50. Cahaya Bulan

790 56 2
                                    

...
Sejak bertemu denganmu, hati telah menerima sebuah kemungkinan akan tersakiti disaat kepergianmu nanti.
...

Dengan senyum bahagia, Zafran menghampiri Katrina, Reno, Viola, dan Viona yang tengah berkumpul. Setelah Katrina pulang dari jalan-jalannya bersama Cika dan Vino.

"Zafran telah mendapatkan pendonor untuk Katrina!"

Seketika Reno dan Viola berdiri bersamaan. Mereka terlihat sangat senang, terutama Reno.

"Good job, Zafran! Papa akan persiapkan semuanya dan kita bisa berangkat seminggu lagi. Tepat bukan? Pada saat itu, sudah dilaksanakan pengambilan laporan nilai semester satu. Sehingga Katrina juga sudah libur. Tak ada alasan lagi untuk menunda, Katrina."

"I——iya Pa," sahut Katrina sedikit ragu, karena Katrina tak mengatakan apapun tentang ini ke Vino. Namun, Katrina juga tidak dapat menolak lagi, karena ini juga demi kebaikannya.

"Zafran setuju."

"Mama sangat setuju loh ini."

"Bagus."

Terhitung enam hari sejak Zafran mengatakan jika dia mendapatkan pendonor untuk Katrina. Yang artinya, besok, Katrina akan berangkat ke Amerika Serikat. Gadis itu kini duduk termenung di taman belakang sekolah. Selain menanti mama angkatnya selesai mengambil rapor semester satunya, Katrina mencari ketenangan untuk dirinya sendiri.

"Hai." Suara berat yang tiba-tiba terdengar membuat Katrina menoleh.

"Oh, hai Vin." Ternyata, suara berat itu berasal dari Vino yang mulai menghampiri Katrina. Sehingga Katrina membalas sapaannya.

Vino pun duduk di sebelah Katrina, lalu berkata, "Tumben, lo udah lama gak kayak gini. Belakangan ini lo suka murung, kenapa?"

"Lo belakangan ini juga sering tanya itu, setiap kita di taman pas malem."

"Gue tanya ini juga berdasar dari apa yang gue lihat enam hari belakangan ini, Kat. Setiap malam gue di taman sama lo, berharap sinar Mentari yang tiba-tiba redup bisa kembali pada pagi hari. Tapi, nyatanya lo tetep murung..." Vino menarik napas, lalu menghela pelan.
"... apa yang terjadi Mentari?"

Katrina hanya menggeleng pelan, menahan untuk tidak meluncurkan buliran bening yang dia rutuki dalam hati. Walaupun matanya telah memanas.

"Apa ada sikap gue yang buat lo sakit hati?" tanya Vino lagi, dengan halus dan sabar.

"Gak ada, Vin," jawab Katrina dengan suara yang mulai serak.

"Tapi... kenapa lo nangis?" Vino menggerakkan bahu Katrina agar gadis itu menatapnya.

Oh Tuhan...

"Gu——gue gak pa-pa. Kayaknya Mama udah selesai ambil rapor. Gue duluan ya," alibi Katrina seraya berdiri dan mengusap air matanya, lalu pergi meninggalkan Vino yang menatap Katrina tak mengerti.

Katrina berlari melewati koridor, berharap tak ada orang yang melihat matanya berair. Namun, keberuntungan sedang tak berpihak padanya. Gadis itu bertemu dengan Reina, Alisha, Fredella, dan Diandra yang tengah berjalan menuju kantin.

When You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang