Chapter 4

3.4K 287 27
                                    

Sebuah mobil melesat dengan kecepatan penuh, tidak mempedulikan makian orang-orang yang dilewatinya. Pria yang diketahui bernama Hanlous Meliodas itu tersenyum dalam diamnya. Setelah memperkenalkan diri masing-masing, entah mengapa ia selalu ingin melihat gadis yang akan menjadi Lunanya menatapnya dengan ekspresi lain.

"Kau sudah pernah memasuki dunia Immortal?" tanya sang Alpha tanpa menoleh ke arah Nuvaca.

"Tidak, dan aku sama sekali tidak berniat memasuki dunia itu," jawab Nuvaca seadanya.

Nuvaca sama sekali tidak pernah berpikir untuk memasuki dunia Immortal, karena di sana pun tidak ada tempat yang bisa ia tinggali. Meski ada Liviana yang tinggal di kastil tepat di dunia Immortal, tidak akan membuatnya ingin memasuki dunia para makhluk sepertinya.

"Mengapa?" tanya pria itu tidak mengerti.

"Tidak ada hal khusus, mengingat rumahku hanya ada di dunia manusia tidak membuatku ingin memasuki dunia Immortal," jawab Nuvaca yang mulai gerah akan pertanyaan sang Alpha.

"Atau kau tidak ingin bertemu dengan matemu?"

Tepat sekali, Nuvaca menoleh dan menatap kesal pria di sampingnya. Gadis itu benar-benar tidak ingin membahas apa pun mengenai mate. Meliodas tampak menghargai privasi Nuvaca dan memilih untuk tidak membahas lebih lanjut. Ia fokus pada kemudi, membawa Nuvaca menuju tempat yang belum diketahui olehnya.

"Berhenti membuatku kesal, Hans," desis Nuvaca, gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela, sedangkan sang Alpha tersenyum penuh makna.

"Aku menyukai nama panggilan darimu," jawab pria tampan itu, membuat Nuvaca hanya memutar bola matanya kesal.

Mobil itu melintas melewati kabut putih, di mana jalanannya sama sekali tidak terlihat. Setelah cukup lama terdiam, mereka akhirnya memasuki dunia Immortal. Meskipun mirip dengan dunia manusia, bangunan-bangunan di sini terlihat sedikit kuno.

Nuvaca menatap takjub para Immortal yang berlalu-lalang, berbaur tanpa memandang siapa diri mereka. Tidak seperti yang dijelaskan dalam buku-buku yang pernah dibaca Nuvaca, di mana mereka saling bermusuhan seperti Vampire dengan Werewolf. Kenyataannya sangat berbeda dari apa yang ia temui dalam novel fantasi miliknya.

Mobil Hans melaju cepat melalui hutan yang memiliki jalan khusus untuk mobil. Setelah satu jam perjalanan, mereka tiba di sebuah gerbang besar yang bertuliskan 'Hutan Abadi'.

"Di hutan ini, pack milikku berdiri, bersama dengan beberapa kerajaan dari ras lain yang menjaga Air Keabadian. Luas hutan ini mencapai seukuran satu benua Amerika, jadi kau pasti sudah mengetahui hal apa yang boleh dan tidak boleh kau lakukan," jelas Hans, sedangkan Nuvaca hanya mengangguk mengerti. Gadis itu merasa semakin penasaran dan gelisah dengan kehidupan baru yang akan dijalaninya di dunia Immortal.

"Membaca buku di mana pun aku mau, tidak masalah bagimu, bukan?" tanya Nuvaca, membuat Hans menoleh.

"Tentu, mengapa aku harus melarangmu untuk tidak membaca buku?" jawab Hans dengan sedikit kekaguman terhadap pertanyaan Nuvaca.

"Lalu, jika ada yang berbuat kasar padaku, apa aku boleh membalasnya?" tanya Nuvaca dengan wajah polos.

"Asalkan kau tidak membunuhnya, aku akan memakluminya," jawab Hans, dan tatapannya kembali fokus ke jalan.

"Terima kasih, setidaknya hidupku akan sedikit berwarna," jawab Nuvaca, menyembunyikan seringaian di wajahnya. Hans tersenyum melihat sikap tegas dan penuh semangat dari gadis muda itu. 

"Nuvaca," panggil Hans.

Nuvaca menoleh dan menaikkan kedua alisnya, menunggu pria tampan itu untuk berbicara. Akan tetapi, sepertinya lidah pria itu tergagap-gagap saat menatap iris teduh milik Nuvaca.

The Strangest LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang