju pada kekasihnya itu.
"Aku hanya... takut. Aku takut Mark akan kebera-"
"Biarkan dia beradaptasi denganmu." Taeyong belum menyelesaikan kalimatnya tetap Jaehyun memotongnya. "Aku ingin kau disini, agar Mark mau perlahan-lahan menerimamu. Aku ingin menikahimu, Taeyong. Ingatlah itu."
Taeyong tersenyum lemah. Mendekatkan dirinya dan membelai pipi Jaehyun. "Hey, tenanglah.."
"Tinggallah bersamaku."
-
-
-
-
-
Mark mendengar itu semua. Mark tak mengerti apa yang ada dibenak ayahnya. Keluar kamar dengan tujuan menaruh baju kotornya ke mesin cuci membuatnya menyesal seumur hidup. Mark sudah membersihkan kamarnya, menata rapi seperti keinginan ayahnya. Ia juga sudah menyemprotkan pengharum ruangan untuk membuat kamarnya wangi. Tetapi apa yang baru saja ia dengar tidak membuat dirinya puas sama sekali, padahal Mark ingin membuat ayahnya menyanjungnya sedikit. Karena sebenarnya Mark tidak ingin berargumen lama dengan ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mess
FanfictionMess; A Jaeyong Fanfiction by shaphireavox Mark tidak menginginkan orang tua kedua. Dia tidak pernah menginginkan kedatangan sesosok Taeyong dalam hidupnya. Karena selama 17 tahun dia hanya bersama Jaehyun -ayah yang sangat mencintainya. Tetapi Jaeh...