12. Jaehyun

14.1K 2.1K 150
                                    

Mark merapatkan bibir tipisnya. Memandangi betapa tugas yang mengerikan setelah ujian tengah semester membuatnya harus berbaur lagi dengan angka-angka yang begitu tidak ia sukai. Kalkulator dengan deret angka yang muncul membuatnya frustasi sendiri. Ayahnya pernah bilang, jika seseorang sangat bodoh dalam matematika, sudah seharusnya ia belajar mencintai matematika. Ketika kau semakin lama belajar mengerjakan soal-soalnya, akan muncul dimana kau geram dengan soal yang kau temui. Kemudian berakhir dengan penasaran berapakah nilai yang harusnya ditemukan. Kau akan lebih sering berlatih. Itulah mengapa kebencian bisa berubah.

Mark tidak mau nilainya jeblok dan berimbas pada masa depannya nanti. Ayahnya sekarang sudah tidak terlalu menekan dirinya untuk selalu belajar mengingat umurnya bukan anak-anak lagi.

Ngomong-ngomong perasaannya kacau bukan main sekarang. Sementara ayahnya yang sedang memperbaiki hubungannya dengan Taeyong, Mark hanya bisa merenung dan diam. Jika saja Mark bisa mengungkapkan semuanya sebelum masalah Taeyong dengan ayahnya selesai, kemungkinan-kemungkinan yang ia buat sendiri mungkin akan jadi kenyataan.

Kedekatannya dengan Taeyong yang hampir seminggu membuatnya lebih bisa menerima Taeyong daripada dulu. Mark sadar bahwa dia seorang brengsek yang belum dewasa. Dia juga tidak menyangkal bahwa kebenciannya yang tidak ngotak sangat tidak rasional. Bisa-bisanya ia membenci seseorang yang bahkan kenal dekat pun tidak. Taeyong orang yang baik disamping ia seorang mantan stripper. Hey! Apa salahnya jadi stripper, bukan berarti orang jahat kan?

Dan ngomong-ngomong lagi, Mark kembali jengkel ketika ayahnya bilang bahwa Taeyong akan kembali ke rumah  mereka. Rencana menikah nya belum pudar dan bahkan semakin kuat.

Dan hari ini Taeyong akan datang.
-
-
-
-
-
"Jadi ayahmu akan menikah dengannya?" Kata Jeno.

Mark hanya diam. Dia menatap satu-satu temannya yang sedang berusaha menginterogasi nya mengenai kedekatannya beberapa hari di kedai itu dengan Taeyong.

"Kau punya dua ayah. Tapi tentu saja, siapa yang tidak suka dengannya." Timpal Jeno lagi.

"Kau satu-satunya yang pernah menemuinya di bar dan menjadi kliennya, Jeno. In fact you're a bastard." Haechan mengatakannya dengan datar.

"Hey!" Mark berani menginterupsi. "Don't say a word about my family." Kemudian Mark memutuskan untuk meninggalkan mereka.

Mark berjalan menyusuri jalanan kota dari sekolah menuju rumahnya. Dia tidak peduli lagi dengan semua omong kosong yang dibicarakan teman-temannya. Banyak hal yang membuatnya takut belakangan. Dan sampai dirumah ia menemukan Jaehyun dan Taeyong sedang menghabiskan waktu bermesraan didepan televisi.

Mark masuk begitu saja tanpa menghiraukan mereka. Hatinya gondok seperti pertama kali ia mengenal Taeyong.

Bukannya Mark sudah tidak membenci Taeyong? Salah. Ketakutannya selama ini yang membuatnya memendam benci kembali.

Ia naik dan masuk kekamarnya. Jaehyun hanya melirik sebentar anak semata wayangnya itu. Biasanya jika hari Sabtu begini Mark akan banyak menghabiskan waktunya dengan teman-temannya dan pulang larut malam. Jaehyun tidak keberatan selagi Mark masih bisa bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Tapi sekarang, ia pulang lebih awal. Jadi Jaehyun hanya heran.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Taeyong dan Jaehyun sudah berkutat agak lama di dapur memasak dan menyajikan makan malam hari ini.

Meja makan telah penuh dengan beberapa hidangan. Dan Mark turun karena bau makanan yang menyeruak.

"Hai, dinner breakfast food is ready," seru Taeyong sambil tersenyum.

MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang