BAGIAN XX

2.7K 116 0
                                    

"Ma, apa yang harus aku lakukan? Aku terlalu takut untuk mengetahui apa yang akan terjadi di depanku. Aku takut kehilangan orang yang berharga untukku lagi ma... Aku takut".

◇◇◇

Sepertinya aku ini memanglah seorang pecundang. Pecundang yang hanya bisa kabur dari sebuah masalah.

Aku menarik nafas panjang lalu membuangnya dengan berat. Sekarang aku tahu mengapa papa tidak ingin menganggap aku ada. Sekarang aku tahu mengapa aku berbeda dari orang orang. Sekarang aku tahu mengapa orang-orang tidak terlalu memperdulikan aku.

Karena... Aku adalah hasil dari masa suram banyak orang. Aku adalah luka batin banyak orang. Itu sebabnya aku dunia memperlakukan aku tidak seperti yang kumau.

Aku pasti sangat melukai papa. Dia tahu bahwa istrinya yang sangat ia cintai meninggal karena mengajakku untuk jalan-jalan sampai jauh ke Bogor.

Aku adalah luka bagi mama Deliana. Karena sahabatnya meninggal di depan matanya sendiri. Dan hanya aku yang bertahan hidup.

Aku adalah goresan di hati Fiona. Karena aku pergi bersama mama, maka kecelakaan itu terjadi. Seharusnya mama tidak pergi secepat ini, jika bukan karena saudara kembarnya ini.

Aku adalah masa suram Farhan. Karena papanya yang mengantar keluargaku pulang ke Jakarta. Seandainya, aku tidak pergi. Papanya pasti masih ada bersama dengan Farhan.

"Ma, aku adalah luka bagi banyak orang... Akankah aku bertahan hidup dengan bayang-bayang mereka? Ma, apa yang harus kulakukan?" kataku sambil menangis tak karuan di depan makam mama kandungku.

Aku sangat rajin mengunjunginya, karena aku tahu, hanya mama yang dari dulu menyayangiku dan mau mendengarkan aku.

"Mama, aku ingin meminta maaf. Seandainya... Seandainya saat itu kita tidak pergi, mama pasti masih ada di sini. Ya kan? Mama pasti masih akan membelai rambutku dan bermain bersama Ruth... Kita bisa punya keluarga yang utuh, dan aku tidak perlu menyakiti banyak orang. Seandainya ma... *hiks* aku minta maaf. Aku sudah menyakitimu. Menyakiti banyak orang. Mama... Aku rindu... Aku harap mama bisa datang ke sini, memeluk Ruth seperti dulu dan berkata 'semua akan baik-baik saja","

Aku bangkit berdiri dan menghapus sisa sisa air mata yang berlinang di mataku. Saatnya aku untuk pulang dan mengunci diriku kembali di dalam kamar.

Saat aku berjalan, aku mencium wangi parfum yang tidak asing. Tetapi karena otakku yang sudah dipenuhi dengan semua rasa sedih dan masalah, aku tidak mampu mengingat siapa yang memiliki parfum dengan wangi vanilla ini.

Aku melanjutkan langkahku. Dengan pikiran kosong aku terus melangkah. Sampai sebuah suara menyerukan namaku.

"Ruth!" teriak seseorang.

"Siapa itu?" tanyaku dengan heran.

"Kau tidak mengenali suaraku? Aku kembaranmu! Fiona!" jawabnya dengan suara terengah-engah.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" tanyaku sedikit gelagapan. Apa dia tahu aku pergi ke makam mama kandung kita?

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu! Apa yang kau lakukan di pinggir jalan raya?! Kau gila? Jangan sia-siakan hidupmu!" jawabnya dengan kesal.

"Pinggir jalan raya? Bahkan aku tidak tahu-,"

"Ayo pulang!" jawabnya sambil menarik pergelangan tanganku dengan erat.

Aku bersyukur dia tidak melihat aku sedang di dekat tempat pemakaman. Tapi... Seharusnya dia mengetahui semua kejadian ini. Karena dia tidak mengalami kecelakaan. Seharusnya dia tahu! Mengapa dia tidak pernah memberitahuku?

●●●●


HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang