Bab 10

363 28 0
                                    

BUG!

Ah akhirnya, setelah 10 jam yang melelahkan di sekolah aku bisa merebahkan badanku di magnet terkuat ku ini.

Mungkin aku cukup lelah untuk melakukan sesuatu, tapi aku cukup semangat untuk memenuhi rasa laparku ini.

Aku memutuskan untuk keluar dari kamarku dan mencari cemilan yang sekiranya dapat mengganjal rasa laparku. Aku tidak begitu suka makanan berat, karena aku sendiri sedikit sulit dalam hal makan. Jadi, walaupun aku hanya makan makanan ringan, bisa saja aku akan kenyang dalam waktu singkat.

Kulkas? Kosong.

Ruang tamu? Kosong.

Meja makan? Kosong.

"Bi, kok nggak ada makanan yah?" tanyaku sambil masih mencari-cari cemilan di beberapa tempat di dapur, dan sedikit mengeraskan suaraku agar bibi yang sedang memotong rumput dapat mendengarku.

"Bentar neng!" jawab bibi sambil ku lihat ia terburu-buru meletakkan gunting rumputnya dan menghampiriku.

Ia melepas sandalnya dan masuk ke dalam rumah sambil mengelap tangannya ke bajunya.

"Dimana yah neng? Bibi kira tadi masih ada cemilan," ucap bibi kebingungan sambil ikut mencari di segala penjuru dapur.

"Ya sudahlah, bi. Aku mau ke luar aja cari makanan, bibi mau nitip apa?" ucapku pasrah.

"Engggg... Nggak usah lah neng, ngerepotin. Tapi, kalau nggak ngerepotin mah bibi mau es campur 1, hehehe," pinta bibi malu-malu.

Aku hanya terkekeh dan meng-iya-kan permintaannya. Bibi adalah asisten rumah tanggaku sejak aku masih berumur 4 tahun. Aku cukup dekat dengannya, karena orangtuaku yang kurang waktu untuk mengurusku di rumah. Aku juga sayang dengan beliau, sama seperti aku menyayangi nenekku.

Aku pun mengambil dompetku dan bergegas keluar untuk membeli beberapa cemilan di tempat terdekat.

Saat di jalan sekembalinya aku dari membeli cemilan, aku melihat beberapa tetanggaku, anak-anak berumur sekitar 8-10 tahun sedang bermain sepeda.

"halo ka Tania!!!"

"Sendirian aja ka,"

"Ka, main sepeda yuk sama kita!"

Sapa mereka bergerombol. Aku hanya mengangguk-angguk saja sambil sesekali tersenyum dan tertawa. Mereka pamit mendahuluiku.

Saat aku sedang bersenandung dan memerhatikan jalanku, aku melihat sekelebat bayangan putih lewat dari arah kananku.

Aku langsung tertegun.

Aku baru ingat, ini sudah jam 6 sore dan rumahku masih harus melewati beberapa blok lagi.

'aduh, bodoh. Kenapa tadi nggak naik sepeda saja, sih? Kenapa harus jalan kaki? Merinding, kan,'

Aku merutuk sambil sesekali melihat ke kanan dan kiri, waspada.

Bayangan itu lewat lagi seolah-olah mengejekku yang ketakutan.

Aku sudah sangat takut, ditambah dengan suasana sore yang sudah hampir gelap.

Aku tidak kuat berlari dan memutuskan untuk teriak lalu jongkok. Aku mengangkat tanganku seolah menyerah. Aku memejamkan mataku, aku tidak berani membukanya. Aku takut, sangat takut.

"Jangan ganggu Tania. Tania takut banget sama yang namanya hantu, sumpah, jangan ganggu Tania. Ihhhh,"

Aku merengek, air mataku hampir menetes saking takutnya.

"Hey, tak perlu takut,"

Suara itu terdengar. Lembut, dingin, namun menenangkan.

Perlahan aku membuka mataku. Menyesuaikannya dengan suasana sore, dan perlahan menurunkan tanganku. Aku mendongak, melihat siapa yang berbicara. Karena aku mengenal suara ini. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, berharap jika aku tak salah lihat.

Is That YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang