Bab 7

410 32 0
                                    

Aku sudah diturunkan Ramika di depan gerbang rumahku. Aku kira ia akan kembali ke Zunialesia langsung, tapi, ternyata ia mengajakku untuk kembali kesana.

"kamu mau ke Zunialesia lagi tidak? Kalau iya, kamu harus ikut makan malam dengan keluarga besarku," ajaknya dengan nada santai.

Ia menunggu jawabanku. Satu alisnya terangkat seolah-olah ia mengatakan, bagaimana?

"tapi, Mik, masa aku ke sana memakai seragam sekolahku? Lagipula, aku malu jika harus bertemu dengan keluarga besarmu yang juga seluruh penghuni Zunialesia," ucapku jujur. Aku mengalihkan pandanganku dari Ramika ke arah pohon kelapa di ujung jalan. Aku minder jika harus pergi dengan bidadara tampan seperti Ramika. Sementara aku? ah, sudahlah.

Tiba-tiba tangan Ramika dengan berani menggenggam tanganku lembut. Aku menoleh kepadanya, pandanganku seolah bingung dengan apa yang dia lakukan. Ia hanya tersenyum. Senyum yang selalu membuat hatiku tentram dan meleleh tanpa ampun.

"tidak usah banyak takut. Masuklah, kau siap-siap. Aku akan menjemputmu nanti," ucapnya menenangkan.

"tidak perlu. Nanti aku akan pergi ke sana sendiri," jawabku.

Ramika melepas genggaman tangannya kaget. Ia mengira aku tidak suka ia perlakukan seperti itu. Aku memeluknya,

"entahlah. Sepertinya kau bisa lebih hebat dalam menjelaskan perasaanku terhadapmu, Mik. Aku tahu kita baru bertemu, aku tahu kau dan aku berada di dunia yang berbeda, aku tahu kau dan aku memiliki jarak umur yang sangat jauh, aku tahu kau hanya penjagaku, aku tahu kau hanya bersikap romantis hanya karena agar aku tak mau lepas dari penjagaanmu jadi kamu tidak lari dari tanggung jawabmu. Tapi, aku manusia, aku pun dapat merasakan cinta. Dan, aku rasa, singkatnya, aku mulai mencintaimu. Boleh?"

Ramika bergeming. Dia tidak memelukku balik. Aku tetap memeluknya erat, berharap ia membalas atau sekedar menjawab pertanyaan sekaligus pernyataanku.

"Tania, aku merasa canggung," ucapnya. Membuat hatiku keluar dari tempatnya dan bersiap untuk jatuh dan patah berkeping-keping. Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya lamat-lamat.

"kamu boleh menyayangiku. Aku menjagamu bukan hanya karena tanggung jawabku, aku pun ingin. Maafkan jika sikapku membuatmu tak nyaman," ujarnya meminta maaf. Ia mencegah hatiku untuk terjun dan patah. Aku tersenyum, ia tersenyum.

"sudah. Sana, mandi dan bersiap-siap. Aku akan memberi tahu Bunda Amanda kamu akan datang," perintahnya. Ia masih tetap dingin dan semena-mena sama seperti dulu saat aku baru mengenalnya.

Aku tersenyum dan melakukan hormat padanya. Dan aku langsung masuk ke dalam rumahku untuk bersiap ke Zunialesia.

Aku mengelilingi rumahku dan tidak menemukan ayah dan mamaku. Mungkin mereka masih bekerja, entahlah.

"neng Tania, mau makan apa neng?"

Tiba-tiba bibi bertanya dari arah dapur, membuatku terkejut.

"eh, bibi, ngagetin aja. Enggak perlu, bi. Bibi makan aja, tadi Tania udah makan," jawabku.

Bibi hanya mengangguk di pintu dapur.

Aku pergi ke kamarku untuk bersiap. Setelah mandi, aku berdandan. Aku memakai short dress berwarna ungu muda bercampur putih. Short dress tanpa lengan dan berhenti di atas lututku. Aku tidak begitu nyaman dengan pakaian ini, jadi aku memakai denim jacket ku yang berwarna putih untuk menutupi lenganku yang terbuka. Aku mengikat rambutku dengan model ekor kuda dan memakai pantofel putihku. Aku memoleskan sedikit make up, dan aku siap.

Aku menggenggam liontin di kalungku dan memejamkan mataku. Aku mulai memikirkan tentang Zunialesia yang indah dan tak perlu waktu lama aku sudah sampai di Zunialesia. Saat aku membuka mataku, tanganku sudah berada di atas tangan Ramika. Ia menggenggamnya seakan aku tak boleh lepas. Itu wajar, ia adalah 'penjaga'ku.

Is That YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang