"Ra, Mas Adnan sudah sampai sini?" tanya Lula sambil memasukkan pakaian yang baru saja ia lipat ke dalam lemari. Queena mengangguk.
"Ra, jujur deh sama aku. Kamu sebenarnya cinta gak sih sama dia?"
Queena kini hanya menghela nafas. "Sudah tidak usah ditanya lagi. Aku saja bingung," Queena kemudian mencubit hidung mancung Lula. Lula merengek kesakitan.
"Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucapkan salam dibarengi dengan ketukan pintu. Queena yakin itu pasti Adnan. Dengan cepat dia mengambil jilbab di gantungan bajunya, dan segera memakainya.
"Aku juga Ra".
"Apa?"
"Jilbab. Aku juga mau pakai," ujar Lula dengan wajah polosnya. Queena terdiam, memandangi Lula. Anak ini sebenarnya sedang kenapa? Sejak kemarin sikapnya tidak biasanya.
"Kamu bilang calon suamimu sholeh bukan? Dan dia tidak nyaman melihat perempuan yang tidak menutup auratnya? Jadi, tidak salah kan kalau aku memakai jilbab supaya calon suamimu itu nyaman dengan keberadaanku?"
"Hii!! Aku pikir kamu sudah taubat. Eh, malah cuma karena itu," ujar Queena kesal. "Ya sudah ambil saja di dalam lemariku!"
Lula terkekeh sendiri. Sebenarnya, bukan itu alasannya. Entah kenapa, tapi akhir-akhir ini ia ingin sekali mengikuti kebiasaan Queena, mulai dari rutin membaca Qur'an, sholat tahajud, sholat dhuha, dan menutup auratnya.
Queena kemudian membukakan pintu untuk tamunya yang sedari tadi sudah menunggu di luar. Dengan ramah, dia menyambut Adnan. Namun, bukan main kagetnya dia ketika melihat Syifa juga turut hadir bersama Fahri, anaknya yang begitu menggemaskan.
"Syifa?"
Syifa hanya tersenyum. Adnan dan Azzam sudah tidak merasa heran lagi.
"Kok kamu disini?"
Syifa melirik ke arah Azzam. "Dia ternyata istri Azzam Ra, aku juga baru mengetahuinya tadi," ujar Adnan.
Dengan canggung, Queena mempersilakan tamu-tamunya untuk duduk di teras kos-kosan yang memang tempat khusus menerima tamu.
Setelah duduk, dan Lula pun sudah menyuguhkan air minum, Adnan membuka perbincangan.
"Mana yang runtuh Ra?" Adnan memutar bola matanya ke sana kemari mencari tembok yang rusak akibat guncangan gempa kemarin.
"Di belakang sana," Queena menunjuk salah satu tempat yang berada di sudut. "Kamu yakin mau ngebenerin sendiri Mas?"
Azzam sontak langsung menatap Adnan. Mereka berdua saling bertatapan, menahan tawa. Hingga akhirnya, tawa lepas dari mulut keduanya.
"Haha, kemarin itu aku bercanda Ra. Nggak mungkin lah. Ngaduk semen saja, aku nggak bisa".
Mulut Queena mengerucut. Adnan dan Azzam tidak henti-hentinya tertawa.
"Maaf Ra, maaf. Tapi aku pikir selepas aku ngomong kemarin, kamu tahu kalau aku bercanda".
"Nggak lucu Mas".
"Iya, maaf. Tapi Ra, aku sudah menghubungi tukang bangunan. Dan Insya Allah nanti sekitar jam sepuluhan, mereka akan datang memperbaiki temboknya".
Queena kemudian mengangguk. Kekesalannya mulai mereda.
"Ra, yang tadi itu, kawan kamu?" tanya Azzam. Queena mengangguk.
"Mas ngapain tanya-tanya teman Rara?!" ujar Syifa sinis. Dia memicingkan matanya. Gelak tawa kembali meledak.
"Bukan gitu Syifa, haha. Aku tuh cuma tanya. Lagi pula, dia cantik. Kalau disandingkan dengan Reevan mungkin serasi".
Azzam!! kenapa lagi-lagi dia membuat suasana kembali canggung!!
"Oh, jadi Reevan belum ada calon toh?" sambung Adnan.
"Belum. Dia mah terlalu selektif atau karena memang sudah ada yang disukai tapi belum berani bilang".
Queena dan Syifa menatap kedua lelaki itu.
"Lula mana Ra? Kok nggak keluar lagi?" kali ini Syifa yang bertanya. Walau sedikit ragu, dia beranikan untuk itu.
"Mm, mungkin dia lagi nonton film di dalam. Kamu mau masuk?"
Syifa sempat terdiam, berfikir. "Sudah yuk masuk saja! Sekalian aku kenalin kamu sama Lula," tanpa ragu, Queena menggandeng tangan Syifa. Fahri pun ikut bersama mereka berdua. Queena, Syifa, dan Fahri masuk. Dan Lula menyambut baik ketiganya. Tak butuh waktu lama, Syifa dan Lula sudah terlihat akrab. Begitupun Queena dengan Fahri. Dari tadi, Fahri tak henti-hentinya membuat Queena tertawa karena sikap lucunya itu. Sedangkan Adnan dan Azzam? Mereka berdua sedang melihat-lihat tembok yang rusak bersama tukang yang baru saja datang dan bapak pemilik kos juga.
"Ra?" Syifa memanggil lirih Queena ketika Queena sedang asyik bermain bersama Fahri. Syifa meraih tangan Queena dan menggenggamnya erat. Lula memperhatikan mereka berdua.
"Maafin aku Ra," tiba-tiba suara isak tangis lolos dari mulutnya. Dia menutup wajahnya, bersembunyi di pangkuan Queena. Queena yang bingung, kini menyuruhnya untuk bangun.
"Maaf kenapa sih Fa? Kamu nggak salah apa-apa".
"Nggak Ra, aku salah. Karena keegoisan aku, kamu sama Kak Reevan jadi..." Syifa tak sanggup melanjutkan perkataannya.
"Syifa, sudah jangan bahas hal itu lagi".
"Tapi karena aku, Kak Reevan jadi tidak punya kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. Aku terlalu egois. Maafkan aku Ra," tangis semakin menjadi-jadi. Hal itu tanpa mereka sadari, merebut perhatian Adnan. Adnan yang tadinya sibuk dengan tukang-tukang yang hendak memperbaiki tembok kos-kos an Queena, kini perhatiannya beralih ke arah suara tangis Syifa. Dia diam-diam menguping dari balik pintu kos yang tertutup. Sedangkan Azzam masih belum menyadarinya.
"Jadi, selama ini Kak Ree memiliki perasaan sama Rara? Dan aku nggak pernah sadar?"
Adnan kemudian duduk sendiri di kursi teras. Ia merenungi apa yang baru saja dia dengar. "Aku yang egois. Akulah yang egois disini. Bagaimana bisa aku tidak menyadari ini semua? Kenapa aku tidak menyadari tentang perasaan Reevan dan Queena? Akulah yang egois di sini." Adnan bolak-balik mengusap wajahnya kasar, seolah benar-benar menyesali semuanya. Keringat perlahan bercucuran dari pelipisnya. Air mata pun seolah menggenang di kelopak matanya. Wajahnya memerah.
"Apakah aku harus melepas layang-layang yang sudah dengan tingginya kuterbangkan? Aku ternyata begitu jahat. Aku telah mengikatnya dengan senar. Tanpa sadar, ia yang kuanggap terbang tinggi dengan kebahagiaan, ternyata telah kuikat kebebasannya. Namun, jika aku memutuskan untuk memutuskan ikatan itu, sebagian dariku rasanya ikut pergi bersamanya. Rasanya hilang, tidak berarti apa-apa. Dia yang sudah tulus kusayang, haruskah kurelakan untuk seseorang?
Ya Allah, jika memang dengan melepasnya adalah yang terbaik untuk semua, aku ikhlas untuk merelakannya. Jika memang dengan melepasnya bisa membuat dia bahagia, aku ikhlas. Aku tidak ingin, rasa cintaku ini justru malah menyiksanya".
.
.
Readers Wattpad yang selalu sabar menunggu kelanjutan part dan sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini, komentar baik dan kritik saran kalian sangat memberikan energi baru untuk aku supaya terus berusaha memberikan karya terbaik. Semoga cerita ini dapat diterima dan selalu ada hal baik yang bisa diambil dari setiap bagian ceritanya. Aamiin.
Selain Wattpad, kalian juga bisa menyapa aku di akun Instagram : @projectangitku atau @husnantiaulia.
Sampai jumpa di part berikutnya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Tak Terduga [END]
SpiritualBenar makna kiasan dari puisi yang dibuat oleh Fajar. 'Fajar itu menjemput Mentari terbit, membawanya untuk menghangatkan langit. Berbeda dengan Senja yang menjemput malam, yang lebih memilih Bulan untuk menggantikan Mentari secara diam-diam. Tapi s...