Love 5

17 3 0
                                    

Sore hari aku menunggu kedatangan Gita, dia janji akan menginap dirumahku. Tak lama kemudian dia tiba dengan membawa banyak barang, entah barang-barang dari siapa dan untuk apa, aku tak mengerti.

"Ra! Ini, lo kenal ini?"
Tangannya menyodorkan sebuah boneka yang ku kenal.

"Apa ini? Lo dapet dari?"

"Ini Catreen."
Hatiku berdetak kencang, sesaat terasa sunyi disekujur tubuhku merasa aura negatif mendekat.

"Kita masuk aja Git. Rumah guwe gak ada siapapun, cuma guwe sendirian."

Kamipun masuk dan mulai menggelar tikar, lalu Gita menelpon seseorang dan saat di angkat.
"Dimana kau menyembunyikannya?!?"

"Kau lagi rupanya."

"Jangan bertingkah aneh, kembalilah, akan ku beritau apa yang Catreen ingin kembalikan padamu!"

Tak terdengar jawaban apapun.
"Halo!"

"Apa yang kau mau?!"

Aku merebut ponselnya dan menanyakan padanya
"Apakah kau Harada?"

Seseorang yang memegang telpon itu tampak terbatah-batah dan dia katakan,
"Ma-M-Maa-Maura-chan.."

"Harada.."

"Kamu sudah kembali, Maura-chan."
Aku hanya terdiam dan merasakan jika sesosok roh ada disisiku, dia mengatakan.
"Harada hanyalah alat untuk membunuh, dia bukanlah mausia seutuhnya. Identitasnya hanyalah sebuah kebohongan maka hancurkanlah dia."
Aku hanya mengangguk, dan terus mendengarkan Harada yang terdengar sedang menangis itu.

"..kenapa aku harus membunuhmu? padahal aku mencintaimu Maura-chan.."
Harada terus mengatakan hal-hal aneh.

"Maaf Harada.. aku ingin menemuimu tolong datanglah besok."

Diapun mematikan telpon, dan aku mulai merasa sosok negatif mendekat. Saat aku berbalik mataku melalak melihat sosok goib yang begitu besar dan hitam, dia tertawa keras san menunjuk kearah sebuah foto yang terpampang di dinding dekat kamarku, selain aku didalam foto juga ada Damai dan Gita entah apa yang dia maksud, dia kembali tertawa dan menghilang.

===

Keesokan harinya tepat pukul 12.00 siang di lapangan basket.

"Maura, apa itu kau Maura-chan?"
Terdengar dari arah balikku berdiri, ku putar badanku dan kami kini saling menatap.

Jarak diantara kami masih terlalu jauh, 10-12m.

"Kemarilah.."
Tiba-tiba sosok gaib masuk dalam tubuhku dan dengan seenaknya dia mengendalikanku.

Haradapun berjalan mendekat, membawa sebilah pisau lipat di tangan kanannya dan tangan kirinya terdapat boneka.

"Stop!"
kini jarak diantara kami hanya 2-3m dari sebelumnya.

"Maura-chan.. kau Maura..?"
Harada menjatuhkan sebilah pisau yang dibawanya, menggenggam erat boneka yang dibawanya.

===

"Vanya, apa kau yakin tidak akan mengakui identitasmu?"
Seorang teman bertanya padanya, dalam wujud roh.

"Aku akan keluar jika memang dia dalam keadaan skarat!!"

pembicaraan singkat didalam ruang kosong dekat lapangan.

===

"Jangan Harada!"

"Hem?"

"Jangan! Hentikan semua!"

"Kau membentakku?"

"Harada.. aku mengakui apa yang memang harusnya kau miliki namun.."

"Kau mengakui apa?"

"..Harada! Maafkan aku, jika dulu aku pernah menyia-nyiakan kamu dimasa kehidupan lalu."

"Ghuh.. kamu ingat."

"Ya."

"Tapi ini tidak ada hubungannya Maura, aku ingin kau menjadi milikku."

===

"Pembicaraan yang menjijikkan!"

===

Siluet hitam, memberikan ingatan pada masalalu.

Dulu aku hidup di keluarga kaya, hidupku serba tercukupi, orang tuaku menyayangiku sama seperti menyembah sang pencipta.

Saat ulang tahunku ke-15 tahun, aku merayakannya dengan orang fakir di pinggiran kota. Ulang tahun yang megah menampung lebih dari 3000 orang.

Saat senja terlihat malam tiba, lampu-lampu indah menyala kelap-kelip di seluruh penjuru rumah mewah milikku.

Saat acara mulai terlihat seorang peria yang umurnya masih sepantara denganku, dia tampan dan bersih untuk kalangan bawah seperti yang lainnya.

Saat ku dekati, dia tersenyum menyapa lembut dan menundukan kepalanya seakan menyembah padaku, namum disitulah aku mulai jatuh cinta padanya.

Malam itu adalah malam badai, ulang tahunku sangat ramai, rumahku terasa seperti tempat penampungan.

Tak lama angin menerpa, rumahku terasa sangat berantakan, genting beruntuhan dan saat ku berjalan maju menghampiri seseorang yang ku kenal, runtuhan kayu menepuk pundakku sampai aku terjatuh, dihadapanku saat dia berlari mengejarku namun naas.

"Haradaa!!!"
Tubuhnya tertimpa reruntuhan dari lantai atas hingga dia tidak bisa diselamatkan.

2bulan berlalu, matahari terbit dengan teriknya saat aku terbangun, ku lihat tubuhku terlentang dan beberapa orang memelukku, disitulah aku sadar jika aku telah mati.

===

"Ingatan apa ini?"
tiba-tiba ku lihat Harada mendekat, dan kini dia memelukku.

Kurasakan hawa panas pada tubuhku, saat ku ingin melepaskannya dengan sekejap Harada menghilang dan entah sejak kapan mereka semua menghilang.

"Boneka itu!"
Aku tak bisa menemukannya dalam genggamanku, baru ku sadar jika mereka semua hanyalah ilusi, sebuah bayangan dan kini lenyap.

===

"Apa-apaan ini?!"
Vanya keluar dari persembunyiannya, dan saat dia mendekatiku langkah kakinya terhenti karena sesuatu lalu entah mengapa kekuatan hitam terkumpul pada satu titik dimana Vanya berdiri.

Kuterkecoh oleh gerakan batu yang meloncat seperti katak, dan saat kembali ku lihat kearah Vanya, dia tewas.

"Vanya??..."
"Va.. khiks!"
aku menutup hidung dan mulutku, lalu beberapa menit kemudian Damai, Gita dan semua temanku datang.

Mereka memelukku dan membawaku pergi dari situ, kami tiba di rumah.

"Apa yang terjadi padamu dan Vanya?"
tanya Gita padaku, sesaat setelah aku terlihat lebih tenang.

"Dam.. aku ingin bertemu Zilfa."
pintaku pada Damai saat itu, tanpa ku balas pertanyaan Gita.

Beberapa menit kemudian Zilfa tiba dan kumulai ceritakan apa yang ku lihat sedari tadi diingatanku.




#gengs jangan lupa vote dan komen ya gengs..

saya gak minta kalian buat suka cerita ini kok, tapi kalo bacanya udah sejauh ini mending terusin aja gengs..
hehe makasih!!!

My Love is Bad Boy [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang