Apakah aku harus melepas layang-layang yang sudah dengan tingginya kuterbangkan?
***
Suara Adzan Subuh membangunkan Queena dan Lula secara bersamaan. Dengan mata yang masih sepet, mereka berdua bergantian mengambil air wudhu.
"Masya Allah, segarnya," ujar Queena setelah keluar dari kamar mandi. Hal itu disambut dengan senyum manis Lula.
Tidak lama setelah itu, Queena mengajak Lula untuk sholat Subuh berjamaah di dalam kamar kos-kosan. Selepas sholat, doa-doa pun tidak lupa mereka panjatkan. Memohon ampun, meminta perlindungan, dan apa pun yang mereka butuhkan hanya kepada-Nya.
"Ra, kamu mau baca Quran yah?" tanya Lula lirih ketika Queena mengambil Quran dari atas meja. Sejak tadi memang Lula terlihat memperhatikan Queena.
"Iya La, emang kenapa?"
"Kamu masih ada satu nggak? Aku juga mau baca".
Masya Allah. Queena kemudian langsung mengucap syukur. Tidak biasanya Lula begini. Mungkinkah karena sejak kejadian gempa itu?
"Aku cuma ada satu La. Gimana kalau kita barengan saja?"
"Yah, ya sudah deh Ra nggak papa. Kamu nanti sekalian koreksi bacaan aku yang masih salah-salah ya?"
Queena dengan mantap mengangguk. Dengan perasaan senang, dan bahagia, dia mengajari Lula dengan begitu tulus.
***
Jam sudah menunjukkan pukul enam. Queena dan Lula sudah bersiap-siap keluar untuk membeli sarapan. Namun, ketika Queena hendak mengunci pintu, ponselnya berdering.
"Mas Adnan?" batinnya lirih, ketika melihat nama Adnan muncul dalam layar ponselnya. Queena pun menggeser panel hijau di layar ponselnya.
"Halo Mas, assalamualaikum?"
"Wa'alaikumussalam Ra. Ra, ini sebentar lagi aku sampai kos kamu. Insya Allah nanti aku kesitu sama Azzam dan istri temanku ya? Biar nggak disangka yang tidak-tidak sama orang. Tapi sebelum itu, aku mau ke rumah saudara Azzam dulu untuk menjemput istrinya".
"Oh, iya Mas nggak papa. Ya sudah, aku mau pergi keluar dulu Mas mau beli sarapan. Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumussalam".
Begitulah telepon singkat antara Queena dan Adnan.
Adnan mematikan ponselnya dengan muka kecewa. Awalnya dia begitu bahagia karena hari ini juga akan bertemu dengan Queena. Namun, kenapa cara bicara Queena di telepon tadi membuat hatinya kecewa?
"Kok singkat sekali Nan teleponnya?" tanya Azzam yang ketika itu sedang mengemudi mobil.
"Nggak papa Mas. Mungkin dia sedang sibuk".
Azzam hanya mengangguk pelan. Ya! Azzam. Dia adalah teman kerja Adnan. Azzam juga tidak lain adalah suami Syifa, dan senior Reevan. Bisakah ini disebut kebetulan? Semuanya sudah rencana-Nya.
"Ngomong-ngomong, calon istrimu itu satu sekolah dengan kamu?" Azzam bertanya untuk kedua kalinya.
"Iya Mas. Sejak kelas satu SMP sampai dua SMA kami sekelas. Tapi, semenjak saya pindah, sejak saat itu saya berpisah dengan dia. Dan alhamdulillah, beberapa bulan yang lalu saya mantap untuk menemuinya lagi, dan baru-baru ini melamarnya," Adnan bercerita begitu semangat. Wajahnya kembali berseri.
"Maaf, dulu kalian pernah pacaran?"
Adnan terdiam untuk beberapa saat. "Iya Mas," jawabnya lirih. Dia pun kemudian menundukkan kepalanya. "Saya menyesal Mas," lanjutnya. Azzam menoleh ke arahnya dan mengangkat kedua alisnya, bertanya. "Saya menyesal saja atas kejadian di waktu lalu. Hubungan saya dengan dia dulu, bukannya membuat dia bahagia malah membuat dia terluka. Seharusnya baik saya maupun dia bisa lebih menjaga perasaan kami masing-masing," Adnan bercerita dengan nada sangat menyesal. Dilihatnya pemandangan diluar lewat kaca mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Tak Terduga [END]
SpiritualBenar makna kiasan dari puisi yang dibuat oleh Fajar. 'Fajar itu menjemput Mentari terbit, membawanya untuk menghangatkan langit. Berbeda dengan Senja yang menjemput malam, yang lebih memilih Bulan untuk menggantikan Mentari secara diam-diam. Tapi s...