Usai Upacara bendara hari senin. Guru-guru mengadakan Rapat menjelang Ujian Nasional kelas XII. Itu artinya tak ada kegiatan mengajar, meskipun masing-masing guru mata pelajaran sudah memberikan tugasnya masing-masing. Tapi tetap saja beberapa murid yang malas, memutuskan untuk keluar kelas, nongkrong dilapangan, atau mengisi perut dikantin. Adapun yang memilih tetap tinggal dikelas, yang mencatat tugas dari guru hanya sebagian. Sebagian lagi malah asyik memainkan Hp atau ngerumpi dengan teman sekelasnya.
Gio dan Febri keluar menuju warung Nenek Ciah lebih dulu. Hema tak seperti biasanya. Dia memilih untuk mencatat tugas dari Bu Ayu, guru Bahasa Indonesia. Teman-teman kelasnya merasa aneh dengan sikap Hema yang tumben-tumbenan mau nyatet. Tapi mereka memilih untuk diam daripada berurusan dengan seorang Hema.
Usai mencatat tugas. Hema mengobrak-ngabrik isi didalam ranselnya. Mencari sesuatu didalamnya yang belum juga ketemu. Seingatnya, tadi sebelum berangkat dia sudah memasukanya kedalam ransel. Atau mungkin memang lupa, tertinggal dirumah. Hema tak mau ambil pusing.
Namun saat Hema hendak berjalan menuju warung Nenek Ciah untuk menyusul Gio dan Febri. Ponselnya bordering. Dari satu nomor yang sudah disimpan. Barok.
"Ada apa?" Tanya Hema tanpa ba-bi-bu setelah Hema memilih toilet yang dalam keadaan sepi untuk menjawab panggilan itu.
"Sabar! Jangan emosi dulu" Suara barok saambil sedikit tertawa terdengar diujung sana.
"Lo sama si Saudi ngapain tadi mengintai rumah gue hah? Inikan belum jatuh tempo. Masih lima hari lagi" Jawab Hema sambil menjaga nada suaranya agar tak terlalu keras. Meskipun dia sedang berharapan dengan tangan kanan seorang Bos Bandar Judi terbesar di Jakarta. Hema memang merasa tak takut. Baginya toh sama-sama makan nasi.
"Gue juga sekarang didepan sekolah lo!"
"Hah? Mau ngapain bangsat!" Tanya Hema kaget
"Kalau lo gak mau satu sekolah lo tau dengan kasus lo ini. Mendingan lo cepetan temui gue didepan sekolah. Ada sesuatu yang gue mau omongin"
"Kan bisa disin..."
Panggilan terputus sebelum Hema menyelesaikan kalimatnya.
Sialan!
Hema mendengush garang. Entah ada apa mereka mencari keributan didepan sekolahnya. Hema mulai jalan melewati koridor sekolah dengan tenang. Lalu melewat lapangan upacara. Langkah kakinya yang mencurigakan ternyata terlihat oleh seseorang yang sedari tadi memperhatikanya. Ya. Adam.
Adam mengikuti Hema dari jarak yang cukup jauh. Sampai akhirnya Hema malah menuju gerbang sekolah. Terlihat Hema bernegosiasi dengan Mang Jaja penjaga gerbang sekolah. Entah alasan apa yang di ucapkanya, sehingga dia berhasil keluar dari gerbang sekolah dengan mudah. Adam mempercepat langkah kakinya.
"Etss mau kemana. Belum jam pulang ini?" Mang Jaja berdiri didepan Adam. Menghalangi anak itu dengan membentangkan kedua tanganya.
"Ma--uu nyusul Hema!" Kata Adam tanpa memikirkan alasan lain yang sekiranya ampuh untuk mengelabui Mang Jaja.
"Hah, nyusul Hema. Buat apa?"
Aduh. Adam Merasa geram dengan pertanyaan Mang Jaja yang bertele-tele. Sepertinya, tadi Hema gampang banget keluar dari gerbang. Kenapa Adam malah sulit sekali. Ingin rasanya Adam mendorong tubuh Mang jaja, entah dia kuat atau tidak. Tapi tak mungkin juga Adam berani melakukanya.
"Hayo kenapa bengong. Mau minggat ya?"
"Astaga. Mang. Apa selama ini Adam pernah minggat dari sekolah? Apa Adam pernah bolos? Bandel. Enggak kan. Ini penting Mang. Tolong, bentar aja kok. Limat menit palingan yah"
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM DAN HEMA
RomanceDia kini berteman dengan petir, tapi bulan dan matahari masih ada dan menjadi saksi bahwa aku dan dirinya pernah sangat dekat. -Adam- Orang yang dianggapnya sahabat sejati, kini tlah berbeda. Tapi apakah alasanya kenapa ia berbeda. Adam terus memper...