Angry CEO 21 - Hawa yang Memanas

366K 11.3K 299
                                    

WRITTEN BY AstieChan

Mysha terjebak diantara Axel dan Michael, merasa tak nyaman melihat aura permusuhan kedua pria itu karena dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mysha terjebak diantara Axel dan Michael, merasa tak nyaman melihat aura permusuhan kedua pria itu karena dirinya. Ia sungguh tak ingin terjadi keributan apa pun. Dengan takut-takut, Mysha memegang bahu Axel, berusaha menenangkan pria itu. Namun Axel justru menepis tangan Mysha lalu membuatnya menyingkir hingga tersisa Axel dan Michael yang saling berhadapan. Mata kedua pria tampan itu berkilat menantang. Amarah yang bergelora seolah-olah membakar tempat yang mereka pijak. Axel melayangkan tinjunya.

Telapak tangan Axel yang terkepal hanya berjarak beberapa inchi dari wajah Michael ketika seorang pria gagah berambut lebat berwarna cokelat menangkap tinjunya.

"Hentikan! Sadarlah, kalian mulai menarik perhatian orang-orang. Apa kalian berani mempertaruhkan nama besar CLD karena ulah kalian?!" serupria itu dengan suara dalam yang ditahan.

Axel dan Michael menoleh kearah sumber suara.

"Will...?!" seru mereka bersamaan.

Axel menurunkan tinjunya, meski masih menyimpan kekesalan. Ia tadi benar-benar lepas kendali, jika William tidak datang tepat waktu untuk menghentikannya. Pria bermata biru itu bertanya-tanya dalam hati, ke mana perginya ketenangan diri yang selalu bisa memenangkan negosiasi? Demi seorang gadis, ia hampir saja membuat keributan di pesta orang Nomor Satu di NYC.

"Ikut aku!" perintah William tegas.

Mereka bertiga mengekor di belakang William. Berjalan beriringan menuju bagian ballroom yang tidak terlalu ramai. Setidaknya alunan musik yang terdengar daritempat ini tidak terlalu kencang, sehingga mereka bisa berbicara dengan tenang.

"Kau... kau bilang tidak mau datang ke pesta ini," ujar Michael yang masih terkejut sambil mensejajarkan kakinya dengan langkah William.

"Memang. Tapi Dad memintaku menemaninya," jawab William singkat.

Mereka berhenti tak jauh dari seorang pria dengan wajah penuh keriput yang tampak tersenyum dari atas kursi rodanya. Rambutnya terlihat memutih menandakan usia yang sudah lanjut. Lengan kanannya terkulai di tepian tempat duduknya, sementara tangan kirinya masih aktif memainkan monitor yang tersambung di bagian muka kursi rodanya. Di hadapannya beberapa pria paruh baya terlihat akrab berbincang-bincang, sesekali mereka tertawa setelah melihat ke arah monitor kecil yang dipegang oleh pria lanjut usia tersebut.

"Maaf membuatmu menunggu terlalu lama, Dad," ujar William kepada pria di atas kursi roda.

NO PROBLEM. William membaca huruf-huruf yang tertulis di layar monitor kecil itu, lalu tersenyum.

William mengucapkan terima kasih dengan sopan pada dua pria yang sedari tadi menemani ayahnya, saat mereka berpamitan meninggalkan mereka untuk berbaur lagi dengan orang-orang di pesta itu.

[END] Night With CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang