7. Mark

20.7K 3.3K 253
                                    

Berhari-hari Mark rasakan bagaimana kehidupannya berlangsung setelah Taeyong mulai masuk dalam kelebat sederhana keluarga Jung. Ia tidak menemukan kejanggalan selama ini, kecuali rasa bencinya terhadap Taeyong.

Mark masih membenci kekasih ayahnya itu. Meskipun Taeyong benar-benar memperlakukan Mark sangat baik. Hidupnya bahkan lebih baik dari sebelumnya. Pekerjaan rumah tangga Taeyong yang lakukan. Setiap pagi Taeyong ataupun ayahnya bergantian membuatkannya sarapan. Ditambah lagi dengan bekal yang selalu siap untuk dibawa Mark ke sekolah. Baju kotor selalu diatasi oleh Taeyong. Taeyong juga tidak pernah menolak untuk mengerjakan PR milik Mark. Kebersihan menjadi nomor satu. Kediaman Jung sangat rapi dan tertata apik.

Hidup Taeyong cukup sibuk. Belum lagi setiap malam ia mengoreksi pekerjaan mahasiswanya. Atau mengerjakan proyek yang merupakan kewajibannya sebagai seorang dosen.

Lantas apa yang membuat Mark masih tak mau menerima jika Jaehyun menikah dengan Taeyong?

Hatinya masih dongkol. Belakangan ini Jaehyun lebih sering menghabiskan waktunya bersama dengan Taeyong ketimbang dengan dirinya. Dan itu membuatnya iri setengah mati. Ia benci diabaikan oleh ayahnya. Ia benci dengan semua kemesraan yang dibuat. Mark membencinya. Mark sangat membenci itu semua.

Minimnya pengetahuan mengenai pentingnya sudut pandang orang lain alias tak mau tau, tak peduli, dan menang sendiri membuat apa yang ia lalukan dan rasakan berdasarkan atas harga diri. Harga dirinya begitu mahal sampai-sampai Mark tak mau memikirkan perasaan orang lain mengenai perbuatannya. Apalagi sekarang Mark cenderung lebih suka diam dan memperhatikan gerak-gerik Taeyong yang ia anggap begitu menyebalkan.

Beberapa hari ini juga Mark kerap kali mendengar Taeyong berbicara di telepon. Ia hanya tau bahwa Taeyong berteleponan dengan orang bernama Yuta. Mereka seperti sangat akrab, tapi Mark tidak bisa mendengarkan percakapan mereka dengan baik. Pada akhir telepon Taeyong selalu menarik napas dan selalu meminta waktu untuk berpikir. Hanya itu yang Mark dengar.

Tidak bisa dikatakan bahwa Mark tidak peduli. Ayahnya tidak tau mengenai percakapan Taeyong dengan Yuta. Atau jika tidak, mungkin saja Taeyong memberitahu ayahnya tentang ini. Tapi mengapa harus terburu-buru ketika bertelepon?

Mark duduk di depan Taeyong yang langsung mendongak melihat Mark yang baru saja datang menghampirinya. Ngomong-ngomong mereka ada di kamar Jaehyun. Taeyong duduk di ranjang yang sudah ia rapikan, dan Mark duduk di kursi komputer milik ayahnya.

"Hai Mark, ada yang bisa ku bantu?" Kata Taeyong sambil melemparkan telepon genggamnya ke kasur dan tidak mempedulikannya lagi.

Awalnya Mark diam. Hanya memicingkan matanya. Kemudian ia bersuara. "Kau selingkuh dari ayah?"

Taeyong membelalakkan matanya. Terlalu bingung mengenai pertanyaan Mark yang benar-benar terasa menuduh dengan tuduhan tidak masuk akal.

"Selingkuh??? No. I'm not. How could you-"

"Aku melihatmu beberapa kali berteleponan dengan seseorang bernama Yuta, kalau tidak salah. Dan selalu meminta waktu. Apa itu?"

Taeyoung tertawa kemudian mulai menjelaskan. "Tidak. Kami berteman. Dia temanku. Dia hanya menawariku pekerjaan, dan aku berat hati untuk tidak mengatakan aku tidak mau. Jadi aku memintanya waktu."

Mark mendorong tubuhnya kebelakang. Menegakkan punggungnya yang begitu terasa ngilu. "Kau tidak bohong kan?"

"Aku tidak berbohong. Buat apa aku berbohong, Mark."
-
-
-
-
-

Ketika ujian tengah semester menghantam jadwal Mark yang begitu padat, otaknya berbalik melihat tumpukan buku tugasnya yang belakangan ini isinya bukan merupakan tulisannya sediri. Apa boleh buat, oraganisasi dan ekstrakurikuler yang ia ikuti jauh lebih menarik daripada mendengarkan guru sedang menjelaskan bab yang tak ia mengerti dari awal. Percuma saja. Tapi nilai tugasnya selalu bagus berkat bantuan Taeyong. Apa mungkin jika Mark harus meminta bantuan Taeyong untuk mengajarinya? Dimana harga dirinya nanti?

MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang