First impression.
***
Tidak biasanya malam-malam begini grup whatsapp kelas ramai. Anak-anak ribut membicarakan majalah dinding (mading) bergilir yang katanya harus mulai diganti besok. Setiap satu bulan sekali, papan mading di lobi depan sekolah harus diganti, dan sistemnya selalu bergilir. Bulan ini giliran kelasnya Queena yang bertugas mengganti dan mengisi papan madingnya.
Suasana hatinya yang sedang tidak baik membuat Queena hanya menjadi silent reader saja pada diskusi malam itu. Beberapa kali juga air matanya tiba-tiba menetes dengan sendirinya. Dari pulang sekolah tadi, ia sama sekali tidak mau keluar dari kamar. Apa kata orang rumah nanti, jika melihatnya dalam kondisi mata yang bengkak seperti itu.
'Aku tahu kamu ingin menulis sesuatu di mading, aku sudah bilang ke ketua kelas agar menyisakan tempat kosong untuk tulisan kamu, Ra. Semangat ya!'
Pesan itu dikirim Syifa saat mata Queena baru saja terpejam, hingga akhirnya dia kembali membuka matanya karena mendengar notifikasi khusus dari Syifa. Queena menghembuskan nafas kasar. Sebenarnya kesal. Syifa kan tahu kalau dia sedang merasa tidak baik-baik saja, tapi malah sahabatnya itu secara tidak langsung meminta dia untuk ikut serta dalam pengisian mading sekolah. Tapi di lain sisi, Queena juga mengerti, ini salah satu cara Syifa supaya sedikit menghiburnya dan tidak membiarkan Queena terlalu lama dengan kesedihannya.
***
Keesokan harinya, jam pelajaran pertama kosong. Anak-anak memanfaatkannya untuk mengerjakan mading. Fajar Si Ketua Kelas mulai sibuk mengumpulkan hasil karya anak-anak kelas yang semalam sudah sepakat mau menyumbang karya.
"Queena, karya punyamu yang akan ditempel di mading, sudah ada?" tanya Fajar malu-malu. Fajar ini adalah ketua kelas yang dari kelas sepuluh belum pernah lengser. Selain karena sikap, kepribadian, dan cara kerjanya yang bagus, sebenarnya alasan dirinya selalu menjadi ketua kelas itu karena tidak ada anak lain yang mau menggantikannya di posisi itu. Mungkin hanya Fajar lah anak yang paling sabar menghadapi kelakuan anak kelas yang suka tidak bisa ditebak.
Saat masuk menjadi murid baru di sekolah ini, Fajar adalah teman baru yang paling sering satu kelompok saat masa orientasi dulu dan sangat dekat dengan Queena dalam satu kelompok itu. Sudah sejak lama pula, Queena menyadari kalau Fajar diam-diam menyukainya. Tapi karena menjaga perasaan Adnan, Queena memilih untuk diam. Lama-lama Queena memilih cuek, dan perlahan menjaga jarak dengan Fajar. Padahal, Fajar anak yang sangat baik dan penyabar.
"Sudah," jawab Queena dengan suara dan muka yang datar. Kemudian, ia merogoh ranselnya, mengambil kertas biru yang ia selipkan di dalam buku bindernya. Fajar tersenyum tipis. Dari senyumnya sangat tergambar jelas bagaimana Fajar sangat menghargai batasan yang ada antara ia dengan Queena untuk saat ini. Bukan hanya Queena, Fajar pun sudah sejak lama menyadari sikap Queena yang perlahan mencoba menjaga jarak darinya. Tapi apa yang bisa diperbuat, Queena memang sudah seharusnya berbuat seperti itu sebagai seorang perempuan yang sudah memiliki kekasih, dan Fajar pun juga seharusnya bisa menahan diri.
***
"Tumben sudah dua hari ini Queena sama Adnan duduknya jauh-jauhan. Biasanya nih, mau kursi sebelah Queena sudah diduduki orang atau belum, Adnan selalu berusaha untuk bisa duduk di sebelah Queena. Ya, walaupun caranya sering menyebalkan, suka ngusir seenaknya gitu," ujar Salma yang ikut membantu Syifa memotong origami di dekat pintu kelas. Syifa diam, bingung harus menanggapi apa.
"Jangan-jangan mereka lagi berantem, atau malah putus. Ya ampun, masa iya sih," Salma anak yang memang suka heboh sendiri itu masih penasaran dan mencoba untuk menebak-nebak. Syifa masih diam, tidak menanggapi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Tak Terduga [END]
SpiritüelBenar makna kiasan dari puisi yang dibuat oleh Fajar. 'Fajar itu menjemput Mentari terbit, membawanya untuk menghangatkan langit. Berbeda dengan Senja yang menjemput malam, yang lebih memilih Bulan untuk menggantikan Mentari secara diam-diam. Tapi s...