~Hema Pov
Mama masuk kedalam kamar, untunglah aku sudah menghapus air mataku yang sedari tadi mengalir saat membaca isi surat dari Adam. Sungguh, aku tak tahu apa maksud isi suratnya, yang mengatakan akan pergi.
"Kamu makan dulu ya sayang" Mama duduk ditepi ranjang disampingku yang tengah posisi bersandar diranjang mengenakan bantal. Mama mengerinyitkan keningnya, mungkin heran dengan wajahku sekarang. Semoga mama tak tau kalau aku baru saja menangis.
"Kenapa, itu surat dari Adam yah?" Mama melirik pada kertas yang kembali kulipat, namun masih berada digenggamanku. Aku menganggukan kepala.
"Mama sudah dengar dari Ibu-ibu lainya, soal kepindahan Adam dan Ibunya ke Cianjur"
Bukan main betapa kagetnya aku mendengar ucapan Mama barusan.
"Adam pindah ke cianjur? Kapan mah. Kenapa dia gak bilang?
"Katanya kemarin Pagi, mereka pindah. Yang mama dengar, tante Salma akan membuka usaha di Cianjur, dan Adam, juga akan sekolah disana"
"Kenapa dia gak bilang"
"Mungkin belum sempat, kemarin kan kamu dirumah sakit, sebelum kamu kecelakaan, kamu juga gak mau ketemu dia kan. Yasudah, jangan terlalu difikirin, nanti kita sama-sama temui dia di Cianjur"
"Mama tahu alamatnya?"
"Enggak! Tapi kan nanti bisa kita hubungi Adam. Kamu makan dulu yah. Mama udah masakin sup Ayam. Tunggu, mama ambilkan"
Mama berlalu dari kamar dan menutup pintu rapat. Ingin rasanya sekarang aku bangkit dan lari kerumah Adam. Mempastikan apa betul, Adam memang pindah. Tapi kenapa. Apa alasanya sampai dia pindah. Ya Tuhan. Kenapa Adam malah pergi dalam keadaan seperti ini. Disaat aku benar-benar rapuh dan membutuhkan dirinya. Inikah yang dinamakan penyesalan?
Tak Lama. Mama kembali masuk kekamar. Membawa Nampan berisi sepiring nasi, Sup Ayam dalam mangkok kecil, tahu goreng, dan segelas air putih. Mama meletakanya dimeja yang ada disamping ranjangku.
"Makan dulu, atau mau mama suapin?"
Aku langsung menggeleng, begitu mendengar tawaran Mama.
"Aku bisa makan sendiri Ma. Makasih!"
"Kamu harus makan banyak dhika! Sudah beberapa hari ini kamu gak makan nasi, berat badanmu juga turun drastis"
Ucap Mama penuh kekhawatiran. Tiba-tiba aku teringat soal Juno yang terkena Hiv. Apakah aku juga tertular? Apakah nantinya aku akan bernasib sama seperti Juno. Terbaring dirumah sakit. Kenapa semuanya jadi seperti ini. Kenapa Penyesalan selalu ada diakhir.
Aku jadi teringat saran Boim yang menyarankanku agar di periksa kesehatanya. Apakah aku tertular atau tidak. Tapi justru itu yang aku takut. Bagaimana kalau hasil pemeriksaan menyatakan aku Positive terjangkit virus mematikan itu? Lebih baik aku tak memeriksakanya sama sekali, andaipun memang benar aku terjangkit Hiv. Lebih baik aku tidak tahu.
"Kamu makan ya dhika" Mama mengusap rambutku dan meninggalkanku sendiri. Dengan amarah. Kesedihan. Kerapuhan. Penyesalan. Kesakitan. Dan biarlah aku yang menanggungya sendiri.
Dari balik jendela, bisa kulihat Hujan masih turun deras malam ini. Itukah dirimu yang menjelma menjadi Hujan, dam? Jika Ya. Apa kau merasakan dan bisa melihat apa yang aku rasakan sekarang?
**
~Adam Pov
Aku kembali merapihkan gorden jendela. Kemana Hema malam-malam begini keluar rumah. Kenapa dia kembali menjauhiku. Apakah setelah dia rasa luka dalam diriku sudah sembuh, maka dia akan kembali mengoreskan hatiku lagi, membuat luka setiap hari seperti kemarin? Kenapa hanya sebentar kau menjadi Hemaku yang dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM DAN HEMA
RomansaDia kini berteman dengan petir, tapi bulan dan matahari masih ada dan menjadi saksi bahwa aku dan dirinya pernah sangat dekat. -Adam- Orang yang dianggapnya sahabat sejati, kini tlah berbeda. Tapi apakah alasanya kenapa ia berbeda. Adam terus memper...