11. Taeyong

25.4K 3.1K 212
                                    

Taeyong tersenyum mendengar suara Mark dari telepon. Dirinya cukup senang ketika akhirnya hubungannya dengan Mark sangat membaik meskipun sekarang lagi tidak baik dengan ayahnya. Lucunya jika dipikir lagi. Hanya karena masalah sepele, karena kepercayaan yang terpupuk mulai dulu dan sebab kesalahpahaman jadi masalah semacam ini. Ceritanya panjang lebar melalui telepon. Mulai dari kabar, sekolah, pekerjaan, Jaehyun, sampai ujung-ujungnya kalkulus. Mark banyak bicara dengan Taeyong akhir-akhirnya ini, meskipun hanya dari telepon.

Ngomong-ngomong Jaehyun tidak tahu.

Taeyong mendengarkan saksama beberapa pertanyaan kalkulus yang Mark lontarkan. Sebisa mungkin ia menjawab, tentu saja itu bisa dikerjakan oleh Taeyong tapi butuh waktu, dia tidak pintar, tapi cukup rajin dan ingatannya cukup kuat untuk mengingat beberapa rumus waktu ia masih di bangku sekolah.

"Tidak, tenang saja, lagi pula ayah tidak tau." Ujar Mark pelan melalui telepon.

"Ya biarkan saja. Aku belum siap untuk meminta maaf padanya. Masih terlalu sakit hati."

"God, what the heck are you two? a kiddo?" Ada penekanan kecil ketika Mark berbicara. Tangan kanannya masih memutar-mutar pulpen dan tangan kirinya menempelkan ponselnya ke telinga.

"Aneh ya, orang tua seperti kami harus bertengkar karena masalah yang.. ah sudahlah."

Ketika Mark mau membuka mulut untuk menjawab, ayahnya mengetuk pintu dan tanpa dipersilahkan langsung membuka pintunya.

"Kau telponan dengan siapa sampai malam begini?" Ujar Jaehyun mendekati Mark.

Ponsel Mark masih menyala dan ia berharap ayahnya tidak melihat nama kontak yang berkedip di layar. Mark bersikap biasa saja, kemudian menempelkan ponselnya lagi ke telinga agar ayahnya tidak bisa membaca nama kontak yang tertera.

"Temanku yah, aku sedang berdiskusi masalah kalkulus. Ada apa ayah kemari?"

Jaehyun mengangguk. Sekarang lebih mending dari kemarin-kemarin. Hidupnya lempeng sejak Taeyong tidak pernah menghampirinya. "Oke. Tidurlah sekarang. Jangan terlalu memaksa."

"Oke. Aku tidak akan memaksa. Thanks dad."

Jaehyun memperlihatkan lesungnya kemudian melenggang keluar kamar Mark.

Suara Taeyong seperti berbisik meskipun dari telepon. "Ayahmu tidak tau kan? Dia baik-baik saja?"

Mark diam. Mencebikkan bibirnya kemudian beberapa lama akhirnya ia menjawab. "Ya, tapi masih terlihat menyedihkan." Ujar Mark.

Taeyong menghela napas.
-
-
-
-
-
Jaehyun masih memandang pesan Taeyong. Matanya berkedip-kedip dibawah sinar layar ponsel yang menyala terang. Ia masih sakit hati, tapi bukannya dia lebih menyakiti Taeyong? Lagi pula ini terlalu larut dipermasalahkan. Seharusnya Jaehyun bertindak. Makna pesan Taeyong begitu dalam saat ini. Meskipun biasanya ia mengatakan hal-hal tersebut yang menjadi kebiasaan mereka. Tapi kali ini rasanya sangat-sangat berbeda.

Jaehyun harus memulai dulu. Setidaknya Taeyong masih mau membalas pesannya yang jauh-jauh hari dipikirkan Jaehyun sebagai pesan singkat terakhirnya.

Tapi tidak.

Rencananya, besok dikampus, ia akan mendatangi Taeyong secara langsung. Selagi ada waktu sebelum tenggelam terlalu dalam.

Paginya Jaehyun cukup sumringah. Ia bahkan sangat bersahabat ketika berbicara dengan anak semata wayangnya yang biasanya tidak kalah pendiam daripada dirinya. Mereka sarapan bersama, bahkan Jaehyun mulai menyiapkan bekal untuk Mark lagi.

"Kau pulang sore hari ini?"

"Hm?" Mark menoleh saat duduk dibawah untuk memasang sepatunya.

"Ayah jemput nanti."

MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang