Chapter 10

2.5K 225 23
                                    

Berlari membelah angin, Nuvaca tidak memperhatikan ranting-ranting pepohonan yang menjuntai dan melukai kulit mulusnya. Sayangnya, luka itu tidak bertahan lama dan menghilang dalam beberapa detik. Mendengar ledakan itu, dapat diperkirakan bahwa benteng di sebelah timur hutan telah diserang.

"Atau para Warrior yang sedang memasak memakai kompor gas dan meledak begitu saja?"

Teo menutup mulutnya rapat-rapat saat Nuvaca melontarkan pertanyaan yang sanggup membuatnya tertawa kencang. Takut jika Nuvaca akan tersinggung, Teo berusaha menetralkan suaranya, meski masih terdengar ingin sekali tertawa.

"Di benteng tidak ada kompor untuk memasak, Luna," jawab Teo sesopan mungkin.

"Tidak perlu menahan tawa, jika kau ingin tertawa, maka tertawalah selagi bisa," jawab Nuvaca sambil mempercepat larinya, dan tentu saja, Teo tertinggal begitu saja.

Sraakkk

Cipratan darah mengenai wajah Teo seketika tanpa ia sadari, saat melihat ke arah depan, betapa terkejutnya para Vampire yang sedang melawan para Warrior.

"Maaf, darahku mengotori wajahmu," ujar Nuvaca yang tiba-tiba sudah berada di depan Teo.

Teo mengernyitkan dahinya, dan ia baru menyadari jika tangan sang Luna tengah terluka. Detik berikutnya, ia baru menyadari para Vampire yang sudah mati hanya dalam hitungan detik.

"Luna, Anda terluka!" Wajah Teo berubah panik seketika. Bagaimana tidak, jika sang Alpha mengetahuinya, bisa-bisa kepalanya terpenggal saat ini juga.

"Tenanglah, aku baik-baik saja," jawab Nuvaca menenangkan. Seiring dengan kata-katanya, lukanya pun mulai pulih dengan cepat, menunjukkan keajaiban penyembuhan alaminya yang luar biasa.

Dilihatnya lagi sekeliling, benteng timur sudah rata dengan tanah. Nuvaca mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi kesal. Benteng yang ingin ia kunjungi minggu depan itu kini telah hancur menjadi reruntuhan. Dengan cepat, Nuvaca membunuh para Vampire itu dengan memisahkan kepala dari tubuh mereka.

Para Werewolf yang bertugas membantu Nuvaca pun baru saja tiba. Semua menatap tidak percaya pada bangunan megah itu yang kini telah menjadi puing-puing. Aroma tubuh para Vampire masih begitu terasa di penciuman mereka.

"500 meter ke arah selatan," ujar Nuvaca yang langsung saja kembali berlari. Teo yang mengerti itu langsung saja menginstruksi para Werewolf lainnya untuk mengikuti sang Luna, dan sisanya untuk mengumpulkan para Werewolf yang terluka.

"Arah selatan, apakah para Vampire itu mengincar semua benteng?" tanya Viola, wanita bersurai merah itu mencoba menyamai lari sang Beta.

"Sepertinya begitu. Beruntung Luna memiliki penciuman yang sangat tajam. Kita akan cepat menangkap para Vampire itu sebelum mereka menyentuh benteng Selatan," jawab Teo sambil membersihkan darah di wajahnya.

Tidak berselang lama, Nuvaca dengan cepat menghadang para Vampire yang tengah berlari menuju benteng selatan.

"Sudah cukup bersenang-senangnya, Tuan," ucap Nuvaca sambil menghadang mereka.

Para Vampire itu menatap waspada ke arah Nuvaca, dan sang pemimpin Vampire pun terkekeh.

"Cukup cepat juga Anda datang, My Lady," jawab pria itu sambil membungkuk hormat pada Nuvaca.

"Tentu saja, aroma tubuh kalian cukup menggugah penciumanku," jawab Nuvaca. Para Werewolf lainnya pun akhirnya sampai dan berdiri di belakang sang Luna.

"Apa perlu kita berbasa-basi?" tanya Vampire itu sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

"Sepertinya tidak, aku tidak ingin malam indahku diganggu oleh pemberontak seperti kalian," jawab Nuvaca, lalu langsung menyerang pemimpin para Vampire itu.

The Strangest LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang