27

8.9K 862 6
                                    

Dia yang ingin kutemui tak pernah kukira.

***

"Apa kak?! Jadi perempuan tadi itu Rara?! Ya Allah," Syifa kaget bukan main ketika Reevan menceritakan siapa perempuan yang ia temui di kantin tadi kepadanya. Reevan hanya mengangguk. Wajahnya lesu.

"Kenapa Kakak nggak bilang langsung ke aku waktu itu? Astaghfirullah, lagipula kenapa aku sampai nggak mengenalinya," sekarang, Syifa malah justru menyalahkan dirinya sendiri. Ia menyesali karena sama sekali tidak mengenali Queena. Syifa mengusap wajahnya kasar.

"Kakak sebenarnya mau bilang, tapi pada saat itu rasanya lidah Kakak begitu kelu".

"Lalu bagaimana reaksinya setelah Rara melihat aku? Apa dia mengenaliku?"

Reevan menggeleng. Jelas sekali terlihat raut gelisah di wajahnya. "Dia sepertinya juga sama sekali tidak mengenalimu. Malahan, sekarang dia itu mengira kalau kamu dan Fahri adalah istri dan anakku. Dan dia mengira aku melamarnya karena ada niat membagi cinta dari kamu".

Tubuh Syifa kini terduduk lemas di atas sofa. Dia kemudian memandang Fahri yang sejak tadi sudah tertidur di atas karpet tebal di depan TV.

"Ya sudah, Kakak tenang saja. Besok aku akan menemui dia dan menjelaskan semuanya supaya tidak ada salah paham lagi antara kalian berdua," Syifa menenangkan kakaknya itu.

"Percuma Fa. Sepertinya dia sudah tidak akan percaya lagi. Lagipula, mau sedetail apa pun kita menjelaskan, itu tidak akan mengubah keadaan bahwa dia memang akan segera menikah dengan Adnan".

"Tapi Kak," Syifa tetap saja mengelak. Reevan kini hanya berdiri mematung. Tatapannya kosong. "Besok aku akan tetap menemuinya. Semoga Queena mau memahaminya Kak".

Reevan mengamini perkataan adiknya itu. Bagaimana pun, hatinya menyimpan banyak harap dalam keadaan ini.

***

Malam itu selepas sholat Isya, Queena segera merebahkan tubuhnya di kasur. Rasanya hari ini begitu berat untuknya. Semua terasa begitu melelahkan. Apalagi, setelah mengetahui bahwa dia, laki-laki yang dicintainya sudah memiliki seorang istri dan anak yang begitu menggemaskan.

"Ra, aku belikan kamu sate kambing nih. Kamu makan ya. Alhamdulillah aku habis dapat kiriman uang dari ibu, jadinya malam ini aku belikan makanan yang enak," ujar Lula sembari memberikan sepiring sate dan nasi kepada Queena. Dia sebenarnya merasa khawatir akan keadaan Queena hari ini yang entah kenapa tiba-tiba terlihat drop di hadapannya. Seperti tidak ada rasa semangat sama sekali dalam diri sahabatnya itu.

Queena hanya memandang sate kambing itu, lalu menatap Lula tanpa berkata apa-apa.

"Ra? Kamu kenapa sih? Apa ada masalah? Cerita dong, jangan diam terus seperti ini. Dari siang kamu belum makan lagi," Lula begitu mencemaskan Queena yang dari siang belum juga menyantap apapun lagi. Padahal, sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Aku nggak papa La. Terima kasih ya sudah membelikan aku sate. Aku makannya besok saja. Sisakan saja beberapa tusuk buat aku, dan kalau kamu makan, bumbunya jangan dicampur supaya sampai besok tidak bau".

Lula hanya terdiam. Dia tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Dia khawatir jika nanti dia melanjutkannya, Queena justru akan merasa tidak nyaman. Mungkin, memang ada masalah yang sedang Queena hadapi, dan dirinya memang tidak seharusnya tahu.

Sementara Lula memakan satenya, Queena menyembunyikan wajahnya di balik selimut tebal sambil memeluk gulingnya. Air matanya tanpa diminta menetes dari pelupuk matanya. Entah kenapa, ia tiba-tiba saja teringat oleh Syifa. Dahulu, ia tidak pernah menyembunyikan masalahnya seperti ini. Pasti selalu saja ada Syifa yang siap mendengarkannya. Dan, Queena pun merasa nyaman dan tenang ketika bercerita dengan Syifa, karena pasti ia akan mendapat sesuatu yang positif, yang membuat dirinya sedikit lebih tenang menghadapinya. Tapi sekarang? Apa yang mampu ia perbuat? Lula memanglah sahabat yang sangat baik. Dia sangat pengertian. Tapi masalahnya yang ini, rasanya tidak bisa ia ceritakan pada Lula. Apalagi jika mengingat kalau Lula juga begitu mengagumi Reevan.

Romansa Tak Terduga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang