1. Mark

54.3K 4.6K 640
                                    

Remaja dengan seragam awut-awutan itu melempar tasnya begitu saja. Membuang muka sebal sambil menggerutu. Sofa empuk yang ia duduki terasa dingin sebab atmosfer yang mencengkam antara anak dan ayah tersebut.

"Aku tidak pernah mengajarkanmu berkelakuan seperti itu, Mark." Ucap Jaehyun tegas. Tubuhnya menegang karena perlakuan anaknya yang terlihat kurang ajar.

"Aku sudah berkali-kali bilang, dad. I. don't. want." Bibir Mark berkedut. Ada perasaan takut tetapi marah ketika melihat wajah ayahnya. Mark ingin berteriak, tetapi ekspresi Jaehyun begitu tenang menghadapi anak semata wayangnya.

"Apologize. Right now." Kata Jaehyun masih terlihat tenang. Mengangkat sebelah alisnya dengan sedikit tatapan tajam ke mata remaja yang sekarang mendengus.

Mark berdiri. Masih menatap ayahnya dengan kesal. Kemudian mengambil tas punggung yang ia lempar sembarangan tadi dan berlari kasar menapak tangga untuk pergi ke kamarnya.

"Mark!" Seru Jaehyun. Ia memutar bola matanya. Sudah terlalu lelah untuk berdebat masalah yang tak pernah selesai dengan Mark.

Mark menghentakkan kakinya keras, melonjak ke ranjang dan menenggelamkan wajahnya diatas bantal. Pikirannya campur aduk. Mengenai ayahnya yang ingin menikah atau tugas yang belum selesai dengan deadline besok. Beberapa jurnal praktikum tergeletak begitu saja di meja belajar. Mark sekalipun tak bergeming untuk mendekatinya sedangkan jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Jangan bertanya mengapa Mark pulang larut masih dengan seragam. Kegiatannya sangat banyak. Bukan hanya tugas yang membuatnya sekarat, tapi juga organisasi dan beberapa ekstrakurikuler yang ia ikuti. Ditambah lagi dengan ayahnya yang meminta izin padanya untuk menikah.

Tidak. Mark tidak mau. Mark tidak ingin. Mark tak pernah membayangkan hal seperti itu terjadi. Ia pikir seorang ayah seperti Jaehyun sudah cukup baginya. Untuk membahagiakannya, menyayanginya, dan melengkapinya. Satu-satunya keluarga yang membuatnya merasa hidup dengan kasih sayang.

Mark akui bahwa dirinya adalah seorang yang keras kepala. Tapi pendiriannya begitu kukuh tak tergoyah. Sekali pilihannya dirasa benar, dia akan selalu mempertahankan pilihannya. Meskipun harus membuat masalah.

Mark tak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Ketika dia lahir tujuh belas tahun lalu, bayangan kecil mengenai Jaehyun yang tersenyum lembut padanya menjadi memori yang tak akan terlupakan.

Jaehyun juga tak pernah menyinggung siapa ibu Mark. Bahkan sampai sekarang Mark tidak tahu siapa nama ibunya sendiri. Karena ia juga tidak ada ketertarikan untuk mengetahui siapa ibunya.

Yang terpenting. Mark punya Jaehyun sebagai ayahnya. Tidak butuh siapapun lagi.

Memorinya berputar ketika Mark masih kecil. Mengatakan "Mark, loves dadda," dengan kencang sambil tertawa mengibas-kibaskan tangannya yang memegang lego.

Hidupnya begitu memuakkan mulai sebulan lalu sebenarnya. Jaehyun telah lama mempunyai hubungan dengan seseorang yang beberapa kali Mark lihat di depan kampus ayahnya. Ia begitu membencinya tapi menahan diri untuk tidak menerjangnya pada saat itu.
-
-
-
-
-
Jaehyun adalah seorang pengajar tetap disebuah kampus swasta. Ia mengajar bahasa Inggris, dan bertemu dengan salah satu pengajar baru mata kuliah bahasa Korea yang membuatnya berbinar bukan main.

Jaehyun awalnya tak percaya dengan cinta pandangan pertama, tapi akhirnya ia memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Sangat tidak rasional juga ia tetap memendam perasaannya di umur 38 tahunnya ini alih-alih tiap hari mencoba lebih dekat dengan pengajar itu. Dan akhirnya tepat lima bulan yang lalu, ia menjalin sebuah hubungan dengan pengajar bahasa Korea itu.

MessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang