BAGIAN XVI

3.5K 152 4
                                    

Perasaan aneh mulai menggelitikku. Rasanya seperti dihujani tatapan tajam yang sangat menekanku.

"Apa kabar kak?" tanyaku akhirnya pada sosok yang mengejutkanku beberapa menit yang lalu.

"Kalian ngapain berduaan?" tanya sosok itu yang tak lain adalah Kak Erin sahabatku.

"Kita tidak ngapa-ngapain kok kak! Beneran deh," jawabku gelagapan karena menahan malu.

Bagaimana bisa tiba-tiba Kak Erin mampir ke rumah ketika aku sedang berduaan bersama Farhan.

Ya memang sih, aku dan Farhan tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Seperti yang kalian tahu, kita kan hanya saling mengobrol dan bercerita seperti biasa.

Tetapi tetap saja, jauh dalam hatiku, aku ingin waktu berdua bersamanya lebih lama lagi haha.

"Kamu siapa?" tanya Kak Erin dengan nada yang sangat tajam.

"Em... Nama saya Farhan kak," jawab Farhan dengan takut, terdengar jelas dari cara ia menjawab pertanyaan Kak Erin.

"Kalian ini seriusan hanya berdua di rumah? Kalian pacaran?" tanya Kak Erin penuh selidik.

Tiba-tiba saja aku terdiam. Aku sungguh tidak dapat menjawab pertanyaannya kali ini.

Aku dan Farhan hanya larut dalam keheningan, dalam pemikiran kami masing-masing. Sungguh bodoh!

Ya, bodohnya diriku! Aku benar-benar lupa bahwa aku belum memiliki status apapun dengan Farhan. Jujur saja sekarang aku baru menyadari hal itu.

Dia tidak pernah menyatakan perasaannya padaku. Tetapi dia selalu berhasil membuatku baper karena perlakuannya yang... Di luar perlakuan teman biasa?

"Hei! Apa aku berbicara dengan patung?!" bentak Kak Erin yang benar-benar membuatku terkejut dan ketakutan.

"Iya, kami sudah pacaran. Tetapi walaupun begitu, kita sama sekali tidak melakukan hal yang aneh. Kita hanya saling berbagi cerita, itu saja," jawab Farhan dengan nada yang menantang.

"Oh begitu. Baguslah. Aku kemari hanya untuk memberikan undangan pernikahanku," kata Kak Erin masih dengan suasana yang mencekam ini.

"A... Ah, jadi kapan kakak akan menikah?" tanyaku memberanikan diri.

"Minggu depan," jawabnya dengan nada yang sangat membuatku takut.

Tidak ada nada santai terdengar dari cara Kak Erin berbicara. Apa dia benar-benar marah kepadaku dan Farhan? Kami tidak melakukan apapun! Astaga ini membuatku gila!

"Oh... Minggu depan, baiklah," kataku sambil mengangguk lalu menundukkan kepala.

"Kakak mau bicara berdua sama kamu Ruth," kata Kak Erin yang berhasil membuat bulu kudukku berdiri semua.

Mendengar hal itu, Farhan langsung memberi respon dengan berdeham sekali lalu pamit untuk pulang terlebih dahulu.

Ya, aku tidak bisa menyalahkannya juga. Farhan pasti merasa risih dengan kehadiran Kak Erin. Terlebih langsung dijutekin seperti itu. Semoga Farhan tidak marah.

Aku dan Kak Erin mengantar Farhan sampai ke dapan pintu rumah dan saling mengucapkan selamat tinggal.

Setelah Farhan pergi, aku menutup pintu lalu berdiri sambil melipat tangan di depan dadaku. Dengan raut wajah cemberut, sebenarnya orang-orang sudah tahu bahwa aku sungguh teramat kesal dengan kejadian ini.

"Jauhi dia Ruth," kata Kak Erin tiba-tiba.

Aku melepas kedua tanganku seraya memberi tatapan 'apa maksudmu?'

Apa maksudnya menyuruhku menjauh dari Farhan?

"Ku mohon! Aku tidak mau kau sakit lebih dalam lagi Ruth...," lanjut Kak Erin sambil memegang pundakku dengan erat.

Aku terdiam. Terdiam dan tersesat dalam pikiranku sendiri. Sepertinya aku lebih merasa tidak adil bila diperlakukan seperti ini.

Aku tertawa kecil tidak percaya dengan apa yang telah ku dengar.

"Berikan aku alasan yang jelas!" jawabku setengah menahan emosi. Suasana hening mengelilingi kami. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya itu.

Ya, itu yang dilakukan Kak Erin. Tidak dapat menjawab pertanyaanku, tetapi seenaknya menyuruhku untuk menjauh.

"Kenapa? Tidak bisa jawab?" kataku dengan nada menantang. Aku tahu Kak Erin adalah sahabatku, tetapi aku juga tidak terima diperlakukan seperti ini.

Look... Aku jauh lebih mengenal Farhan. Sedangkan Kak Erin, bahkan dia baru mengenal Farhan beberapa menit yang lalu! Bagaimana bisa dia melarangku seperti itu?

"Aku tidak bisa! Aku tidak bisa memberitahu alasannya sekarang! Aku hanya ingin kamu bahagia Ruth!" jawabnya dengan suara bergetar.

Aku... Tidak mampu menjawab apapun.

Rasa kecewa mulai merasuki hatiku lagi. Rasanya baru saja aku menemukan seseorang yang mampu mengerti aku. Dan sekarang harus kulepas semuanya lagi.

"Hanya itu kak?" tanyaku dengan penuh rasa kecewa, dengan berbagai rasa yang bercampur aduk di dalam hatiku. Air mata rasanya sudah tak dapat kubendung lagi.

Aku melangkahkan kakiku, pergi menuju kamarku. Seketika saja Kak Erin memegang pergelangan tangan kananku dan menahanku untuk tidak pergi.

Aku menepas tangannya dengan emosi yang sudah tidak bisa kutahan lagi.

"Sekarang beri aku alasannya! Mengapa semuanya hanya mampu melarangku melakukan ini, melakukan itu, tetapi kalian tidak pernah memberi aku satu penjelasan! Sedikitpun! Kalian pikir aku ini apa?! Mentang-mentang aku cacat! Kalian seperti bisa mempermainkanku seenaknya! Aku hanya butuh penjelasan! Beri aku penjelasan kenapa papa tidak mau menganggap aku anaknya! Beri aku penjelasan kenapa aku tidak boleh ketemu sama papa! Beri aku penjelasan kenapa aku begitu di benci semua orang! Beri aku penjelasan kenapa aku tidak boleh bersama dengan Farhan! Beri aku penjelasan itu Kak!!" jeritku sampai memenuhi seluruh ruangan di dalam rumah.

Emosi yang sudah berusaha kusimpan sekian lama akhirnya meledak keluar dengan sendirinya.

Nafas yang memburu keluar dari mulutku, rasa sesak yang kurasakan menjadi terasa sedikit lega karena sudah kulontarkan semuanya, air mata yang berusaha kutahan, mengalir deras membasahi kedua pipiku, dan hawa panas pun sampai keluar dari sekujur tubuhku.

"Maaf," kata Kak Erin berulang-ulang kali.

"Apa? Maaf? Hanya itu? Kau tidak menjawab pertanyaanku," jawabku sambil mulai melangkah untuk pergi.

"Aku bilang aku minta maaf!" teriak Kak Erin sambil mencengkram tanganku dengan erat yang berhasil membuatku merasa kesakitan dibuatnya.

"Kak! Lepasin! Apaan sih?!" kataku sambil meronta-ronta berusaha melepaskan cengkramannya.

"Maaf Ruth... Maaf...," kata Kak Erin lalu menarikku ke dalam pelukannya.

Kak Erin menangis sesegukkan sambil mengelus rambutku dengan lebut.

Aku terdiam dalam dekapannya. Aku sungguh merasa heran. Aku pikir, hari ini akan menjadi hari yang baik. Tetapi nyatanya... Hhh... Aku menarik dan menghembuskan nafas berat lalu melepas pelukkan Kak Erin.

"Aku tidak dapat memberitahumu apapun yang kamu tanyakan. Karena aku merasa ini bukanlah hakku. Tapi aku dapat membawamu ke suatu tempat. Tempat di mana kamu bisa mengerti setelah kamu memecahkan semua misteri ini. Sekali lagi aku minta maaf Ruth," kata Kak Erin sambil memegang tanganku, berusaha untuk meyakinkan.

"Tempat apa?" tanyaku penasaran.

"You will see," jawabnya dengan nada yang serius.

●●●●

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang