16

9.5K 830 5
                                    

Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah.

***

Sudah enam hari sejak kecelakaan itu, Adnan masih terbaring lemah di dalam ruang ICU, koma. Keadaanya masih sangat memprihatinkan. Dokter bahkan mengatakan bahwa Adnan bisa bernafas sampai saat ini hanya karena bantuan dari alat medis. Selebihnya, semua diserahkan pada Allah.

Tante Dian yang sejak tadi duduk di samping tempat tidur Adnan, kini mengusap lembut tangan putranya. Doa-doa selalu saja terlontar dari mulutnya. Teman-teman pun secara bergantian datang dan pergi menjenguk Adnan, serta membacakan ayat-ayat Al-Quran untuknya. Walau hanya bisa melihat dari luar ruangan. Sekarang, mereka hanya bisa memasrahkan ini semua pada Sang Pencipta. Allah lah yang memiliki semua yang ada di alam semesta ini, semua adalah miliknya, termasuk kita.

"Ya Allah, dia anakku. Dia telah mendapat cobaan dan kami telah berserah diri kepada-Mu Ya Allah, kami telah bersabar, dan memuji Engkau. Kami beriman dengan keputusan dan ketetapan-Mu baginya," begitu Tante Dian memanjatkan doanya dalam hati.

"Ma-Mama.." suara lemah itu tiba-tiba saja terdengar. Ya, itu adalah suara Adnan. Tante Dian yang kebetulan sedang menemani Adnan di dalam, langsung terperanjat, dan dilihat putranya itu. Alhamdulillah, sungguh sangat bersyukur beliau ketika melihat putranya yang kini mulai sadar dari koma panjangnya. Jari-jarinya yang tadi sempat beliau genggam, kini perlahan mulai bergerak, menyentuh tangannya lembut. Walau mata Adnan belum sepenuhnya terbuka, dari tadi mulutnya terus saja memanggil mamanya. Tante Dian langsung mengecup kening Adnan yang dibalut perban, dan kemudian mengusap pucuk kepala putranya pelan. Beliau terus-terusan mengucap syukur atas keajaiban yang Allah berikan pada putranya.

"Ayah mana Ma?" Adnan kemudian mencari ayahnya. Tante Dian memberitahunya kalau Om Dion masih di kantor dan belum ke rumah sakit lagi hari ini.

"Ma-mama, Rara Ma?" orang ketiga yang dia panggil adalah Queena. Adnan langsung menyebut namanya. Tante Dian mengerti dengan yang dimaksud putranya. Pasti Adnan ingin bertemu dengan Queena. Makanya, dengan cepat dia langsung menghubungi Queena, dan memintanya untuk segera datang ke rumah sakit. Ini demi kebaikan putranya.

"Apa Tan? Adnan sudah bangun dari komanya?" ujar Queena di telepon. Dia kemudian langsung mengambil slingbag nya dan pergi menemui mamanya untuk meminta izin.

"Ma, Rara mau ke rumah sakit ya, boleh kan?" ujarnya ketika sudah menemui mamanya di dapur.

"Iya sayang. Oh iya, ini mama titip ya, buat Adnan. Mama titip salam juga," ujar Tante Gita, mamanya Queena sembari memberikan sekantong kresek berisi sekotak bolu dan separsel buah untuk Adnan. Queena kemudian menerima titipan mamanya itu dan segera pergi dengan motornya

***

"Tante," lagi-lagi Queena langsung memeluk Tante Dian ketika bertemu dengan beliau. Raut wajah Tante Dian kini terlihat lebih tenang, walaupun mungkin masih ada sedikit rasa gelisah dalam diri beliau.

Queena kemudian masuk ke dalam kamar Adnan. Tidak lama setelah siuman tadi, Adnan dinyatakan sudah melewati masa kritisnya dan sudah bisa dipindahkan ke kamar rawat.

"Adnan?" ujar Queena lirih ketika melihat tubuh Adnan yang masih terbaring lemah di pembaringan rumah sakit. Adnan memutar bola matanya perlahan, dilihatnya Queena yang sedang berdiri di ambang pintu dengan mata yang berkaca-kaca. Queena kemudian mengelap ujung matanya yang basah, lalu mulai berjalan mendekati Adnan, dan meletakkan kantong kresek dari mamanya di atas meja. Adnan berusaha mendudukkan tubuhnya, namun Queena berusaha mencegahnya.

"Sudah nggak papa, tubuh kamu masih lemah".

Dengan keadaan yang seperti itu, Adnan masih berusaha mengukir senyum. Queena hanya terdiam, tidak merespon apa pun. Sebenarnya ia bingung. Ia tetap berusaha menjaga sikap, ia tidak mau dengan kedatangannya kali ini, Adnan akan mengira kalau dia benar-benar masih mengharapkan Adnan dan sangat mengkhawatirkannya. Walau memang benar, dia sangat khawatir akan kondisi Adnan. Queena kemudian duduk di kursi yang memang sengaja disediakan rumah sakit bagi penunggu pasien. Sedangkan Tante Dian, kini sedang berbaring di sofa sambil berusaha memejamkan matanya. Queena memang menyuruh Tante Dian untuk tidur sebentar. Dia merasa kasihan karena sejak Adnan dirawat, Tante Dian bahkan jarang sekali tidur karena terus saja menemani Adnan.

"Adnan, tadi mama aku bawain buah, kamu mau nggak? Kamu mau apa?"

"Jeruk".

Queena kemudian membuka plastik parcel, dan mengambil sebuah jeruk. Dengan tulus, Queena mengupas jeruk itu, dan memberikannya pada Adnan. Adnan lagi-lagi tersenyum. Tiba-tiba, dia terbatuk ketika tersedak, Queena dengan sigap langsung mengambilkan segelas air yang ada di atas meja, dan membantu Adnan untuk meminumnya dengan sedotan.

Kebetulan juga, saat itu Reevan juga datang lagi untuk menjenguk Adnan. Disinilah perang hati dimulai. Reevan hanya bisa melihat mereka dari celah pintu yang sedikit terbuka. Tanpa sadar dia mengepalkan kedua telapak tangannya.

"Ya Allah, hamba tahu ini salah, hamba tahu tidak seharusnya perasaan ini ada. Tolong Ya Allah, teguhkan hati hamba".

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak Reevan dari belakang, dan itu berhasil membuat Reevan kaget.

"Om?" ujar Reevan ketika melihat sosok itu adalah Om Dion. Dia kemudian menyalami tangan Om Dion.

"Temannya Adnan yah?"

"Iya Om, saya Reevan kakak kelasnya Adnan".

"Oh, kakak kelasnya. Kok di sini saja, nggak masuk?"

Reevan terdiam. Pandangannya tertunduk, "Mm, saya tadinya mau masuk Om. Cuma kayaknya Adnan masih dijenguk oleh Queena. Kasian dia baru sadar, sudah dijenguk oleh orang yang berbeda-beda dan keluar-masuk. Reevan titip ini saja ya Om buat Adnan, tolong disampaikan". Reevan kemudian menitipkan sekotak kue yang ia beli saat perjalanan menuju rumah sakit tadi, dan kemudian kembali menyalami tangan Om Dion, lalu segera pergi. Om Dion menerimanya dengan lembut, lalu membiarkan Reevan pergi setelah itu.

"Ayah?" ujar Adnan senang melihat ayahnya datang ke dalam kamar rawatnya. Om Dion tersenyum, lalu meletakkan plastik yang berisi kue dari Reevan tadi di atas meja.

"Ayah beli kue? Padahal Rara tadi juga bawain Adnan bolu loh," ujar Adnan sambil memakan jeruk yang sudah dikupaskan oleh Queena.

"Bukan, ini tadi dari kakak kelas kamu," jawab Om Dion.

"Kakak kelas? Reevan, atau...?" Adnan menerka-nerka. Dia berpikir mungkinkah kakak kelas itu adalah Reevan? Atau malah Lesa? Dia tidak berani menyebut nama wanita itu.

Queena kemudian menunduk. Dia tahu kalau Adnan canggung menyebut nama Lesa di depannya. Tapi, pikirannya juga mengarah pada Reevan. Benarkah itu dia? Tapi jika itu dia, kenapa dia tidak masuk dulu? Apakah karena Reevan melihat dirinya berada di sini?

.

.

Readers Wattpad yang selalu sabar menunggu kelanjutan part dan sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini, komentar baik dan kritik saran kalian sangat memberikan energi baru untuk aku supaya terus berusaha memberikan karya terbaik. Semoga cerita ini dapat diterima dan selalu ada hal baik yang bisa diambil dari setiap bagian ceritanya. Aamiin.

Selain Wattpad, kalian juga bisa menyapa aku di akun Instagram : @projectangitku atau @husnantiaulia.

Sampai jumpa di part berikutnya..

Romansa Tak Terduga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang