BAGIAN IX

4.3K 175 3
                                    

Mungkinkah aku mampu melihat
Tidak dengan mata fisiku
Tetapi dengan mata batinku
Agar aku tahu
Apakah dunia memihak kepadaku

◆◆◆

"Bagus ya Claire, gak usah pulang aja sekalian!" kata mama ketika melihat aku pulang hari ini.

Aku tidak tau benar apa yang sedang ia lakukan, tetapi aku yakin sekali dia sedang menatapku dengan penuh amarah.

"Maaf tante, mohon maaf sebelumnya. Bukan bermaksud untuk tidak mengantar Ruth pulang, tetapi ada kendala sehingga dia harus istirahat total di rumah saya" kata Farhan ketika melihat wajahku yang sudah mulai berkeringat karena ketakutan

"Kamu siapa ya? Saya gak pernah lihat. Kamu tidak apa-apa in anak saya kan?" tanya mama dengan nada yang menurutku lumayan menyeramkan itu.

"Tenang aja kok tante, semua keperluannya diurus oleh pembantu yang ada di rumah saya. Saya sama sekali tidak melakukan hal yang aneh-aneh kepada anak tante" jawab Farhan dengan sangat meyakinkan.

Aku sedikit mengehelakan nafas ketika mama meminta kami untuk masuk dan berbincang-bincang di ruang tamu.

"Hadehh Claire... Kamu bikin jantung mama mau copot tau gak gara-gara kamu gak pulang semaleman. Mama hampir aja udah mau lapor ke kantor polisi karena takut kamu kenapa-kenapa, diculik sama orang aneh atau bagaimana. Untung saja kamu pergi sama orang yang baik dan bertanggung jawab. Pokoknya mama gak mau tau, kalau ingin bertemu atau jalan-jalan sama pacarmu itu, kamu biar Farhan yang kesini. Gapapa kan Farhan?" kata mama panjang kali lebar yang membuat pipiku memerah.

Tidak ada jawaban secara langsung dari Farhan. Sepertinya dia juga terkejut mendengar mama mengira kalau dia adalah pacarku. Apakah dia akan menyangkal?

"Hahaha iya tante, tentu tidak jadi masalah buatku. Selama itu tidak membuat tante khawatir" jawab Farhan dengan nada gembira yang membuat mukaku terasa lebih panas lagi.

Perbincangan terus berlanjut. Tidak ada perbincangan yang terlalu serius diantara kami. Lalu, ada sesuatu hal yang muncul di dalam hatiku. Ada sesuatu yang sangat ingin kupertanyakan mengenai ingatan anehku itu.

"Ma" panggilku yang membuat mama dan Farhan berhenti berbicara.

"Hm, mama, apa... Benda-benda kecil yang berjatuhan banyak dari langit dan menimbulkan suara yang amat berisik itu... Hujan?" tanyaku dengan muka serius.

"Bagaimana kamu...?" jawab mama sambil tergagap-gagap.

"Aku melihatnya. Aku sungguh melihatnya. Di dalam otakku. Dan itu sangat menggangguku. Suaranya yang sangat berisik. Dan suara-suara berisik lainnya berkumpul jadi satu di dalam otakku. Seketika aku berfikir bahwa aku dapat melihat. Ternyata itu semua seperti film yang terputar di dalam otakku. Sangat nyata..." jawabku sambil terengah-engah. Air mataku jatuh secara tiba-tiba. Dan keheningan menyelimuti kami.

"Di mana kamu melihat itu? Apa karena itu kamu jadi menginap di rumah Farhan?" tanya mama dengan emosi yang sepertinya tidak dapat ia kendalikan lagi.

"Dia melihat itu saat mengajakku ke Bogor kemarin tante" jawab Farhan dengan cepat.

"Bo... Bogor?! Jangan bilang kamu ke Jalan Merdeka? Jangan pernah pergi ke sana!" teriak mama dengan histeris.

Terdengar suara Farhan yang berusaha untuk membuat mama tenang. Lalu terdengar juga isak tangis mama yang membuat hatiku merasa bersalah sekaligus penasaran. Padahal... Baru saja aku senang karena dapat merasakan apa itu yang dinamakan melihat.

Aku menundukkan kepalaku untuk mencerna semua yang terjadi.
Hidupku... Aku tidak bisa mengerti lagi hidupku sepenuhnya. Sungguh, semuanya sangatlah aneh.

Aku ingin... Memecahkan semua misteri dalam hidupku.

●●●●

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang