...
Jika masa lalu adalah hal yang merindukan dan menyakitkan, lalu untuk apa adanya masa depan yang akan berlalu menjadi masa lalu.
...Hari dimana harus berdiri di tepi lapangan dengan membentuk barisan, telah tiba. Kini Katrina berada di barisan paling depan menatap ke bawah menahan sakitnya denyutan di dalam kepala, yang dapat mengurangi keseimbangan tubuh. Panas mentari pagi ini begitu tidak wajar sehingga bagai menusuk kepala, walau topi berwarna abu-abu sudah melindungi. Gadis beriris mata kehijauan itu mencoba bertahan di tengah kelemahan yang mulai menjalar.
"Kat, lo gak pa-pa?" tanya Diandra yang sudah berdiri di samping Katrina sedari tadi, lalu Katrina hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan kata untuk menjawab pertanyaan Diandra. Setelah melihat anggukkan Katrina, Diandra sedikit ragu, tetapi jika Diandra kembali bertanya pasti Katrina menjawab dengan jawaban yang sama sehingga Diandra terpaksa harus kembali fokus ke depan.
Katrina merasakan sakit yang semakin menjalar ke seluruh tubuhnya, keringatnya pun mulai meleleh perlahan bagai margarin yang dipanaskan. Gadis yang saat ini mulai kehilangan keseimbangannya merasa diperhatikan oleh sepasang mata, sepasang mata yang menatapnya dari awal upacara dimulai. Ketika Katrina akan balik menatap sepasang mata itu, mata gadis blasteran itu mulai mengabur sehingga tidak sempat untuk melihat siapa yang begitu memperhatikannya. Setelah itu, semua menjadi gelap tetapi sebelum tubuhnya tumbang, sepasang tangan kokoh dengan sigap menangkap tubuhnya.
...
"Hiks... hiks... hiks..."
Gadis berambut pirang memeluk lututnya ketakutan, air matanya mengalir deras. Hanya suasana malam yang menemaninya, setitik cahaya di langit mencoba menghiburnya.
"Kenapa kamu menangis saat bintang begitu ingin kamu tertawa bersamanya," kata pria muda berumur dua tahun lebih tua darinya.
Gadis itu mendongak menunjukkan matanya yang memerah, manik matanya membuat pria yang berumur dua belas tahun itu tersenyum. Pria muda itu menempelkan salah satu lututnya di tanah taman yang dipenuhi rumput basah karena titik - titik embun yang memeluk rumput.
"Kenapa kamu disini?" tanya gadis itu dengan suara serak.
"Seharusnya aku yang berkata begitu, kenapa kamu disini? Sendirian pula."
"A- aku ... hanya ingin sendiri."
"Kamu ingin sendiri saat bintang mau menemanimu, dan bulan datang dengan senyum menghangatkan? Aku pernah melihatmu menjadi matahari yang selalu bersinar saat kamu di taman ini dan merangkai bunga menjadi mahkota... kamu terlihat begitu bahagia, tetapi kenapa sekarang sinarmu redup?"
"Kamukah bulan itu? Karena kamu datang dengan tersenyum padaku... dan sekarang kamu mengatakan aku seperti matahari? Aku sungguh tak mengerti," ucap gadis itu mencoba meminta penjelasan dan tak menghiraukan pertanyaan pria muda itu.
"Jika kamu mengatakan akulah bulannya, itu terserah kamu. Jika kamu ingin aku selalu datang dengan senyum hangat dan sedikit cahaya untuk menjauhkanmu dari kegelapan, aku akan lakukan. Tapi, jika nanti waktu bulan telah selesai... berjanjilah padaku jika kamu akan menjadi mentari yang begitu bersinar dan menghangatkan. Sekarang... aku mohon hapus air matamu," tutur pria muda yang begitu terlihat dewasa dari segi pemikirannya. Gadis itu mengangguk lalu menyeka air matanya.
"Ya, aku berjanji."
...
Vino menatap Katrina dengan nanar, kelelahan tampak jelas saat Katrina terbaring lemah dengan wajah pucat. Vino begitu memperhatikan Katrina dengan detail, bibir tipis nan manis yang pernah memberikan senyuman khas begitu terlihat familiar bagi Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Come
Teen Fiction(SELESAI) [2018 WATTYS AWARD WINNER, CATEGORY "HIDDEN GEMS"] Bayangkan saja jika kamu harus selalu tersenyum dan hangat, disaat segala masalah menerjangmu. Sama halnya dengan kisah ini, yang menuntut sang Mentari untuk tetap tegar, meski raganya mem...