Sweet CEO 11 - Debaran Tak Terkendali

505K 15.2K 938
                                    

Mysha terdiam ketika mobil sedan putih membelah jalanan New York. Wanita itu menenggelamkan dirinya ke dalam lautan warna-warni lampu kota yang berlari dari balik jendela, membiarkan pikirannya melayang, berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi.

Tangannya tanpa sadar memeluk diri lebih erat. Axel memaksanya untuk ikut ke Bangkok dan Michael membelanya. Perdebatan mereka membuat jantungnya berdebar lebih kencang. Setiap perkataan yang terlontar membuat Mysha menahan diri untuk tidak berharap lebih.

Axel membutuhkan dirinya.

Mengulang kata-kata itu dalam kepala membuat desiran di dadanya makin menjadi dan telinganya terasa hangat. Benarkah yang dikatakan oleh Axel? Apakah pria itu membutuhkan dirinya sebagai wanita atau sebagai General Manager?

Mysha menutup mata erat, berusaha mengusir ilusi bahwa Axel mencintainya. Dari perlakuan pria itu, lebih tepat bila Axel hanya ingin memiliki tubuhnya. Demi Tuhan! Getaran gairah langsung menjalar ketika Mysha membayangkan dirinya bersama dengan Axel, saling menatap dan mengingini. Ketika hasrat mengambil alih akal sehat dan pengendalian diri terlepas, membiarkan nafsu mereka untuk bercumbu. Tubuh saling bertaut dan desahan berlomba ....

"Apakah kamu lapar?"

Mysha tersentak kaget, menoleh ke arah Michael. Pria berambut hitam tersebut masih terus menatap jalan, namun sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang sejak tadi terdiam. Buru-buru Mysha membasahi rongga mulut yang kering dan menelan ludah, sebelum menyunggingkan senyum untuk pertanyaan yang tidak bisa dijawab.

For goodness sake! Michael hanya menanyakan kondisinya, bukan melempar soal mekanika kuantum!

Pria itu mendengus, mengartikan senyum itu sebagai jawaban. "Ada sebuah restoran favoritku di sekitar sini. Kelinci panggangnya harus kamu coba."

Mata Mysha mengerjap dan sekali lagi dianggap persetujuan oleh Michael, membuatnya membelokkan mobil ke arah Park Ave. Mysha ingin menolak ajakan Michael, berkata bahwa dirinya tidak lapar, tapi perutnya mengkhianati dengan berbunyi keras, membuat rona merah kembali muncul di pipi.

"Maaf," ucapnya tersipu.

Michael tertawa. Tawa renyah dan menularkan aura bahagia. Tidak ada sedikit pun nada menghina. Hingga akhirnya, Mysha ikut tersenyum, pertama kalinya sejak pertengkaran di ruangan William. Melihat wanita yang dibawanya lebih rileks, Michael tidak bisa menahan senyum lebarnya.

"Sebentar lagi kita sampai."

Mysha mengangguk dan benar, lima menit kemudian Michael memberhentikan mobil di depan sebuah bangunan berarsitektur Eropa dengan lengkungan dan pilar-pilar yang mengapit pintu klasik dan jendela-jendela kaca setinggi tubuh manusia. Dari luar, Mysha dapat mengintip ruangan bernuansa hangat dengan meja-meja bundar bertaplak putih dikelilingi oleh kursi kayu. Sebuah kandelier sederhana tergantung di langit-langit. Sekilas saja, Mysha menyukai tempat itu. Mewah tapi tidak terkesan jauh, berkelas, namun juga terasa familiar.

 Mewah tapi tidak terkesan jauh, berkelas, namun juga terasa familiar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[END] Night With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang