BAGIAN VIII

4.6K 169 0
                                    

Saat bersamamu
Aku tahu
Bahwa kaulah Sumber kebahagiaanku

◆◆◆

Sebenarnya tidak ada bedanya antara sadar dan tidak sadar. Semuanya serba hitam. Tidak ada yang dapat kulihat. Tetapi aku tau, bahwa sebenarnya aku sudah membuka mataku.

Bayangan apa itu? Sepertinya aku tidak asing. Itu bukanlah hal yang kulihat, tetapi hal yang tersimpan dalam memory. Bagaimana bisa?

Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku. Semakin hari semakin aneh saja. Aku ingat dengan jelas suara berisik... Sangat berisik dari benda-benda kecil itu. Suara yang mulai membuatku sedih tanpa alasan.

"Ruth! Udah sadar?" tanya Farhan yang membuatku langsung menurunkan kedua tanganku karena terkejut. Dia tidak mengetuk pintu atau apapun, bahkan... Apakah pintu itu tertutup? Karena aku tidak mendengar saat dia membuka pintu. Apa aku yang terlalu masuk dalam ingatanku?

"Ruth... Kamu kok bisa pingsan kayak tadi sih?! Perasaan kamu udah makan selama perjalanan ke Bogor" kata Farhan dengan nada cemas.

Ia menghampiriku lalu duduk di pinggir tempat tidurku. Ia memegang tangan kananku lalu mengelusnya secara perlahan.

Tanpa bicara apapun, ia menempatkan tangannya di atas kepalaku lalu mengelusnya dengan sangan lembut. Berkali kali ia melakukan itu sampai rasanya aku ingin tidur saja karena sangat nyaman sekali.

"Ruth... Entah mengapa hatiku sakit melihatmu seperti ini. Aku rasa kita sama-sama memiliki masa lalu yang tidak terbayangkan. Dan aku bersyukur, kalau aku yang mendampingimu, berada di sisimu saat ini" kata Farhan yang membuat hatiku bergetar.

Jantungku rasanya ingin keluar dari dadaku. Aku berdoa berkali-kali agar dia tidak mendengar suara detak jantungku yang begitu cepat.

Dengan tangan kiriku aku meraih tangan kanannya yang sedang mengelus tangan kananku. Tanpa suara aku mengisyaratkan bahwa aku bahagia. Aku sangat bahagia karena Farhan ada bersamaku saat ini.

"Ruthie... Apakah.. "

Kata-katanya terpotong oleh ketukan dari arah pintu. Dengan cepat Farhan menarik tangannya dariku dan aku pun menarik tanganku kembali ke posisi awal.

'Sial' kataku mengutuki dalam hati.
"Maaf tuan, makanan untuk Non Ruthnya sudah siap di atas meja" kata pembantu di rumah Farhan. Aku merasa kesal sekali karena nyatanya dia sudah merusak momen yang membuatku sangat bahagia.

"Ah iya, sebentar lagi kami akan keluar" jawab Farhan dengan sopan.

Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. Sesuatu yang membuatku langsung menepuk jidat dengan sangat keras.
"Ruth? Ada apa?" tanya Farhan, terkejut dengan sikapku yang begitu tiba-tiba.

"Hari ini , tanggal berapa?" tanyaku dengan rasa takut.
"20 Oktober, kenapa memangnya?" jawabnya dengan sangat santai seakan tidak ada yang salah dengan ucapannya itu.

"Udah hari baru dong? Matilah aku!!" jawabku dengan sangat takut. Apa kata mama kalau tau anaknya ini menginap di rumah seorang cowok yang baru dia kenal kurang lebih 4 hari. Bisa-bisa aku sudah tidak dianggap sebagai anak lagi saat pulang ke rumah.

"Oiya, saat kamu tidak sadarkan diri, hpmu berdering terus sampai akhirnya batrenya habis dan sekarang lagi aku charge" kata Farhan menanggapi sikapku yang sudah tidak karu-karuan karena kenyataan yang harus kuhadapi, yaitu diomelin mama.

"Kamu takut diomelin mama kamu ya? ... Tenang aja, hari ini akan kuantar kau pulang lalu aku akan menjelaskan semuanya. Kamu tidak perlu terlalu khawatir. Sekarang lebih baik kita makan untuk mengisi tenaga" kata Farhan sambil membantuku untuk bangun dari tempat tidur.

Setelah selesai makan, aku langsung buru-buru bersiap untuk pulang. Mobil yang Farhan parkirkan juga sudah diambil. Tanpa basa-basi lagi kami langsung berangkat ke Jakarta.

Selama di perjalanan, tidak terlalu banyak perbincangan di antara kami. Aku sendiri pun merasa sangat khawatir dengan apa yang akan mama bilang nanti. Bagaimana kalau mama melarangku untuk bergaul dengan Farhan?

Akan seburuk apa lagi hariku ini??


●●●●

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang