Obsessive CEO 10 - Geliat Panas dalam Dada

566K 16.4K 1.2K
                                    

WRITTEN BY Shireishou

"Damn it!" Axel hendak menggebrak meja dan melangkah tergesa keluar ruangan. Ia nyaris kehilangan kontrol tepat ketika dirinya dan Mysha bersirobok. Axel menarik napas panjang dengan sangat perlahan. Nyaris tak terlihat. Ia berusaha memadamkan semua kemarahan yang sempat berkobar di dadanya. Rahang yang sedari tadi kaku, kini sudah kembali tenang.

Axel berjalan dengan tegap keluar ruangan. Pandangan matanya begitu dingin seolah bisa membunuh seseorang dengan tangannya sendiri. Langkahnya begitu cepat tapi tak terlihat terburu-buru.

Bulu kuduk Mysha meremang. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi. Ini baru pertama kali Mysha merasa tekanan yang menakutkan alih-alih pikiran liar mendominasi. Wanita itu berjalan tergesa meski ia bisa merasakan aura mengerikan menguar. Semoga saja tidak terjadi apa-apa. Mysha terus berdoa di dalam hatinya.

Axel bahkan tidak memedulikan larangan sekretaris William ketika menerobos masuk ke ruangan. Rambut pirangnya terayun ke belakang dengan cepat seiring langkah lebarnya. Betapa terkejutnya ketika ia melihat Michael juga tengah duduk di depan meja direktur. Saling berbincang serius tentang sesuatu.

"Why do you did that?" Axel bergerak lurus ke arah William yang masih menatapnya tanpa ekspresi.

"Sudah kubilang, GM dibutuhkan di sini. Miss Natasha tidak perlu ikut ke Bangkok." Tidak ada tekanan apa-apa dalam setiap ucapannya. Semuanya dikatakan seolah tidak memiliki makna. Hanya sebuah keputusan terbaik yang biasa ia berikan untuk perusahaan.

"I need her!" Axel merasakan hawa panas menggeliat di perut naik ke dadanya. Nadanya berubah sangat ketus dan menyerang dengan frontal.

Michael memutar kursinya menghadap CEO yang kini masih tak melepaskan pandangannya ke arah William. Bibir tipisnya menyunggingkan senyum tipis yang memukau.

"Why do you need to bring her?" Michael melontarkan pertanyaan dengan nada yang amat sangat lembut. Bahkan cenderung memberikan simpati daripada rasa ingin tahu.

"Bukan urusaanmu!"

Ada kekehan tertahan. Michael berusaha keras untuk tetap telihat santai.

"Aku tidak suka caramu menanyaiku." Axel menatap Michael seperti singa yang siap menerkam rusa.

Michael bangkit dari kursinya dengan sangat santai. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana ketika ia bergerak mendekati Axel yang masih bergeming dengan gestur sangat kaku.

"Ah, tapi tentu aku perlu tahu. Karena di saat ekspansi besar-besaran seperti ini, koordinasi antar manajer sangat diperlukan." Michael lagi-lagi menyunggingkan senyum yang tak terbantahkan. Senyum yang sama sekali tak memiliki kekuatan intimidasi, namun sebaliknya justru menyejukkan hati. "Mysha sangat dibutuhkan di sini untuk mengatur segala macam laporan yang mengalir dari bawah." Michael menepuk bahu Axel yang terasa begitu kaku di bawah telapak tangannya.

"Aku butuh kepiawaiannya untuk membuat perancangan profitabilitas." Axel kembali menatap William alih-alih memedulikan Michael yang bergerak ke belakangnya.

Mysha masih bergeming di ambang pintu yang masih terbuka lebar. Ia kepalang basah mengikuti Axel ke ruangan William. Sungguh tak menyangka Michael juga ada di antara mereka. Kini ia merasa berada dalam kandang harimau yang siap menerkamnya kapan saja.

Michael sedikit bergerak ke arah Mysha lalu tersenyum sembari mengangguk tipis. Kemudian pria itu berbalik dan kembali berjalan mendekati Axel.

"Teleconference kurasa cukup. Tidak perlu sampai merepotkan Mysha ke sana."

[END] Night With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang