16.

699 40 0
                                    

Ruangan berbau khas rumah sakit, hordeng hijau menjadi pelengkap ruangan ini.

Selang infus masih setia menempel di telapak tangan kiri syalwa yang masih berada di dalam mimpi.

Sudah 1 hari terlewati, dan gadis putih nan tomboi itu masih terbering dengan wajah pucatnya.

Di samping ranjang terdapat laki-laki yang sedang meratapi nasib adik perempuannya.

Hendra..

"De, lu kapan atuh bangun? Lu teu kangen apa sama aa nu kasep kahos kieu? Ihhhh lu mah tidur terus."

"Ahhh gua kesel sama lu." ucap hendra frutasi

Bunyi langkah kaki terdengar membuat hendra melepaskan genggamannya.

"Hendra keluar kamu!! Ga tau diri kamu!!!"

"Ayah dengerin hendra, hendra bakalan jelasin ka ayah.." ucap hendra memohon

"Ayah, hendra ga salah.. Semua ini uda--"

"Mah teu usah ikut campur." potong pria itu dengan cepat

Zulaika-- mamah nya syalwa pun ikut membantu agar suasana menjadi damai, namun suaminya langsung memotong ucapannya.

"Mahes sini kamu nak." panggil sang ayah lembut ke mahes.
Mahes pun menghampiri sang ayah

"Coba kamu yang menjelaskan."

Mahes merasa bimbang, satu sisi dia tidak ingin kembarannya selalu menjadi lampiasan ayahnya.
Memang sedari kecil hendra selalu di pojokkan.

"Jadi syalwa yang make motor aku yah.. Hendra teu tau kejadianna. Hendra pas hari itu lagi main sama babaturanna. Maaf yahh mahes minta maaf, hampunten yah." ucap mahes dengan wajah tertunduk, entah mungkin dia sudah mengumpulkan keberanian untuk mengatakan itu semua.

"Mahes tolong, ulah ngabantu hendra. Coba jelaskan nu leuwih jelas atuh." Adiputra--ayahnya syalwa.

"Jadi gini."

Flashback on.

"Aa anterin syalwa yuk, syalwa mau latihan karate." gadis yang mengenakan celana training panjang dan kaos berwarna hijau muda tersebut dan di balut kerudung sedada nya.

"Aduh de, aa udah buru-buru mau ngajar ngaji. Kamu sama hendra aja yaa." jawab mahes sambil memakai sepatu nyaa diteras rumahnya.

Syalwa pun sejenak berpikir, dia tidak mungkin dia melewati latihan karate minggu ini sedangkan bulan besok lomba sudah di mulai.

"A' hendra lagi keluar a, ga tau kemana. Ayolahh anterin aku a'." rengek syalwa sambil menggoyangkan tangan mahes.

"Hmm de, lamun kamu buru-buru mah naik motor aa wae atuh. Aa bisa minta jemput si gilang." mahes mengalah.

Sebenarnya mahes sangat khawatir dengan adik perempuan nya, baru seminggu yang lalu dia belajar motor. Dan tempat latihan karatenya bisa di bilang cukup jauh dari rumahnya, tapi mahes menepis rasa khawatir nya.

"Wa, hati" jangan terlalu kenceng. Pake helm wa." teriak mahes.

"Ah engga ah. Panas a, yaudah syalwa berangkat heula yaa. Assalamu'alaikum."

"Atuh susah pisan kalau di bilangin si wawa mah. Wa'alaikumusallam." jawab mahes sambil mengambil benda pipih berwarna silver tersebut untuk meminta gilang untuk menjemputnya ke tempat mengajarnya.

Flashback off.

Setelah mendengar cerita yang sebenarnya dari mulut mahes, pria separuh baya itu pun melemas entah mungkin merasa bersalah.

Pejuang Istiqomah [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang