BAGIAN II

7.7K 246 2
                                    

Ketika hujan turun membasahi
Disitu ku mulai berharap
Bahwa kaulah payung teduhku

◆◆◆

"Terima kasih," kataku saat lelaki asing ini meletakkan secangkir teh manis hangat di atas mejanya. Entah mengapa aku merasa begitu nyaman dengan aura lelaki asing ini.

"Em, sebelumnya, saya Farhan Aditya. Maaf kalau tadi di toko buku kesannya saya agak lancang untuk mengganggu percakapan kamu dengan Tuan Nelson. Tapi itu memang karena saya tidak suka seorang perempuan diperlakukan seperti itu," katanya dengan sangat tegas menandakan emosinya yang mulai keluar. Aku hanya menunduk, menenangkan pikiranku.

"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa. Lagipula kalau dia memang papaku, seharusnya dia mengakuiku sebagai anaknya. Tetapi nyatanya..." suaraku terhenti. Lidahku kelu... Bahkan aku tak mampu melanjutkan kata-kataku.

"Ya, baiklah saya mengerti. Bagaimana denganmu? Siapa namamu?" jawabnya dengan nada yang lebih lembut.
"Clairine Ruthia," jawabku singkat.

Kami menghabiskan waktu yang ada dengan berbincang-bincang tentang berbagai macam topik. Rasanya semakin lama, semakin tidak ada kecanggungan di antara kami berdua. Dia menceritakan tentang kehidupan kantornya yang memandangnya sebelah mata. Aku heran dengan orang-orang yang masih saja lebih suka mengurusi kehidupan orang lain tanpa mengaca kepada diri sendiri terlebih dahulu.

Tak ku rasa bahwa jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat 25 menit. Aku rasa aku sudah cukup lama di sini. "Well, Farhan. Kayaknya aku harus pulang. Thanks for the treat! " kataku lalu beranjak dari sofa yang ku duduki.

Farhan mengikutiku dari belakang dan mengantarku sampai ke depan pintu gerbang rumahnya.
"Ruth! Anytime you want to meet me, I'll be there for you. Bye! " katanya dengan suara yang sangat bersemangat. Aku hanya tertawa kecil lalu mengangguk menanggapi sikapnya itu.

Dengan bantuan tongkatku, aku mulai mengingat-ingat kemana aku akan pergi. Ada rasa terhibur yang tiba-tiba masuk ke dalam hatiku.
Aku menghembuskan nafas berat. Rasanya sudah lama tidak selega ini. Dengan kehadiran Farhan, aku rasa aku mampu menemukan jalan menuju kebahagiaan lagi.

###

Pk 19.15
Kediaman keluarga William

"Hebat sekali Claire, baru pulang jam segini. Kemana saja?" tanya seorang perempuan dengan nada kesal saat aku baru saja membuka pintu rumah.

"Shut up Fiona, memangnya sejak kapan kamu peduli dengan kakakmu yang buta ini?" jawabku dengan nada sinis lalu pergi ke arah kamarku.

Ya, dia adalah Clarissa Fiona William, adik kembarku. Terlahir normal tanpa cacat sedikitpun di tubuhnya. Anak yang paling dibangga-banggakan oleh satu keluarga bahkan sampai ke keluarga besar.

Hanya aku. Hanya aku yang cacat. Lihat? Betapa sangat tidak adilnya hidupku. Papaku, John Nelson William adalah seorang pemilik toko buku besar di kota. Mamaku, Deliana Putri adalah seorang model yang cukup terkenal. Adikku, Clarissa Fiona adalah seorang manager di salah satu perusahaan ternama.

Sedangkan aku? Hanya pegawai biasa di perusahaan biasa, dengan gaji seadanya saja. Semua orang menilai penampilan! Memangnya siapa yang mau dengan gampangnya menerima orang dengan cacat mata sepertiku!

Aku membanting pintu kamarku dengan penuh amarah. Aku duduk di atas kasur dan mengangkat kepalaku ke atas, menghadap langit-langit. Gelap, walau aku tahu bahwa lampu kamarku menyala.

"Hh... God, kuatkanlah aku. Rasanya tak mampu lagi menjalani hari. Help me..." kataku dengan meneteskan air mata lalu menghempaskan badanku ke kasur sampai akhirnya aku terlelap.

●●●●

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang